Pengertian Supervisi Klinik Dan Langkah-Langkah Supervisi Klinik

SUPERVISI KLINIK (KLINIS)

A.       Pengertian / Konsep Supervisi Klinik (Klinis)
Pengertian Supervisi klinikSupervisi klinikmula-mula diperkenalkan dan dikembangkan oleh Morris L. Cogan, Robert Goldhammer, dan Richarct Weller di Universitas Harvard pada final dasa warsa lima puluh tahun dan awal dasawarsa enam puluhan (Krajewski) 1982). Ada dua perkiraan yang mendasari praktek supervisi klinik. Pertama, pengajaran merupakan acara yang sangat kompleks yang memerlukan pengamatan dan analisis secara berhati-hari melalui pengamatan dan analisis ini, supervisor pengajaran akan gampang membuatkan kemampuan guru mengelola proses pembelajaran. Kedua, guru-guru yang profesionalnya ingin dikembangkan lebih menghendaki cara yang kolegial daripada cara yang outoritarian (Sergiovanni, 1987).


Pada mulanya, supervisi klinik dirancang sebagai salah satu model atau pendekatan dalam melaksanakan supervisi pengajaran terhadap calon guru yang sedang berpraktek mengajar. Dalam supervisi ini ditekanannya pada klinik, yang diwujudkan yakni bentuk kekerabatan tatap muka antara supervisor dan calon guru yang sedang berpraktek, Cogan (1973) mendefinisikan supervisi klinik sebagai berikut :
The rational and practice designed to improve the teacher’supervisi classroom performance. It takes its principal data from the events of the classroom. The analysis of these data and the relationships between teacher and supervisor from the basis of the program, procedures, and strategies designed to improve the student’supervisi learning by improving the teacher’supervisi classroom behavior (Cogan 1973, halaman 54).
Sesuai dengan pendapat Cogan ini, supervisi klinik intinya merupakan training performansi guru mengelola proses berguru mengajar. Pelaksanaannya didesain dengan simpel secara rasional. Baik desainnya maupun pelaksanaannya dilakukan atas dasar analisis data mengenai kegiatan-kegiatan di kelas. Data dan kekerabatan antara guru dan supervisor merupakan dasar acara prosedur, dan taktik training sikap mengajar guru dalam membuatkan berguru murid-murid. Cogan sendiri menekankan aspek supervisi klinik pada lima hal, yaitu (1) proses supervisi klinik, (2) interaksi antara calon guru dan murid, (3) performansi calon guru dalam mengajar, (4) kekerabatan calon guru dengan supervisor, dan (5) analisis data berdasarkan insiden nyata di kelas.
Tujuan supervisi klinik yakni untuk membantu memodifikasi pola-pola pengajaran yang tidak atau kurang efektif. Menurut Sergiovanni (1987) ada dua sasaran supervisi klinik, yang berdasarkan penulis merefleksi multi tujuan supervisi klinik, yang berdasarkan penulis merefleksi multi tujuan supervisi pengajaran, khususnya pengembangan profesional dan motivasi kerja guru, sebagaimana telah dikemukakan dalam belahan I. Di satu sisi, supervisi klinik dilakukan untuk membangun motivasi dan komitmen kerja guru. Di sisi lain, supervisi klinik dilakukan untuk menyediakan pengembangan staf bagi guru. Sedangkan berdasarkan dua orang teoritisi lainnya, yaitu Acheson dan Gall (1987) tujuan supervisi klinik yakni meningkatkan pengajaran  guru dikelas. Tujuan ini dirinci lagi ke dalam tujuan yang lebih spesifik, sebagai berikut.
1.      Menyediakan umpan balik yang obyektif terhadap guru, mengenai pengajaran yang dilaksanakannya.
2.      Mendiagnosis dan membantu memecahkan masalah-masalah pengajaran.
3.      Membantu guru membuatkan keterampilannnya memakai taktik pengajaran.
4.      Mengevaluasi guru untuk kepentingan promosi jabatan dan keputusan lainnya.
5.      Membantu guru membuatkan satu sikap positif terhadap pengembangan profesional yang berkesinambungan.
     Demikianlah sekilas konsep spuervisi klinik bila disimpulkan, maka karakteristik supervisi klinik sebagai berikut ; supervisi klinik berlangsung dalam bentuk kekerabatan tatap muka antara supervisor dan guru, tujuan supervisi klinik itu yakni untuk pengembangan profesional guru. Kegiatan supervisi klinik ditekankan pad aspek-aspek yang menjadi perhatian guru serta observasi kegiatan pengajaran di kelas, observasi harus dilakukan secara cermat dan mendetail, analisis terhadap hasil observasi harus dilakukan bersama antara supervisor dan guru dan kekerabatan antara supervisor dan guru harus bersifat kolegial bukan autoritarian.

B.       Langkah-langkah Supervisi Klinik  
  Penjelasan konsep supervisi klinik dan beberapa hasil penelitian ihwal keefektifannya membawa kita untuk menyakini betapa pentingnya supervisi klinik sebagai satu pendekatan dalam membuatkan pengajaran guru. Sudah seharusnyalah setiap supervisor pengajaran berusaha untuk menerapkannya bagi guru-guru yang menjadi daerah tanggung jawabnya. Pertanyaannya kini adalah, bagaimana prosedurnya.
     Menurut Cogan (1973) ada delapan kegitan dalam supervisi klinik yang dinamainya dengan siklus supervisi klinik. Di sini istilah siklus mengandung dua pengertian pertama., mekanisme supervisi klinik terdiri dari sejumlah tahapan yang merupakan proses yang berkesinambungan. Kedua, hasil pertemuan tahap final menjadi masukan untuk tahap pertama pada siklus berikutnya. Kedelapan tahap yang dikemukakan oleh Cogan yakni sebagai berikut (1) tahap membangun dan memantapkan kekerabatan guru-supervisor, (2) tahap perencanaan bersama guru, (3) tahap perencanaan taktik observasi, (4) tahap observasi pengajaran, (5) tahap analisis proses pembelajaran, (6) tahap perencanaan taktik pertemuan, (7) tahap pertemuan, dan (8) tahap penjajakan planning pertemuan berikutnya.
Menurut Mosher dan Purpel (1972) ada tiga acara dalam proses supervisui klinik, yaitu (1) tahap perencanaan, (2) tahap observasi, dan (3) tahap penilaian dan analisis. Menurut Oliva (1984) ada tiga acara esensial dalam proses supervisi klinik, yaitu (1) kontak dan komunikasi dengan guru untuk merencanakan observasi kelas (2) observasi kelas, dan (3) tindak lanjut observasi kelas. Sedangkan berdasarkan Goldhammer, Anderson, dan Krajewski (1981) ada lima kegiatan dalam proses supervisi klinik, yang disebutnya dengan sequence of supervision, yaitu (1) pertemuan sebelum observasi (2) observasi, (3) analisis dan strategi, (4) pertemuan supervisi, dan (5) analisis setelah pertemuan supervisi.
Demikianlah, walaupun berbeda deskripsi pada para teriotisi di atas ihwal langkah-langkah proses supervisi klinik, bekerjsama langkah-langkah ini bisa dikembalikan pada tiga tahap esensial yang berbentuk siklus, yaitu (1) tahap pertemuan awal, (2) tahap observasi mengajar, dan (3) tahap pertemuan balikan. Dalam buku ajar  sederhana ini penulis lebih cenderung membagi siklus supervisi klinik menajdi tiga tahap juga sebagaimana tersebut di atas. Deskripsi demikian juga dikemukakan oleh Acheson dan Gall (1987), Alexander Mackie College of advanced Education (1981) dan Mantja (1984).

1.     Tahap Pertemuan Awal

     Tahap pertama dalam proses supervisi klinik yakni tahap pertemuan awal (preconference). Pertemuan awal ini dilakukan sebelum melaksanakan observasi kelas sehingga banyak juga para teoritisi supervisi klinik yang menyebutkan dengan istilah tahap pertemuan sebelum observasi (preobservation Conference). Menurut Sergiovanni (1987) tidak ada tahap yang lebih penting daripada tahap pertemuan awal ini.
     Tujuan utama pertemuan awal ini yakni untuk mengembangkan, bersama antara supervisor dan guru, kerangka kerja observasi kelas yang akan dilakukan. Hasil final pertemuan awal ini yakni akad (contract) kerja antara supervisor dan guru. Tujuan ini bisa dicapai apabila dalam pertemuan awal ini tercipta kerja sama, kekerabatan kemanusian dan komunikasi yang baik antara supervisor dengan guru. Selanjutnya kualitas hubngan yang baik antara supervisor dan guru mempunyai efek signifikan terhadap kesuksesan tahap berikutnya dalam proses supervisi klinik. Oleh lantaran itu para teoritisi banyak menyarankan semoga pertemuan awal ini, dilaksanakan secara rileks dan terbuka. Perlu sekali diciptakan kepercayaan guru terhadap supervisor, lantaran kepercayaan ini akan mensugesti efektivitas pelaksanaan pertemuan awal ini. Kepercayaan ini berkenaan dengan kenyakinan guru bahwa supervisor memperhatikan minat atau perhatian guru.
     Pertemuan pendahuluan ini tidak membutuhkan waktu yang lama. Dalam pertemuan awal ini supervisor bisa memakai waktu 20 hingga 30 menit, kecuali jikalau guru mempunyai permasalahan khusus yang membutuhkan diskusi panjang. Pertemuan ini sebaiknya dilaksanakan di satu ruangan yang netral, contohnya kafetaria, atau bisa juga di kelas. Pertemuan di ruang kepala sekolah atau supervisor kemungkinannya akan membuat guru menjadi tidak bebas. Secara teknis, ada delapan kegiatan yang harus dilaksanakan dalam pertemuan awal ini, yaitu (1) membuat suasana yang bersahabat dan terbuka, (2) mengidentifikasi aspek-aspek yang akan dikembangkan guru dalam pengajaran. (3) menerjemahkan perhatian guru ke dalam tingkah laris yang bisa diamati, (4) mengidentifikasi mekanisme untuk memperbaiki pengajaran guru, (5) membantu guru memperbaiki tujuannya sendiri (6) memutuskan waktu observasi kelas, (7) menyeleksi instrumen observasi kelas, dan (8) memperjelas konteks pengajaran dengan melihat data yang akan direkam.
     Goldhammer, Anderson, dan Krajewski (1981) mendeskripsikan satu acara yag harus dihasilkan pada final pertemuan awal. Agenda tersebut yakni :
a.     Menetapkan kontrak atau persetujuan antara supervisor dan guru ihwal apa saja yang akan diobservasi.
1)     Tujuan instruksional umum dan khusus pengajaran
2)     Hubungan tujuan pengajaran dengan keseluruhan acara pengajaran yang diimplementasikan.
3)     Aktivitas yang akan diobservasi
4)     Kemungkinan perubahan formal aktivitas, sistem, dan unsur-unsur lain berdasarkan persetujuan interaktif antara supervisor dan guru.
5)     Deskripsi spesifik butir-butir atau masalah-masalah yang balikannya diinginkan guru.
b.     Menetapkan mekanisme atau aturan-aturan observasi mencakup :
1)     Waktu (jadwal) observasi
2)     Lamanya observasi
3)     Tempat observasi
c.      Menetapkan planning spesifik untuk melaksanakan observasi meliputi:
1)     Dimana supervisor akan duduk selama observasi
2)     Akankah supervisor menjelaskan kepada murid-murid mengenai tujuan observasinya jikalau demikian, kapan sebelum ataukah setelah pelajaran.
3)     Akankah supervisor mencari satu tindakan khusus.
4)     Akankah supervisor berinteraksi dengan murid-murid
5)     Perlukah adanya material atau persiapan khusus
6)     Bagaimanakah supervisor akan mengakhiri observasi

2.     Tahap Observasi Pembelajaran

Tahap kedua dalam proses supervisi klinik yakni tahap observasi mengajar secara sistematis dan obyektif. Perhatian observasi ini ditujukan pada guru dalam bertindak dan kegiatan-kegiatan kelas sebagai hasil tindakan guru. Waktu dan tempat observasi mengajar ini sesuai dengan akad bersama antara supervisor dan guru pada waktu mengadakan pertemuan awal.
Observasi mengajar, mungkin akan terasa sangat kompleks dan sulit, dan tidak jarang adanya supervisor yang mengalami kesulitan. Dengan demikian supervisor dituntut untuk memakai majemuk ketrampilan. Menurut Daresh (1989) ada dua aspek yang harus diputuskan dan dilaksanakan oleh supervisor sebelum dan setelah melaksanakan observasi mengajar, yaitu memilih aspek-aspek yang akan diobservasi mengajar dan bagaimana cara mengobservasinta.Aspek-aspek yang akan diobservasi harus sesuai dengan hasil diskusi antara supervisor dan guru pada waktu pertemuan awal. Aliva (1984) menegaskan sebagai berikut :
If we follow through with the cycle of clinical supervisor the teacher and supervisor in the preobservation conference have decided on the specific behaviors of teacher and students which the supervisor will observe. The supervisor concentrates on the presence or absence of the spesific behaviors (Oliva : 1984, halaman 502).
Sedangkan mengenai bagaimana mengobservasi juga perlu mendapatkan perhatian. Maksud baik supervisi akan tidak berarti apabila usaha-usaha observasi tidak bisa memperoleh data yang seharusnya diperoleh. Tujuan utama pengumpulan data yakni untuk memperoleh informasi yang nantinya akan dipakai untuk mengadakan tukar pikiran dengan guru setelah observasi acara yang telah dilakukan di kelas. Di sinilah letak pentingnya teknik dan instrumen oberservasi yang bisa dipakai untuk mengobservasi guru mengelola proses berguru mengajar.
Sehubungan dengan teknik dan instrumen ini, bekerjsama pada peneliti telah banyak yang membuatkan majemuk teknik yang bisa dipakai dalam mengobservasi  pengajaran. Acheson dan Gall (1987)  mereview beberapa teknik dan mengajurkan kita untuk menggunakannya dalam proses supervisi klinis beberapa teknik tersebut yakni sebagai berikut:
a.      Selective verbatim. Di sini supervisor membuat semacam rekaman tertulis, yang bisa dibentuk dengan a verbatim transcript. Sudah barang tentu tidak semua insiden lisan harus direkam dan sesuai dengan akad bersama antara supervisor dan guru pada pertemuan awal, hanya kejadian-kejadian tertentu yang harus direkam secara selektif. Transkrip ini bisa ditulis pribadi berdasarkan pengamatan dan bisa juga menyalin dari apa yang direkam terlebih dahulu melalui tape recorder.
b.      Rekaman observasional berupa a seating chart. Di sini, supervisor mendokumentasikan perilaku-perilaku murid-murid sebagaimana mereka berinteraksi dengan seorang guru selama pengajaran berlangsung. Seluruh kompleksitas sikap dan interaksi di deskripsikan secara bergambar. Melalui penggunaan a seating chart ini, supervisor bisa mendokumentasikan secara grafis interaksi guru dengan murid-murid dengan murid. Sehingga dengan gampang diketahui apakah guru hanya berinteraksi dengan semua murid atau hanya dengan sebagian murid, apakah semua murid atau hanya sebagian murid yang terlibat proses berguru mengajar.
c.      Wide-lens techniques. Di sini supervisor membuat catatan yang lengkap mengenai kejadian-kejadian di kelas dan dongeng yang panjang lebar. Teknik ini bisa juga disebut dengan anecdotal record.
d.      Checkliss and timeline coding. Di sini supervisor mengobservasi dan mengumpulkan data sikap berguru mengajar.Perilaku pembelajaran ini sebelumnya telah diklasifikasi atau dikategorikan. Contoh yang paling baik mekanisme ini dalam observasi supervisi klinik yakni skala analisis interaksi Flanders (Flanders; 1970). Dalam analisis ini, acara kelas diklasifikasikan menjadi tiga kategori besar, yaitu pembicaraan guru, pembicaraan murid dan tidak ada pembicaraan (silence), Tabel 4.1 merupakan satu pola analisis interaksi Flanders.

Tabel 4.1  Kategori Analisis Interaksi Franders








Guru Berbicara
Respons
1.    Perasaan menerima. Menerima dan mengklasi- fikasi sikap/perasaan murid dalam cara yang tidak menakutkan. Perasaan ini bisa positif atau negatif.
2.    Penghargaan dan dorongan.Penghargaan dan dorongan terhadap murid, contohnya dengan menyampaikan “um hum” atau teruskan. Ini merupakan upaya menghindari ketegangan.
3.    Menerima atau memakai ilham murid. Menjawab pembicaraan murid. Mengklasifikasi, membangun, atau mengajukan pertanyan berdasarkan ide-ide murid.

4.    Bertanya. Bertanya ihwal isi dan prosedur, berdasarkan ilham guru, dengan maksud murid akan menjawabnya.
Inisiasi
5.    Berceramah. Mengemukakan fakta atau opini ihwal isi atau prosedur: mengekspresikan idenya sendiri, memebrikan klarifikasi sendiri
6.    Memberikan petunjuk. Memberi petunjuk, komando, perintah, di mana murid melakukan
7.    Mengkritik. Mengemukakan sesuatu untuk mengubah sikap murid dari pola yang tak diterima menjadi pola yang diterima.

Respons
8.    Murid berbicara-merespons. Murid berbicara untuk merespons kontak guru yang situasinya terbatas


9.    Murid berbicara-inisiasi. Murid mengemukakan idenya baik secara impulsif maupun dalam sosia lisasi guru. Kebebasan membuatkan opini/ pemikiran; berjalan di luar struktur yang ada.

Inisiasi
10. Kesunyian atau kebingungan. Istirahat, kesunyian sebentar, kebingunan lantaran komunikasi tidak bisa dimengerti pengamat.
Sumber: Acheson, K.A dan Gall, M.D.1987. Techniques in the the Clinical Supervision of Teachers. White Plains, N.Y., Longman

Checklist lainnya yang bisa dipakai untuk mengarahkan observasi pengajaran yakni apa yang disebut dengan istilah timeline coding technique yang telah dikembangkan semenjak 20 tahun yang lalu, yang memang didesain untuk mempelajari taktik pengajaran. Di sini, supervisor mencatat sikap guru maupun murid dalam waktu-waktu tertentu yang telah ditetapkan sebelumnya selama waktu-waktu tertentu ditetapkan sebelumnya disediakan selama proses pembelajaran. Teknik ini bisa disediakan data terhadap guru yang mereka rasa harus diobservasi dan dikembangkan. Instrumen ini bisa mengarahkan supervisor dalam observasinya dan menyediakan balikan yang spesifik dalam penjabaran waktu yang diinginkan.
Demikianlah beberapa teknik yang telah direview oleh Acheson dan Gall telah dikemukakan, bisa dipakai untuk mengarahkan dan mempermudah tahap observasi dalam proses supervisi klinik. Supervisor yang efektif seha- rusnya menyadari adanya beberapa teknik ini dan berusaha mempunyai satu atau lebih teknik sesuai dengan perhatian guru yang akan diobservasi. Namun sayangnya, menurut  Daresh (1989), dengan melihat dari waktu ke waktu, yang terjadi justru sebaliknya. Dan banyak hal, supervisor hanya berguru satu teknik observasi yang disukainya, contohnya teknik analisis Interaksi Flanders, dan menggunakannya setiap teknik mempunyai kelebihan dan kekurangan. Akan tetapi kelebihan-hkelebihan setiap teknik dengan cepat akan hilang apabila supervisor lebih berwawasan terhadap hanya satu teknik yang dipahami dan disukai dengan tidak mengikuti perhatian pengajaran guru.

3.     Tahap Pertemuan Balikan

Tahap ketiga dalam proses supervisi klinik yakni tahap pertemuan balikan. Pertemuan balikan dilakukan segera setelah melaksanakan observasi pengajaran, dengan terlebih dahulu dilakukan analisis terhadap hasil observasi. Tujuan utama pertemuan balikan ini yakni ditindaklanjuti apa saja yang dilihat oleh supervisor, sebagai onserver, terhadap proses berguru mengajr. Pembicaraan dalam pertemuan balikan ini yakni ditekankan pada identifikasi dan analisis persamaan dan perbedaan antara sikap guru dan murid yang direncanakan dan sikap nyata guru dan murid, serta membuat keputusan ihwal apa dan bagaimana yang seharusnya akan dilakukan sehu- bungan dengan perbedaan yang ada.
Pertemuan balikan ini merupakan tahap yang penting untuk mengem- bangkan sikap guru dengan cara menawarkan balikan tertentu. Balikan ini harus deskriptif, spesifik, konkrit, bersifat memotivasi, aktual, dan akurat sehingga betul-betul bermanfaat bagi guru (Sergiovanni, 1987). Paling tidak ada lima manfaat pertemuan balikan bagi guru,s ebagaimana dikemukakan oleh Goldhammer, Anderson, dan Krajewski (1981), yaitu , (1) guru bisa diberik penguatan dan kepuasan, sehingga bisa termotivasi dalam kerjanya, (2) isu-isu dalam pengajaran bisa didefinisikan bersama supervisor dan guru dengan tepat, (3) supervisor bila mungkin dan perlu, bisa berupaya mengintervensi secara pribadi guru untuk menawarkan pinjaman didaktis dan bimbingan, (4) guru bisa dilatih dengan teknik ini untuk melaksanakan supervisi terhadap dirinya sendiri, dan (5) guru busa diberi pengetahuan embel-embel untuk meningkatkan tingkat analisis profesional diri pada masa yang akan datang.
Tentunya sebelum mengadakan pertemuan balikan ini supervisor terlebih dahulu menganalisa hasil observasi dan merencanakan materi yang akan dibicarakan dengan guru. Begitu pula diharapkan guru menilai dirinya sendiri. Setelah itu dilakukan pertemuan balikan ini. Dalam pertemuan balikan ini sangat diharapkan adanya keterbukaan antara supervisor dan guru. Sebaiknya, pertama-tama supervisor menanamkan kepercayaan pada diri guru bahwa pertemuan balikan ini bukan untuk menyalahkan guru melainkan untuk menawarkan masukan balikan. Oleh lantaran banyak para teoritisi yang menganjurkan semoga pertama-tama yang harus dilakukan oleh supervisor dalam setiap pertemuan balikan yakni menawarkan penguatan (reinforcement) terhadap guru. Baru setelah melanjutkan dengan analisis bersama setiap aspek pengajaran yang menjadi perhatian supervisi klinis. Berikut ini beberapa langkah penting yang harus dilakukan selama pertemuan balikan.
a.      Menanyakan perasaan guru secara umum atau akhirnya terhadap pengajaran yang dilakukan, kemudian supervisor berusaha menawarkan penguatan (reinforcement).
b.      Menganalisa pencapaian tujuan pengajaran. Di sini supervisor bersa- ma guru mengidentifikasi perbedaan antara tujuan pengajaran yang direncanakan dan tujuan pengajaran yang dicapai.
c.      Menganalisa sasaran keterampilan dan perhatian utama guru. Di sini (supervisor bersama guru mengidentifikasi sasaran ketrampilan dan perhatian utama yang telah dicapai dan yang belum dicapai. Bisa jadi pada ketika ini supervisor memperlihatkan hasil rekaman observasi, sehingga guru mengetahui apa yang telah dilakukan dan dicapai, dan yang belum sesuai dengan sasaran ketrampilan dan perhatian utama guru sebagaimana disepakati pada tahap pertemuan awal. Apabila dalam kegiatan observasi supervisor merekam proses berguru mengajar dengan alat elektronik, contohnya dengan memakai alat syuting, maka sebaiknya hasil rekaman ini dipertontonkan kepada guru sehingga ia dengan bebas melihat dan menafsirkannya sendiri.
d.      Supervisor menanyakan perasaannya setelah enganalisis sasaran keterampilan dan perhatian utamanya.
e.      Menyimpulkan hasil dari apa yang telah diperolehnya selama proses supervisi klinik. Disini supervisi menawarkan kesempatan kepada guru untuk menyimpulkan sasaran keterampilan dan perhatian utamanya yang telah dicapai selama proses supervisi klinis.
f.       Mendorong guru untuk merencanakan latihan-latihan berikut sekaligus memutuskan planning berikutnya.
Demikian tiga pokok dalam proses supervisi klinik. Ketiga tahap ini bekerjsama berbentuk siklus, yaitu tahap pertemuan awal, tahap observasi mengajar, dan tahap pertemuan balikan. Rincian ketiga tahap ini telah dibahas di muka, dan terangkum dalam gambar berikut ini.
 
Siklus Supervisi Klinik (Klinis)

Sumber :        Didapatkan dari Alexander Mackie. 1981. Supervision Of Practice Teaching. Sydney, Australia: Primary, p. 2.

Dalam pelaksanaan supervisi klinik sangat diharapkan iklim kerja yang baik dalam pertemuan awal, observasi pengajaran, maupun dalam pertemuan balikan. Faktor yang sangat memilih keberhasilan supervisi klinik sebagai satu pendekatan supervisi pengajaran yakni kepercayaan (trust) pada guru bahwa kiprah supervisor semata-mata untuk membantu  mengembangkan pengajaran guru. Upaya memperoleh kepercayaan guru ini memerlukan satu iklim kerja yang oleh para teoritisi disebut dengan istilah kolegial (collegial). Pelaksanaan supervisi klinik bisa dikatakan telah mempunyai iklim kolegial apabila antara supervisor dan guru bukan” … Something that a superordinate (an direktur or supervisor, for example) does to a teacher, but as a peer-to-peer activity” (Daresh : 1989, halaman 218). Di samping ini, untuk melaksanakan supervisi klinik sangat diharapkan kesediaan supervisor dan guru untuk meluangkan waktunya. Setiap pelaksanaan supervisi klinik akan memerlukan waktu yang lama.





= Baca Juga =



Related : Pengertian Supervisi Klinik Dan Langkah-Langkah Supervisi Klinik

0 Komentar untuk "Pengertian Supervisi Klinik Dan Langkah-Langkah Supervisi Klinik"

DUKUNG KAMI

SAWER Ngopi Disini.! Merasa Terbantu Dengan artikel ini? Ayo Traktir Kopi Dengan Cara Berbagi Donasi. Agar Kami Tambah Semangat. Terimakasih :)