Cara Memberdayakan Orang Lain

CARA MEMBERDAYAKAN ORANG LAIN

Setiap orang yang melaksanakan fungsi kepemimpinan harus bisa memberdayakan orang lain semoga mau melaksanakan upaya-upaya untuk menca- pai tujuan organisasi. Demikian pula dengan pengawas satuan pendidikan. Sejalan dengan kiprah pokoknya yaitu melaksanakan pelatihan pengembangan kualitas sekolah, kinerja sekolah,  kepala sekolah, guru, dan  seluruh staf sekolah, maka para pengawas dituntut mempunyai kemampuan memberdayakan para mereka semoga  bekerja seoptimal mungkin guna peningkatan kualitas kinerja mereka.

Memberdayakan berarti “memasukkan daya ke dalam”, atau “menyalurkan energi dan antusiasme”. Dengan perkataan lain, member- dayakan berarti menciptakan perjuangan yang sistematis dan berkesinambungan untuk memberi orang lain informasi, pengetahuan, dukungan, dan kesempatan yang lebih banyak guna melatih kekuatan mereka untuk meraih keberhasilan. Maka tahap pertama dalam memberdayakan orang lain yaitu menjaga semoga jangan hingga mengulang melaksanakan apapun yang bisa menciptakan mereka merasa tak berdaya atau yang mengurangi energi dan antusiasme mereka atas apa yang mereka lakukan.

Sebelum membahas lebih jauh ihwal upaya memberdayakan orang lain, marilah kita penilaian dulu, apakah kita selama ini sudah cukup memberdayakan orang lain.
A. Memberdayakan Orang Lain
Kebutuhan yang paling mendalam dari masing-masing orang yaitu harga diri, merasa dianggap penting, bernilai, dan bermanfaat. Apa pun yang kita lakukan dalam interaksi dengan mereka, niscaya akan menghipnotis harga diri mereka. Kita harus mempunyai kerangka teladan yang sangat sempurna untuk memilih segala sesuatu yang sanggup kita lakukan untuk  mendorong harga diri mereka, dan karenanya juga memunculkan perasaan kekuatan langsung mereka. Berikanlah kepada mereka apa yang kita sukai bagi diri kita sendiri.
Tiga hal sederhana yang sanggup kita lakukan setiap hari untuk memberdayakan orang lain dan menciptakan mereka merasa nyaman dengan diri mereka sendiri akan diuraikan di bawah ini.
1)    Apresiasi (Appreciation)
Mungkin hal paling sederhana untuk menciptakan orang lain merasa nyaman dengan dirinya sendiri yaitu ekspresi kita yang berkesinambungan atas segala hal yang mereka lakukan, besar maupun kecil. Katakan “terima kasih” dalam setiap kesempatan yang sesuai.
Makin banyak kita mengucapkan terima kasih atas apa yang mereka lakukan untuk kita, makin banyak hal yang akan mereka lakukan. Setiap ketika kita berterima kasih pada mereka, kita telah menjadikan mereka merasa lebih baik. Kita membangkitkan rasa harga diri mereka dan meningkatkan self-image mereka. Kita menciptakan mereka merasa dipentingkan. Kita menciptakan mereka merasa bahwa mereka berharga dan berguna. Kita telah memberdayakan mereka.
Bila kita menyebarkan sikap penghargaan yang mengalir dengan ikhlas dari diri kita kedalam seluruh interaksi kita dengan orang lain, kita akan sangat terkejut dengan kenyataan mengenai betapa populernya kita dan betapa orang lain sangat berhasrat untuk membantu kita dalam melaksanakan apa pun yang kita kerjakan.
2)    Pendekatan (Approach)
Cara kedua untuk menciptakan orang menjadi merasa dipentingkan, untuk meningkatkan harga diri mereka, dan menawarkan mereka rasa kekuatan dan berenergi yaitu dengan banyak memakai kebanggaan dan pendekatan. Ken Blanchard (Brian, 2007) menyarankan untuk menawarkan “pujian satu menit” pada setiap kesempatan. Jika kita menawarkan kebanggaan dan pendekatan yang jujur dan ikhlas kepada orang lain atas prestasi mereka, besar maupun kecil, kita akan dikejutkan dengan kenyataan betapa banyaknya orang yang menyukai kita dan betapa banyaknya orang yang dengan sukarela mau membantu kita mencapai tujuan.
Ada aturan resiproksitas psikologis yang menyatakan “jika anda merasa baik ihwal diri saya, maka saya akan menemukan cara untuk menciptakan anda merasa baik ihwal diri anda”. Dengan perkataan lain, orang akan selalu mencari cara membalas kebaikan kita kepada mereka. Jika kita mencari setiap kesempatan untuk melaksanakan dan menyampaikan sesuatu yang menciptakan orang lain merasa nyaman ihwal diri mereka, kita akan heran dengan tidak hanya bagaimana senangnya perasaan kita, tapi juga heran dengan hal-hal menakjubkan yang mulai terjadi di sekitar kita.
3)    Perhatian (Atention)
Cara ketiga untuk memberdayakan orang lain, membangun harga diri, dan menciptakan mereka merasa penting yaitu menawarkan perhatian penuh terhadap mereka ketika mereka bicara. Sebagian besar orang sangat disibukkan dengan perjuangan untuk didengar, yang menciptakan mereka jadi tidak sabar ketika orang lain bicara. Ingatlah, satu acara paling penting yang harus dilakukan dari waktu ke waktu yaitu mendengarkan secara sungguh-sungguh terhadap orang lain ketika mereka berbicara atau mengeksresikan diri.
B. Mendengarkan Orang Lain (Listening)
Menjadi pendengar yang baik merupakan salah satu syarat mutlak bagi seorang pengawas untuk bisa mempunyai imbas terhadap kepala sekolah, guru, dan staf sekolah lainnya. Dengan mempunyai pengaruh, seorang pengawas mempunyai bekal yang lebih baik untuk memberdayakan para perangkat sekolah tersebut sehingga tujuan yang dibutuhkan sanggup tercapai.
Apa yang ada pada tubuh kita tolong-menolong sudah menggambarkan bagaimana seharusnya kita menggunakannya secara bijak semoga bisa menawarkan manfaat bagi diri sendiri maupun orang lain. Sebagai contoh, kita mempunyai satu ekspresi dan dua telinga, artinya kita dituntut untuk lebih banyak mendengar daripada berbicara.
Sayangnya, kita tidak terbiasa untuk terampil memakai indera pendengaran kita untuk mendengar lebih banyak daripada berbicara. Padahal, dengan banyak mendengar, akan makin banyak pula isu yang kita dapatkan. Dengan banyak informasi, kita pun akan mempunyai bekal yang lebih baik lagi guna menghipnotis orang lain.
Seberapa jauhkah keterampilan mendengar kita selama ini? Mari kita coba uji dengan mengisi kuis di bawah ini.

1.    Mengapa Kita Harus Mendengar
            Mendengar tidak hanya merupakan sikap yang sopan dan menawarkan nilai yang berharga bagi si pendengar. Kita juga bisa mendapatkan banyak hal.
      Banyak alasan mengapa kita harus mau mendengar:
a.    Membangun kepercayaan.
Orang-orang yang mau mendengarkan ternyata lebih dipercaya daripada orang-orang yang banyak bicara dan mengobrol. Kepercayaan merupakan pelumas bagi terjadinya perubahan pemikiran, dan mendengarkan yaitu kuncinya.
b.    Kredibilitas.
Jika kita mau sungguh-sungguh mendengar terhadap orang lain, maka dapat dipercaya kita pada mereka akan meningkat. Mereka akan mempersepsikan kita sebagai orang yang mempunyai kapabilitas dan akan bisa bekerja bersama mereka, bukan menyerang mereka. Para pemimpin, pelatih, fasilitator yang hebat yaitu orang-orang yang bisa menjadi pendengar yang baik, dan sebaliknya, para pendengar yang baik pun mempunyai potensi untuk bisa menjadi pemimpin yang besar.
c.    Dukungan
Pada umumnya orang mengakui bahwa mereka merasa memperoleh sumbangan bila didengar, khususnya ketika mereka merasa murka atau gelisah. Dengan didengar, mereka merasa dihargai dan dipahami. Jadi, bila kita mau mendengar seseorang, sama artinya dengan kita mengirimkan pesan yang menyatakan “Anda penting bagi saya. Saya menghargai anda”.
d.    Menjadikan sesuatu terlaksana
Sebagaimana membangun kepercayaan, mendengar juga memungkinkan kita mencapai tujuan, lantaran orang yang didengar akan mau bekerja sama dengan kita
e.    Informasi
Mendengar menawarkan kita banyak isu yang berguna, baik untuk ketika ini maupun masa yang akan datang. Dengan mempunyai banyak informasi, maka kita akan sanggup mengarahkan apa yang dikatakan orang.
f.      Pertukaran
Jika kita mendengarkan orang lain, maka mereka akan lebih mendengarkan kita. Sesuai dengan prinsip pertukaran, sumbangan kita kepada orang lain akan menciptakan mereka juga mendukung kita sehingga balasannya kita akan bisa mencapai tujuan.
2.    Kebiasaan Mendengar Yang Buruk
            Mendengar secara jelek sudah menjadi hal yang umum, namun jarang diperhatikan. Menurut Robertson (1994), ada sepuluh kebiasaan mendengar yang jelek yang paling umum dilakukan orang. Kesepuluh kebiasaan tersebut adalah:
a.    Kurang perhatian pada problem yang dibicarakan
b.    Perhatian dipusatkan pada orangnya, bukan pada isi pembicaraan.
c.    Melakukan interupsi.
d.    Memusatkan perhatian pada detail dan mengabaikan citra umum.
e.    Memaksakan mencocokkan ilham pembicara kedalam model mental sendiri.
f.     Menunjukkan bahasa tubuh yang mengambarkan ketidaktertarikan
g.    Menciptakan atau membiarkan terjadinya kebingungan
h.    Mengabaikan apa yang tidak dipahami
i.      Membiarkan emosi menghalangi pemahaman materi yang dibicarakan
j.      Mengkhayal, sehingga tidak bisa mendengar pembicaraan secara utuh.

3.    Kebiasaan Mendengar Yang Baik
            Meskipun kebiasaan mendengar yang baik sudah merupakan hal umum, namun ada beberapa pola kebiasaan mendengar yang bisa dilakukan untuk membantu orang lain, termasuk pada balasannya membantu diri sendiri.
            Kebiasaan mendengar yang baik tersebut adalah:
a.    Memberikan perhatian penuh.
Berikan perhatian terhadap orang yang sedang berbicara. Berikan mereka perhatian penuh, tidak hanya dengan telinga, tapi dengan seluruh badan; menghadaplah pada orang yang sedang berbicara dan tataplah. Lakukan hal ini dengan sepenuh hati, bukan hanya secara fisik. Jika hati kita benar-benar terarah untuk memperhatikan, secara otomatis tubuh pun akan mengikuti.
b.    Membantu orang lain untuk  bicara.
Kadang-kadang orang yang berbicara mengalami kesulitan mengemukakan apa yang ingin ia bicarakan. Mungkin mereka bukan pembicara yang baik, atau memang sedang mencari cara untk menjelaskan sesuatu yang kompleks. Kita bisa membantu mereka dan diri kita sendiri dengan dorongan yang positif (positive encouragement). Jika mereka kurang yakin, doronglah mereka dengan anggukan, senyuman, dan bunyi yang positif (misalnya ya...ya, hmm). Perlihatkan bahwa kita tertarik pada mereka dan jangan pikirkan bahwa mereka tidak cukup terpelajar/pandai. Jika mereka susah payah dalam mengemukakan suatu konsep, cobalah bantu mereka mengemukakan apa yang mereka maksudkan dengan memakai kalimat lain. Mengajukan pertanyaan yang positif merupakan suatu pendekatan yang bagus, baik untuk menguji pemahaman kita sendiri maupun memperlihatkan ketertarikan kita kepada mereka.
c.    Memberi orang lain sumbangan (support).
Mendengar yang baik juga meliputi tindakan yang memperlihatkan bahwa kita penuh perhatian kepada orang lain. Sebagai cuilan dari mendengar, kita seharusnya berusaha untuk membantu orang lain merasa nyaman dengan diri mereka sendiri. Sikap fundamental untuk menawarkan sumbangan yaitu menghargai dan mendapatkan semua orang, bahkan ketika kita tidak oke dengan apa yang mereka katakan atau cara mereka menyampaikan sesuatu. Jika kita tidak setuju, maka ketidaksetujuan kita yaitu terhadap argumennya, bukan terhadap orangnya. Perlihatkan penerimaan kita atas hak mereka untuk berbeda dengan kita.
d.    Mengelola reaksi kita.
Hati-hatilah dengan  reaksi kita terhadap apa yang orang lain katakan. Praktis saja bagi seseorang yang menjadi pendengar untuk memperlihatkan ketidaktertarikannya, memperlihatkan bahwa mereka tidak mau mendengarkan kita, atau memperlihatkan bahwa mereka lebih tertarik untuk mengkritik kita. Sebelum kita berkomentar dan menawarkan respons ihwal apa yang orang lain katakan, berhentilah sejenak untuk merenungkan kesimpulan dan prasangka yang ada dalam diri kita. Pikirkan ihwal apa yang akan kita katakan dan imbas yang mungkin ditimbulkannya. Pertimbangkan apakah hal tersebut yang memang ingin kita capai.
4.    Gaya Mendengar
Menurut Barker (1971) dan Watson (1995), ada empat gaya mendengarkan yang biasanya dipakai orang, tergantung pada kesukaan dan tujuannya. Keempat gaya mendengar tersebut yaitu sebagai berikut:
a.    Gaya Orientasi Orang (People-Oriented)
Orang-orang yang people oriented memperlihatkan perhatian yang berpengaruh pada orang lain dan perasaannya. Mereka tergolong external focus, mendapatkan energinya dari orang lain dan mendapatkan banyak makna dalam hubungan/relasi, lebih banyak berbicara ihwal “kita” daripada “anda” atau “mereka”.
Orang-orang tipe ini berusaha memahami sejarah kehidupan orang lain dan memakai teknik  “penceritaan diri mereka sendiri” sebagai makna pemahaman. Mereka memusatkan perhatian pada emosi, berempati, dan melibatkan emosi dalam argumen-argumennya. Mereka bisa menampilkan diri sebagai orang yang gampang dikritik dan akan menggunakannya untuk memperlihatkan bahwa mereka tidak berbahaya.
Orang dengan tipe ini bisa menerima problem bila mereka terlibat terlalu mendalam dengan orang lain. Hal ini bisa mengganggu kepekaan mereka dalam menciptakan keputusan maupun kemampuan untuk membedakan. Mereka bisa bekerjasama sangat erat dengan orang lain yang menimbulkan mereka tidak sanggup melihat secara objektif keterbatasan dan kesalahannya, dan bisa jatuh kedalam korelasi yang tidak bijaksana. Mereka juga akan tampak sebagai orang yang turut campur ketika berusaha menjalin korelasi dengan orang lain yang tidak begitu berorientasi pada hubungan.

b.    Gaya Orientasi Isi (Content-Oriented)
Orang dengan gaya orientasi isi lebih tertarik dengan apa yang dikatakan daripada siapa yang berkata atau apa yang mereka rasakan. Mereka menilai orang lain menurut pada seberapa kredibel mereka dan akan berusaha menguji keahlian dan keadaan yang tolong-menolong dari orang tersebut.
Orang tipe ini memusatkan perhatian pada fakta dan bukti dan bahagia menyidik detail. Mereka berhati-hati dalam melaksanakan asesmen, berusaha mencari tahu korelasi alasannya yaitu akibat, dan mencari bukti sebelum mendapatkan apa pun sebagai hal yang benar.
Orang-orang ini bisa menghadapi problem bila mereka menolak ide-ide dan harapan-harapan orang lain serta menolak isu lantaran belum mempunyai cukup bukti yang mendukung.

c.    Gaya Orientasi Tindakan (Action-Oriented)
Pendengar yang berorientasi tindakan memusatkan perhatian pada apa yang akan dilakukan, tindakan apa yang akan terjadi, kapan, dan siapa yang akan melakukannya. Mereka mencari jawaban atas pertanyaan “lalu apa?” dan mencari tahu rencana tindakan. Mereka menyukai klarifikasi yang gamblang, ringan, dan jawaban yang didasarkan pada bukti nyata/konkret.
Orang dengan tipe ini bisa tidak sabar dan meminta pembicara semoga segera memberikan kesimpulan. Mereka juga bisa mengkritik orang yang berbicara ihwal citra besar sesuatu atau berbicara ihwal ide-ide dan konsep-konsep. Hal ini bisa menimbulkan mereka untuk terlalu memusatkan perhatian pada pengendalian dan kurang memperhatikan kesejahteraan/kenyamanan orang lain.
d.    Gaya Orientasi Waktu (Time-Oriented)
Orang dengan gaya ini “mempunyai mata yang terus terpaku pada jam”. Mereka mengatur hari-hari mereka kedalam bagian-bagian yang rapi dan mengalokasikan waktunya untuk mendengar, dan akan sangat mempermasalahkan bila sesinya melewati batas waktu.
Orang tipe ini mengelola waktunya dengan berbicara ihwal ketersediaan waktu dan mencari jawaban-jawaban singkat terhadap permasalahan yang ada. Hal ini bisa menjengkelkan orang lain yang memusatkan perhatian pada elemen orang dan ingin bersama-sama selama mungkin.
Bila pengawas sanggup mengenali gaya mendengar kita sendiri dan juga para kepala sekolah, guru, ataupun staf sekolah lainnya, serta mengenali tingkat keterampilannya sendiri dalam  mendengar, maka ia akan bisa memperkirakan seberapa jauh pemahamannya terhadap apa yang mereka sampaikan dan sebaliknya. Dengan demikian, ia pun akan sanggup merancang taktik yang lebih sempurna dalam memberdayakan mereka untuk mencapai tujuan yang diharapkan.





= Baca Juga =



Related : Cara Memberdayakan Orang Lain

0 Komentar untuk "Cara Memberdayakan Orang Lain"

DUKUNG KAMI

SAWER Ngopi Disini.! Merasa Terbantu Dengan artikel ini? Ayo Traktir Kopi Dengan Cara Berbagi Donasi. Agar Kami Tambah Semangat. Terimakasih :)
close
close