Fatimah Siti Hartinah Soeharto (Tien Soeharto)




Nama Lengkap : Fatimah Siti Hartinah Soeharto
Alias                 : Tien Soeharto
Profesi              : Pahlawan Nasional
Agama              : Islam
Tempat Lahir     : Desa Jaten, Surakarta, Jawa Tengah
Tanggal Lahir     : Kamis, 23 Agustus 1923
Zodiac               : Leo
Warga Negara   : Indonesia
Suami                : Soeharto

BIOGRAFI

Hj. RA Fatimah Siti Hartinah merupakan istri Presiden Indonesia kedua, Jenderal Purnawirawan Soeharto. Fatimah Siti Hartinah atau yang lebih dimengerti dengan nama Tien Soeharto lahir di Desa Jaten, Surakarta, Jawa Tengah pada tanggal 23 Agustus 1923. Tien merupakan anak kedua dari 10 bersaudara pasangan KPH Soemoharjomo dan Raden Ayu Hatmanti Hatmohoedojo.

Sejak kecil, Tien mesti berpindah-pindah tempat tinggal mengikuti orang tuanya yang diperintahkan ke aneka macam daerah. Untuk pertama kalinya di tahun 1925, pada di saat usianya gres tiga tahun, Tien ikut ayahnya, RM. Ng. Soemoharjomo yang menempati jabatan gres selaku Panewu Pangreh Praja (setingkat Camat) diperintahkan ke Jumapolo, suatu kota Kecamatan di Karanganyar, Solo. Di kota ini, Tien nyaris saja meninggal dunia alasannya merupakan terjangkit disentri yang memang sedang mewabah di saat itu.

Dua tahun kemudian, Tien kembali pindah. Kali ini bareng keluarganya beliau pindah ke Matesih, Kabupaten Karanganyar di kaki Gunung Lawu. Di desa tersebut, Tien sempat mengenyam pendidikan dasarnya. Tidak berapa usang Tien beserta keluarganya kembali pindah ke Solo. Di Solo, Tien kemudian masuk salah satu sekolah elit, HIS (Holland Indlanche School). Baru setahun berada di Solo, beliau terpaksa mesti kembali ke desanya dan meninggalkan HIS.

Hal ini terjadi alasannya merupakan ia terjangkit penyakit cacar yang sungguh mengkhawatirkan. Tien pun menyusul kedua orangtuanya ke Kerjo. Di tempat gres ini, setelah sembuh, Tien kembali masuk sekolah. Tentu saja tidak di HIS, melainkan di sekolah Ongko Loro yang ada di desa itu. Sebenarnya setelah tamat dari sekolah Ongko Loro, Tien ingin melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi alasannya merupakan beliau ingin menjadi seorang dokter. Namun sayangnya keinginannya ini tidak sanggup terwujud. Tien jadinya mengisi hari-harinya dengan aktivitas menyerupai membatik, menimba ilmu menari, menyanyi tembang Jawa serta menulis syair.

Setelah Jepang memasuki kota Solo, aktivitas yang dijalankan Tien kian bertambah. Dia mengikuti kursus bahasa Jepang pada orang Jepang yang sudah usang menetap di Solo sejak zaman kolonial Belanda. Tien juga kemudian bergabung dengan Laskar Putri Indonesia, organisasi perempuan yang berniat untuk membentuk pasukan pemberian untuk melayani kepentingan pasukan garis depan dan garis belakang demi suksesnya perjuangan. Di LPI, Tien diperintahkan untuk menjadi staf yang menertibkan problem peralatan atau logistik. Selama menjadi anggota LPI, Tien pernah diposisikan di dapur lazim Salatiga untuk menolong kelemahan tenaga di sana. Secara umum, LPI sungguh-sungguh menjadi pendukung keberhasilan usaha melawan musuh.

Hingga meraih umur 24 tahun, Tien sama sekali tidak menyediakan gejala ketertarikan kepada musuh jenis. Hingga pada suatu saat, delegasi keluarga Prawirowihardjo yang merupakan orang bau tanah angkat mantan presiden Soeharto tiba ke tempat tinggal Tien dengan maksud untuk melamarnya. Walaupun belum pernah berjumpa sebelumnya, ternyata Tien eksklusif memperoleh lamaran tersebut padahal sebelumnya beliau senantiasa menolak lamaran yang tiba padanya.

Keduanya pun jadinya menikah pada tanggal 26 Desember 1947 secara sederhana alasannya merupakan memang kondisi di saat itu sedang tegang setelah kependudukan penjajah. Tiga hari setelah perkawinan, Tien diboyong suaminya ke Yogyakarta yang merupakan seorang perwira militer dan bertugas menjaga kedaulatan bangsa dari bahaya Belanda. Kini Siti Hartinah sudah memperoleh kiprah gres yakni selaku istri komandan resimen. Setelah tinggal selama 9 bulan, Tien hamil. Namun sayangnya, pada di saat itu suaminya justru mesti sering meninggalkannya. Aksi militer Belanda yang kian andal menghasilkan kiprah suaminya menjadi lebih berat. Bahkan untuk sekedar berjumpa suaminya saja, Tien mesti melakukannya secara sembunyi-sembunyi biar tidak tertangkap lembap Belanda.

Pada tanggal 23 Januari 1949 di rumah pengungsiannya, Tien melahirkan putri pertamanya yang kemudian beliau beri nama Siti Hardiyanti Hastuti. Waktu demi waktu, menghasilkan Tien menjadi sosok yang sabar, tegar dan setia mendampingi suaminya yang sedang bertugas selaku serdadu di medan perang. Dia tidak pernah mengeluh walaupun beliau jarang berjumpa suaminya.


Begitu juga di saat terjadi pemberontakan PKI, di mana suaminya menjadi tokoh sentral dalam usaha pembubaran organisasi tersebut. Tien tampil selaku pendorong dan pendamping suami yang paling kokoh. Dia juga memperhatikan tindakan dan tindakan yang diambil suaminya dalam mencermati kondisi yang bergerak cepat.

Pada tahun 1967, alur kehidupan Tien mengganti drastis. Melalui Sidang spesial MPRS, Soeharto secara aklamasi diangkat menjadi Presiden mengambil alih presiden Soekarno. Ini berarti, Tien yang tadinya merupakan istri serdadu sekarang menjadi istri presiden. Sewaktu suaminya ditunjuk untuk menjadi presiden, Tien berpikir bila jabatan itu tidak akan berjalan lama.

Namun apa yang beliau fikirkan itu ternyata salah. Soeharto sendiri nantinya akan memimpin Indonesia sampai kurang lebih sampai 30 tahun mendatang. Sebagai first lady di Indonesia, tentunya Tien mengemban banyak kiprah yang tidak ringan. Hal pertama yang beliau laksanakan merupakan merapikan istana negara. Dia menyulap istana negara yang Bangunan istana yang merupakan peninggalan zaman Belanda rata-rata sungguh kuat menjadi bangunan yang lebih “lembut”.

Tien menyertakan aneka macam perangkat yang menonjolkan ciri khas Indonesia. Mulai dari menyertakan perabot dengan gesekan jati dari Jepara, mengubah lukisan-lukisan dengan lukisan karya pelukis Indonesia sampai menegaskan warna-warna yang lebih cerah untuk lebih menggugah situasi istana kala itu. Salah satu donasi paling besar yang pernah diberikan oleh bu Tien dan akan senantiasa dikenang merupakan gagasannya untuk membangun Taman Mini Indonesia Indah (TMII).

Walaupun sempat terjadi penolakan kepada pembangunan taman ini, TMII sendiri di kemudian hari akan menjadi ikon bagi bangsa Indonesia. Setelah kurang lebih selama 47 tahun mendampingi suaminya Soeharto, sempurna pada hari Minggu, 28 April 1996, di RS Gatot Subroto, Jakarta, Siti Hartinah menghembuskan nafas terakhirnya alasannya merupakan serangan jantung. Jenazahnya dimakamkan di Astana Giri Bangun, Jawa Tengah, pada tanggal 29 April 1996 sekitar pukul 14.30 WIB.

Upacara pemakaman tersebut dipimpin oleh inspektur upacara yakni Ketua DPR/MPR di saat itu, Wahono dan Komandan upacara Kolonel Inf G. Manurung, Komandan Brigif 6 Kostrad. Sedangkan di saat pelepasan almarhumah yang bertindak selaku inspektur upacara merupakan Letjen Tentara Nasional Indonesia (Purn) Ahmad Taher dan Komandan Upacara Kolonel Inf Sriyanto, Komandan Grup 2 Kopassus Kartasura zaman itu. Tak usang setelah kematiannya, Hj. RA Fatimah Siti Hartinah dianugerahi gelar pendekar nasional.

PENDIDIKAN

Sekolah dDasar yang disebut sekolah Ongko Loro fi Matesih
HIS (Holland Indlanche School) di Solo dan Wonogiri

Sumber http://rudyherianto.blogspot.com

Related : Fatimah Siti Hartinah Soeharto (Tien Soeharto)

0 Komentar untuk "Fatimah Siti Hartinah Soeharto (Tien Soeharto)"

DUKUNG KAMI

SAWER Ngopi Disini.! Merasa Terbantu Dengan artikel ini? Ayo Traktir Kopi Dengan Cara Berbagi Donasi. Agar Kami Tambah Semangat. Terimakasih :)