Metode Dan Teknik Supervisi Akademik

METODE DAN TEKNIK SUPERVISI AKADEMIK


Apa dan bagaimana Metode dan teknik Supervisi Akademik? Tugas  pengawas satuan pendidikan  mencakup pengawasan atau supervisi manajemen dan pengelolaan (manajerial) sekolah sekaligus supervisi akademik atau pembelajaran. Karena fokus kedua hal tersebut berbeda, maka metode dan teknik yang dipergunakan tentu berbeda pula. Berikut ini akan diuraikan perihal metode dan teknisk supervisi Akademik.

Supervisi akademik ditujukan untuk membantu guru meningkatkan pembelajaran, sehingga pada jadinya sanggup meningkatkan berguru siswa. Sesuai dengan tujuannya tersebut maka istilah yang sering digunakan yakni supervisi pengajaran (instructional supervision).

Terdapat beberapa metode dan teknik supervisi yang sanggup dilakukan pengawas. Metode-metode tersebut dibedakan antara yang bersifat individual dan kelompok. Pada setiap metode supervisi tentunya terdapat kekuatan dan kelamahan.

Ada majemuk teknik supervisi akademik dalam upaya pembi- naan kemampuan guru. Dalam hal ini meliputi pertemuan staf, kunjungan supervisi, buletin profesional, perpustakaan profesional, laboratorium kuriku- lum, evaluasi guru, demonstrasi pembelajaran, pengembangan kurikulum, pengambangan petunjuk pembelajaran, darmawisata, lokakarya, kunjungan antarkelas, bacaan profesional, dan survei masyarakat-sekolah. Sedangkan berdasarkan Gwyn, teknik-teknik supervisi itu bisa dikelompokkan menjadi dua kelompok, yaitu. teknik supervisi individual, danteknik supervisi kelompok.

1.  Teknik Supervisi Individual
Teknik supervisi individual di sini yakni pelaksanaan supervisi yang diberikan kepada guru tertentu yang mempunyai kasus khusus dan bersifat perorangan. Supervisor di sini hanya berhadapan dengan seorang guru yang dipandang mempunyai dilema tertentu. Teknik-teknik supervisi yang dikelompokkan sebagai teknik individual meliputi: kunjungan kelas, observasi kelas, pertemuan individual, kunjungan antarkelas, dan menilai diri sendiri. Berikut ini dijelaskan pengertian-pengertian dasarnya secara singkat satu persatu.

a.    Kunjungan Kelas
Kunjungan kelas yakni teknik training guru oleh kepala sekolah, pengawas, dan pembina lainnya dalam rangka mengamati pelaksanaan proses berguru mengajar sehingga memperoleh data yang diharapkan dalam rangka training guru. Tujuan kunjungan ini yakni semata-mata untuk menolong guru dalam mengatasi kesulitan atau kasus mereka di dalam kelas. Melalui kunjungan kelas, guru-guru dibantu melihat dengan terang masalah-masalah yang mereka alami. Menganalisisnya secara kritis dan mendorong mereka untuk menemukan alternatif pemecahannya. Kunjungan kelas ini bisa dilaksanakan dengan pemberitahuan atau tanpa pemberitahuan terlebih dahulu, dan bisa juga atas dasar usul dari guru itu sendiri.

Ada empat tahap kunjungan kelas. Pertama, tahap persiapan. Pada tahap ini, supervisor merencanakan waktu, sasaran, dan cara mengobservasi selama kunjungan kelas. Kedua, tahap pengamatan selama kunjungan. Pada tahap ini, supervisor mengamati jalannya proses pembelajaran berlangsung. Ketiga, tahap simpulan kunjungan.  Pada tahap ini, supervisor bersama guru mengadakan perjanjian untuk membicarakan hasil-hasil observasi, sedangkan tahap terakhir yakni tahap tindak lanjut. Ada beberapa kriteria kunjungan kelas yang baik, yaitu: (1) mempunyai tujuan-tujuan tertentu; (2) mengungkapkan aspek-aspek yang sanggup memperbaiki kemampuan guru; (3) memakai instrumen observasi tertentu untuk mendapatkan daya yang obyektif; (4) terjadi interaksi antara pembina dan yang dibina sehingga menjadikan sikap saling pengertian; (5) pelaksanaan kunjungan kelas tidak menganggu proses berguru mengajar; (6) pelaksanaannya diikuti dengan acara tindak lanjut

b.    Observasi Kelas
Observasi kelas secara sederhana bisa diartikan melihat dan memperhatikan secara teliti terhadap tanda-tanda yang nampak. Observasi kelas yakni teknik observasi yang dilakukan oleh supervisor terhadap proses pembelajaran yang sedang berlangsung. Tujuannya yakni untuk memperoleh data seobyektif mungkin mengenai aspek-aspek dalam situasi berguru mengajar, kesulitan-kesulitan yang dihadapi oleh guru dalam perjuangan memperbaiki proses berguru mengajar. Secara umum, aspek-aspek yang diamati selama proses pembelajaran yang sedang berlangsung adalah:
1)    usaha-usaha dan kegiatan guru-siswa dalam proses pembelajaran
2)    cara penggunaan media pengajaran
3)    reaksi mental para siswa dalam proses berguru mengajar
4)    keadaan media pengajaran yang digunakan dari segi materialnya.

Pelaksanaan observasi kelas ini melalui beberapa tahap, yaitu: (1) persiapan observasi kelas; (2) pelaksanaan observasi kelas; (3) penutupan pelaksanaan observasi kelas; (4) evaluasi hasil observasi; dan (5) tindak lanjut. Dalam melaksanakan observasi kelas ini, sebaiknya supervisor memakai instrumen observasi tertentu, antara lain berupa evaluative check-list, activity check-list.

c. Pertemuan Individual
Pertemuan individual yakni satu pertemuan, percakapan, dialog, dan tukar pikiran antara pembina atau supervisor guru, guru dengan guru, mengenai perjuangan meningkatkan kemampuan profesional guru. Tujuannya adalah: (1) menunjukkan kemungkinan pertumbuhan jabatan guru melalui pemecahan kesulitan yang dihadapi; (2) menyebarkan hal mengajar yang lebih baik; (3) memperbaiki segala kelemahan dan kekurangan pada diri guru; dan (4) menghilangkan atau menghindari segala prasangka yang bukan-bukan.
Swearingen (1961) mengklasifikasi jenis percakapan individual ini menjadi empat macam sebagai berikut
a.         classroom-conference, yaitu percakapan individual yang dilaksanakan di dalam kelas saat murid-murid sedang meninggalkan kelas (istirahat).
b.         office-conference. Yaitu percakapan individual yang dilaksanakan di ruang kepala sekolah atau ruang guru, di mana sudah dilengkapi dengan alat-alat bantu yang sanggup digunakan untuk menunjukkan klarifikasi pada guru.
c.         causal-conference. Yaitu percakapan individual yang bersifat informal, yang dilaksanakan secara kebetulan bertemu dengan guru
d.        observational visitation. Yaitu percakapan individual yang dilak- sanakan sehabis supervisor melaksanakan kunjungan kelas atau observasi kelas
Dalam percakapan individual ini supervisor harus berusaha mengem- bangkan segi-segi positif guru, mendorong guru mengatasi kesulitan-kesulitannya, dan menunjukkan pengarahan, hal-hal yang masih mewaspadai sehingga terjadi kesepakatan konsep perihal situasi pembelajaran yang sedang dihadapi.

d. Kunjungan Antar Kelas
Kunjungan antarkelas sanggup juga digolongkan sebagai teknik supervisi secara perorangan. Guru dari yang satu berkunjung ke kelas yang lain dalam lingkungan sekolah itu sendiri. Dengan adanya kunjungan antarkelas ini, guru akan memperoleh pengalaman gres dari teman sejawatnya mengenai pelaksanaan proses pembelajaran pengelolaan kelas, dan sebagainya.
Agar kunjungan antarkelas ini betul-betul bermanfaat bagi pengem- bangan kemampuan guru, maka sebelumnya harus direncanakan dengan sebaik-baiknya. Ada beberapa hal yang harus diperhatikan oleh supervisor apabila memakai teknik ini dalam melaksanakan supervisi bagi guru-guru.
a.      Guru-guru yang akan dikunjungi harus diseleksi dengan sebaik-baiknya. Upayakan mencari guru yang memang bisa menunjukkan pengalaman gres bagi guru-guru yang akan mengunjungi.
b.      Tentukan guru-guru yang akan mengunjungi.
c.      Sediakan segala akomodasi yang diharapkan dalam kunjungan kelas.
d.      Supervisor hendaknya mengikuti acara ini dengan cermat. Amatilah apa-apa yang ditampilkan secara cermat, dan mencatatnya pada format-format tertentu.
e.      Adakah tindak lanjut sehabis kunjungan antarkelas selesai. Misalnya dalam bentuk percakapan pribadi, penegasan, dan tunjangan tugas-tugas tertentu.
f.       Segera aplikasikan ke sekolah atau ke kelas guru bersangkutan, dengan menyesuaikan pada situasi dan kondisi yang dihadapi.
g.      Adakan perjanjian-perjanjian untuk mengadakan kunjungan antar kelas berikutnya.

e.  Menilai Diri Sendiri
Menilai diri sendiri merupakan satu teknik individual dalam supervisi pendidikan. Penilaian diri sendiri merupakan satu teknik pengembangan profesional guru (Sutton, 1989). Penilaian diri sendiri menunjukkan informasi secara obyektif kepada guru perihal peranannya di kelas dan menunjukkan kesempatan kepada guru mempelajari metoda pengajarannya dalam mensugesti murid (House, 1973). Semua ini akan mendorong guru untuk menyebarkan kemampuan profesionalnya (DeRoche, 1985; Daresh, 1989; Synder & Anderson, 1986).
Nilai diri sendiri merupakan kiprah yang tidak gampang bagi guru. Untuk mengukur kemampuan mengajarnya, di samping menilai murid-muridnya, juga menilai dirinya sendiri. Ada beberapa cara atau alat yang sanggup digunakan untuk menilai diri sendiri, antara lain sebagai berikut.
a.      Suatu daftar pandangan atau pendapat yang disampaikan kepada murid-murid untuk menilai pekerjaan atau suatu aktivitas. Biasanya disusun dalam bentuk pertanyaan baik secara tertutup maupun terbuka, dengan tidak perlu menyebut nama.
b.      Menganalisa tes-tes terhadap unit kerja.
c.      Mencatat kegiatan murid-murid dalam suatu catatan, baik mereka bekerja secara perorangan maupun secara kelompok.


2.  Teknik Supervisi Kelompok
Teknik supervisi kelompok yakni satu cara melaksanakan acara supervisi yang ditujukan pada dua orang atau lebih. Guru-guru yang diduga, sesuai dengan analisis kebutuhan, mempunyai kasus atau kebutuhan atau kelemahan-kelemahan yang sama dikelompokkan atau dikumpulkan menjadi satu/bersama-sama. Kemudian kepada mereka diberikan layanan supervisi sesuai dengan permasalahan atau kebutuhan yang mereka hadapi. Menurut Gwynn, ada tiga belas teknik supervisi kelompok, sebagai berikut.
a)    Kepanitiaan-kepanitiaan
b)    Kerja kelompok
c)    Laboratorium kurikulum
d)    Baca terpimpin
e)    Demonstrasi pembelajaran
f)     Darmawisata
g)    Kuliah/studi
h)   Diskusi panel
i)     Perpustakaan jabatan
j)      Organisasi profesional
k)    Buletin supervisi
l)     Pertemuan guru
m) Lokakarya atau konferensi kelompok

Teknik supervisi kelompok ini tidak akan dibahas satu persatu, lantaran sudah banyak buku yang secara khusus membahasnya. Satu hal yang perlu ditekankan di sini bahwa tidak ada satupun di antara teknik-teknik supervisi kelompok di atas yang cocok atau bisa diterapkan untuk semua training dan guru di sekolah. Artinya, akan ditemui oleh kepala sekolah adanya satu teknik tertentu yang cocok diterapkan untuk membina seorang guru tetapi tidak cocok diterapkan pada guru lain. Oleh alasannya yakni itu, seorang kepala sekolah harus bisa tetapkan teknik-teknik mana yang sekiranya bisa membina keterampilan pembelajaran seorang guru.
Menetapkan teknik-teknik supervisi akademik yang sempurna tidaklah mudah. Seorang  pengawas , selain harus mengetahui aspek atau bidang keterampilan yang akan dibina, juga harus mengetahui karakteristik setiap teknik di atas dan sifat atau kepribadian guru, sehingga teknik yang digunakan betul-betul sesuai dengan guru yang sedang dibina melalui supervisi akademik. Sehubungan dengan kepribadian guru, Lucio dan McNeil (1979) menyarankan biar kepala sekolah mempertimbangkan enam faktor kepribadian guru, yaitu kebutuhan guru, minat guru, talenta guru, temperamen guru, sikap guru, dan sifat-sifat somatic guru.

3.  Langkah-langkah Pembinaan Kemampuan Guru
Ada lima langkah training kemampuan guru melalui supervisi akademik, yaitu: (1) membuat hubungan-hubungan yang harmonis, (2) analisis kebutuhan, (3) menyebarkan taktik dan media, (4) menilai, dan (5) revisi

a.  Menciptakan Hubungan yang Harmonis.
Langkah pertama dalam training keterampilan pembelajaran guru yakni membuat korelasi yang serasi antara pengawas dan guru, serta semua pihak yang terkait dengan acara training keterampilan pembelajaran guru. Dalam upaya melaksanakan supervisi akademik memang diharapkan kejelasan informasi antar personil yang terkait. Tanpa kejelasan informasi, guru akan kebingungan, tidak tahu yang diharapkan kepala sekolah, dan meyakini bahwa tujuan pokok dalam pengukuran kemampuan guru, sebagai langkah awal setiap training keterampilan pembelajaran melalui supervisi akademik, yakni hanya untuk mengidentifikasi guru yang baik dan yang  kurang terampil dalam mengajar. Padahal seandainya ada kejelasan informasi, tentu tidak akan terjadi guru yang demikian.

Komunikasi antara kepala sekolah dan guru dikatakan efektif apabila guru benar-benar mendapatkan supervisi akademik sebagai upaya training kemampuannya. Dalam upaya ini, diharapkan kejelasan informasi mengenai hakikat dan tujuan supervisi akademik. Dalam upaya memperjelas acara supervisi akademik, tentu diharapkan suatu cara dan prinsip-prinsip tertentu dalam berkomunikasi. Bagaimanakah berkomunikasi secara efektif. Ada sejumlah prinsip komunikasi yang harus diterapkan oleh kepala sekolah, sebagaimana dikemukakan oleh Marks, Stoops dan Stoops, sebagai berikut.
1)    Berbicaralah sebijaksana dan sebaik mungkin
2)    Ikutilah pembicaraan orang lain secara saksama
3)    Ciptakan korelasi interpersonal antar personil
4)    Berpikirlah sebelum berbicara
5)    Ikutilah norma-norma yang berlaku pada latar sekolah
6)    Usahakanlah untuk memahami pendapat orang lain
7)    Konsentrasikan pada pesanmu, bukan pada dirimu sendiri
8)    Kumpulkan bahan untuk mengadakan diskusi jika perlu
9)    Persingkat pembicaraan
10) Ciptakan ketidaksanggupan
11) Bersemangatlah
12) Raihlah sikap orang lain untuk membantu program
13) Berkomunikasilah dengan “eye communication”
14) Selalu mencoba
15) Jadilah pendengar yang baik
16) Ketahuilah kapan sebaiknya berhenti berkomunikasi

b. Analisis Kebutuhan
Sebagai langkah kedua dalam training keterampilan pengajaran guru yakni analisis kebutuhan (needs assessment). Secara hakiki, analisis kebutuhan merupakan upaya menentukan perbedaan antara pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang dipersyaratkan dan yang secara positif dimiliki. Prinsip supervisi pengajaran yang ketujuh, sebagaimana telah dikemukakan di muka, yakni obyektif, artinya dalam penyusunan acara supervisi pengajaran harus didasarkan pada kebutuhan positif pengembangan profesional guru. Dalam upaya memenuhi prinsip ini diharapkan analisis kebutuhan perihal keterampilan pengajaran guru yang harus dikembangkan melalui supervisi pengajaran. Adapun langkah-langkah menganalisis kebutuhan sebagai berikut.
1)    Mengidentifikasi kebutuhan-kebutuhan atau masalah-masalah pendidikan – perbedaan (gap) apa saja yang ada antara pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang positif dimiliki guru dan yang seharusnya dimiliki guru? Perbedaan di kelompok, disintesiskan, dan diklasifikasi.
2)    Mengidentifikasi lingkungan dan hambatan-hambatannya.
3)    Menetapkan tujuan umum jangka panjang.
4)    Mengidentifikasi tugas-tugas manajemen yang dibutuhkan fase ini, menyerupai keuangan, sumber-sumber, perlengkapan dan media.
5)    Mencatat prosedur-prosedur untuk mengumpulkan informasi perhiasan perihal pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang dimiliki guru. Pergunakanlah teknik-teknik tertentu, menyerupai mengundang konsultan dari luar sekolah, wawancara, dan kuesioner.
6)    Mengidentifikasi dan mencatat kebutuhan-kebutuhan khusus training keterampilan pembelajaran guru. Pergunakanlah kata-kata sikap atau performansi.
7)    Menetapkan kebutuhan-kebutuhan training keterampilan pembelajaran guru yang bisa dibina melalui teknik dan media selain  pendidikan.
8)    Mencatat dan memberi kode kebutuhan-kebutuhan training keterampilan pembelajaran guru yang akan dibina melalui cara-cara lainnya.

c. Pelaksanaan Supervisi Akademik
Setelah tujuan-tujuan training keterampilan pengajaran berdasarkan kebutuhan-kebutuhan training yang diperoleh melalui analisis kebutuhan di atas, kepala sekolah menganalisis setiap tujuan untuk menentukan bentuk-bentuk teknik dan media supervisi akademik yang akan digunakan. Menurut Gwynn (1961), teknik-teknik supervisi jika dikelompokkan menjadi dua kelompok, yaitu teknik supervisi individual dan teknik supervisi kelompok. Tujuan pengembangan taktik dan media supervisi akademik ini yakni sebagai berikut.
1)    Mendaftar pembinaan-pembinaan keterampilan pengajaran yang akan dilakukan dengan memakai teknik supervisi individual.
2)    Mendaftar training keterampilan pengajaran yang akan dilakukan melalui teknik supervisi kelompok.
3)    Mendaftar mengidentifikasi dan menentukan teknik dan media supervisi yang siap digunakan untuk membina keterampilan pengajaran guru yang diperlukan.
     
Setelah menyebarkan teknik dan media supervisi akademik, mulailah dilakukan training keterampilan pembelajaran guru dengan memakai teknik dan media tertentu sebagaimana telah dikembangkan. Mengenai teknik-teknik supervisi, baik yang individual maupun kelompok, dan medianya akan diuraikan secara khusus pada simpulan cuilan ini.

d.    Penilaian Keberhasilan Supervisi Akademik
     
Penilaian merupakan proses sistematik untuk menentukan tingkat keberhasilan yang dicapai. Dalam konteks supervisi akademik, evaluasi merupakan proses sistematik untuk menentukan tingkat keberhasilan yang dicapai dalam training keterampilan pembelajaran guru. Tujuan evaluasi training keterampilan pembelajaran yakni untuk: (1)  menentukan apakah pengajar (guru) telah mencapai kriteria pengukuran sebagaimana dinyatakan dalam tujuan pembinaan, dan (2) untuk menentukan validitas teknik training dan komponen-komponennya dalam rangka perbaikan proses training berikutnya.
     
Prinsip dasar dalam merancang dan melaksanakan acara evaluasi yakni bahwa evaluasi harus mengukur performansi atau sikap yang dispesifikasi pada tujuan supervisi akademik guru. Langkah-langkahnya yakni sebagai berikut.
1)    Katakan dengan terang teknik-teknik penilaian.
2)    Tulislah masing-masing tujuan.
3)    Pilihlah atau kembangkan instrumen-instrumen pengukuran yang secara efektif bisa menilai hasil yang telah dispesifikasi.
4)    Uji lapangan untuk mengetahui validitasnya.
5)    Organisasikan, analisis, dan rangkumlah hasilnya.

e.    Perbaikan Program Supervisi Akademik
     
Sebagai langkah terakhir dalam training keterampilan pengajaran guru yakni merevisi acara pembinaan. Revisi ini dilakukan seperlunya, sesuai dengan hasil evaluasi yang telah dilakukan. Langkah-langkahnya sebagai berikut.
a.      Me-review rangkuman hasil penilaian.
b.      Apabila ternyata tujuan training keterampilan pengajaran guru tidak dicapai, maka sebaiknya dilakukan evaluasi ulang terhadap pengetahuan, keterampilan dan sikap guru yang menjadi tujuan pembinaan.
c.      Apabila ternyata memang tujuannya belum tercapaim maka mulailah merancang kembali acara supervisi akademik guru untuk masa berikutnya.
d.      Mengimplementasikan acara training yang telah dirancang kembali pada masa berikutnya.

4.   Media, Sarana, dan Sumber

Dalam setiap training keterampilan pembelajaran guru dengan memakai teknik supervisi akademik tertentu diharapkan media, sarana, maupun sumber-sumber tertentu. Apabila digunakan teknik buletin supervisi dalam membina keterampilan pembelajaran guru, maka diharapkan buletin sebagai media atau sumbernya. Apabila digunakan teknik darmawisata dan membina guru maka diharapkan kawasan tertentu sebagai sumber belajarnya. Apabila digunakan perpustakaan jabatan sebagai pusat training keterampilan pembelajaran guru maka diharapkan buku-buku, ruang khusus, dan sarana khusus, sebagai sarana dan sumber belajar. Demikianlah seterusnya untuk teknik-teknik supervisi akademik lainnya, semuanya memerlukan media, sarana, dan sumber sebagai penunjang pelaksanaannya.


5.  Instrumen Pengukuran Kemampuan Guru

Pada cuilan awal telah ditegaskan bahwa esensial supervisi akademik itu sama sekali bukan mengukur unjuk kerja guru dalam mengelola proses pembelajaran, melainkan bagaimana membantu guru menyebarkan kemampuan profesionalnya. Meskipun demikian, supervisi akademik tidak bisa terlepas dari pengukuran kemampuan guru dalam mengelola proses pembelajaran. Pengukuran kemampuan guru dalam mengelola proses pembelajaran merupakan salah satu kegiatan yang tidak bisa dihindarkan dalam proses supervisi pembelajaran (Sergiovanni, 1987). Prinsip dasar ini tampak terang sekali pada langkah-langkah training keterampilan pembelajaran guru. Menurut Marks, Stoops dan Stoops, sebagaimana telah dibahas di muka, di mana salah satu langkahnya berupa analisis kebutuhan. Esensial langkah atau fase analisis kebutuhan ini yakni mengukur pengetahuan dan kemampuan untuk menentukan pengetahuan dan kemampuan mana pada guru yang harus dibina. Ini berarti dalam setiap merencanakan dan memprogram supervisi akademik selalu diharapkan instrumen pengukuran.

Instrumen pengukuran ini, baik pengetahuan maupun kemampuan, jika berupa tes-tes tertentu yang secara valid dan reliabel bisa mengukur pengetahuan dan kemampuan guru dalam mengelola proses pembelajaran. Khusus untuk mengukur kemampuan guru, lantaran lebih berbentuk performansi atau sikap (behavioral), biasanya digunakan instrumen observasi yang mengamati unjuk kerja guru dalam mengelola proses pembelajaran. Instrumen ini banyak diambil dari yang sudah ada, yang sudah valid dan reliabel, maupun dikembangkan sendiri oleh supervisor. Apabila kepala sekolah ingin menyebarkan sendiri instrumen observasi maka disarankan biar merujuk kepada jenis-jenis kemampuan pembelajaran yang menang harus dimiliki oleh guru. Setiap jenis kemampuan yang dikembangkan dalam instrumen observasi harus disediakan skala pengukuran. Ada majemuk skala pengukuran, contohnya skala tigas, skala lima, dan skala tujuh. Apabila digunakan skala tiga, maka bentuknya menjadi tidak bisa (1) cukup bisa (2) dan bisa (3). Apabila diguna- kan skala lima, maka bentuknya menjadi sangat kurang bisa (1) kurang bisa (2) cukup bisa (3) bisa (4) dan sangat bisa (5). Nantinya apabila telah digunakan, maka semakin kecil skor kemampuannya (kategori kemampuannya) berarti semakin perlu dibina. Semakin rendah skornya berarti guru semakin tidak bisa mengelola proses pembelajaran.

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI pernah menyebarkan satu instrumen pengukuran yang disebut dengan Alat Penilaian Kemampuan Guru (APKG). APKG ini merupakan instrumen yang kembangkan dan resmi digunakan untuk mengukur kemampuan guru yang bersifat generic essensial. Dikatakan generic lantaran kemampuan tersebut secara umum harus dimiliki oleh setiap guru bidang studi apapun. Dikatakan essential lantaran kemampuan tersebut merupakan kemampuan-kemampuan yang penting saja. Ini tidak berarti bahwa kemampuan yang lain tidak perlu melainkan masih sangat diharapkan hanya harus diukur melalui instrumen lainnya (Depdikbud, 1982).





= Baca Juga =



Related : Metode Dan Teknik Supervisi Akademik

0 Komentar untuk "Metode Dan Teknik Supervisi Akademik"

DUKUNG KAMI

SAWER Ngopi Disini.! Merasa Terbantu Dengan artikel ini? Ayo Traktir Kopi Dengan Cara Berbagi Donasi. Agar Kami Tambah Semangat. Terimakasih :)
close
close