Dalam perkembangan lanjut, implikasi dari model DNA berdasarkan Watson dan Crick yaitu sifat fisika DNA yang gampang membentuk dua rantai tunggal DNA apabila ikatan hidrogen purin-pirimidin "melele". Melalui pemanasan, misalnya, ikatan ini melele dan kekentalan (viscocity) larutan menurun. Dalam keadaan rantai tunggal, gugus amino dari purin dan pirimidin tersingkap dan siap bereaksi dengan formaldehida membentuk turunan hidroksimetil, yang dalam keadaan rantai ganda DNA gugus ini tidak reaktif. Akibat lanjut dari terbentuknya rantai tunggal DNA yaitu serapan radiasi ultraviolet pada riak-gelombang 260 mm oleh DNA dalam larutan meningkat 40% (DNA mempunyai serapan radiasi tertinggi pada riak-gelombang 260 mm). Dengan pemanasan, serapan radiasi ultraviolet oleh DNA meningkat secara drastis disaat suhu pemanasan melewati titik leleh (melting point).
Titik leleh dari setiap pecahan DNA bersifat spesifik. Misalnya, titik leleh untuk DNA dari Diplococcus pneumoniae, E. coli,Serratia marcescens, dan Mycobacterium phlei masing-masing berturut-turut: 86, 90, 94 dan 97 oC. Naiknya titik leleh ini berafiliasi eksklusif dengan naiknya kadar [G] + [C] pada suatu spesies. Setiap spesies kuman dan vertebrata mempunyai kadar G/C yang berbeda-beda (Tabel 2.1). Marmur (1959) melaksanakan percobaan denaturasi DNA yang mengandung aneka macam kadar AT (termasuk DNA sintetik kaya AT. Hasilnya membuktikan bahwa suhu titik denaturasi menurun dengan naiknya kadar A/T. Percobaan transformasi pneumococci resipien dengan DNA yang di panasi dari D. pneumoniaedonor, mengakibatkan aktifitas transformasi terhenti disaat pemanasan mencapai suhu 86oC, yaitu suhu dimana denaturasi DNA Pneumococcidi capai. Hal ini disebabkan oleh ketidakmampuan kuman ditransformasi oleh rantai tunggal polinukletida.
Tabel 1.2.
Hal yang menarik yaitu bahwa ternyata dua rantai tunggal DNA yang telah dipanasi sanggup berpasangan kembali di dalam larutan. Marmur di tahun 1960 memanaskan larutan DNA pneumococci pada suhu 100oC. Larutannya kemudian didinginkan. Sepanjang pemanasan dan pendinginan, dilakukan uji kemampuan DNA mentrasnformasi kuman resipien. Pewarisan kemampuan kuman mendapatkan DNA berlangsung sejalan dengan naiknya suhu pemanasan DNA. Sewaktu pendinginan, dan suhu mencapai 86oC, transformasi mulai mengalami restorasi dan mencapai maksimumnya pada suhu sekitar 60oC, dan tetap konstan hingga suhu pendinginan mencapai 30oC. Denaturasi dan renaturasi DNA sanggup juga diikuti dengan mengukur absorbansi sinar ultraviolet sepanjang naik dan turunnya suhu larutan.
Nampaknya bukanlah suatu keharusan bahwa dua DNA harus benar-benar identik semoga bisa berpasang kembali. Dua rantai tunggal DNA yang mempunyai tingkat homologi basa nitrogen tertentu sanggup berpasangan. Sifat bibit unggul silang demikian menjadi dasar-dasar penting dalam banyak mekanisme aplikasi genetika molekuler menyerupai analisis relasi keeratan dua organisme, studi sistematika organisme, pengembangan teknik hibridisasi in situ fluorpendar (FISH), sintesis DNA in vitro dengan reaksi berantrai polimerase (PCR), dan mekanisme hibridisasi Southern.
Terdapat beberapa protein/enzim penting yang berinteraksi dengan DNA dan mempengaruhi sifat-sifat fisik DNA yaitu: (1)Deoksiribonuklease (DNase), (2) Enzim-enzim spesifik penggunting DNA (Restriction enzyme endonucleases), (3) DNA ligase, (4)Topoisomerase, (5) DNA Polimerase, (6) DNA girase, (7) Primase, (8)Helikase, dan (9) DNA binding protein.
Titik leleh dari setiap pecahan DNA bersifat spesifik. Misalnya, titik leleh untuk DNA dari Diplococcus pneumoniae, E. coli,Serratia marcescens, dan Mycobacterium phlei masing-masing berturut-turut: 86, 90, 94 dan 97 oC. Naiknya titik leleh ini berafiliasi eksklusif dengan naiknya kadar [G] + [C] pada suatu spesies. Setiap spesies kuman dan vertebrata mempunyai kadar G/C yang berbeda-beda (Tabel 2.1). Marmur (1959) melaksanakan percobaan denaturasi DNA yang mengandung aneka macam kadar AT (termasuk DNA sintetik kaya AT. Hasilnya membuktikan bahwa suhu titik denaturasi menurun dengan naiknya kadar A/T. Percobaan transformasi pneumococci resipien dengan DNA yang di panasi dari D. pneumoniaedonor, mengakibatkan aktifitas transformasi terhenti disaat pemanasan mencapai suhu 86oC, yaitu suhu dimana denaturasi DNA Pneumococcidi capai. Hal ini disebabkan oleh ketidakmampuan kuman ditransformasi oleh rantai tunggal polinukletida.
Tabel 1.2.
Hal yang menarik yaitu bahwa ternyata dua rantai tunggal DNA yang telah dipanasi sanggup berpasangan kembali di dalam larutan. Marmur di tahun 1960 memanaskan larutan DNA pneumococci pada suhu 100oC. Larutannya kemudian didinginkan. Sepanjang pemanasan dan pendinginan, dilakukan uji kemampuan DNA mentrasnformasi kuman resipien. Pewarisan kemampuan kuman mendapatkan DNA berlangsung sejalan dengan naiknya suhu pemanasan DNA. Sewaktu pendinginan, dan suhu mencapai 86oC, transformasi mulai mengalami restorasi dan mencapai maksimumnya pada suhu sekitar 60oC, dan tetap konstan hingga suhu pendinginan mencapai 30oC. Denaturasi dan renaturasi DNA sanggup juga diikuti dengan mengukur absorbansi sinar ultraviolet sepanjang naik dan turunnya suhu larutan.
Nampaknya bukanlah suatu keharusan bahwa dua DNA harus benar-benar identik semoga bisa berpasang kembali. Dua rantai tunggal DNA yang mempunyai tingkat homologi basa nitrogen tertentu sanggup berpasangan. Sifat bibit unggul silang demikian menjadi dasar-dasar penting dalam banyak mekanisme aplikasi genetika molekuler menyerupai analisis relasi keeratan dua organisme, studi sistematika organisme, pengembangan teknik hibridisasi in situ fluorpendar (FISH), sintesis DNA in vitro dengan reaksi berantrai polimerase (PCR), dan mekanisme hibridisasi Southern.
Terdapat beberapa protein/enzim penting yang berinteraksi dengan DNA dan mempengaruhi sifat-sifat fisik DNA yaitu: (1)Deoksiribonuklease (DNase), (2) Enzim-enzim spesifik penggunting DNA (Restriction enzyme endonucleases), (3) DNA ligase, (4)Topoisomerase, (5) DNA Polimerase, (6) DNA girase, (7) Primase, (8)Helikase, dan (9) DNA binding protein.
0 Komentar untuk "Beberapa Sifat Fisika Dna Yang Penting"