Tradisi Hajatan, Antara Investasi Dan Utang

Jika dilihat asal katanya, hajatan berasal dari kata "hajat" yang berarti keinginan. Sebuah harapan terwujud menyerupai menikah, meng-khitan anak, tujuh bulanan atau yang lainnya menciptakan orang merasa bersyukur kepada Sang Pencipta. Rasa syukur itu diwujudkan dalam sebuah program syukuran dengan mengundang keluarga atau tetangga untuk ikut serta mencicipi kegembiran dengan menjamu mereka dengan banyak sekali makanan. Inilah yang lalu dikenal dengan sebutan "hajatan". 

Hajatan sanggup dikategorikan sebagai sebuah resepsi atau pesta. Jika dibentuk terjemahan secara bebas, maka hajatan ialah ungkapan rasa syukur alasannya ialah keinginannya tercapai dengan mengadakan sebuah program pesta dan mengundang orang - orang terdekat untuk ikut serta dalam kegembiraan.

Dahulu kala, tradisi hajatan di kampung saya mempunyai banyak sekali manfaat. Terutama dalam hal bergotong royong. Saat seorang warga akan melakukan hajatan, maka warga yang lain tiba membantu. Mulai dari menebang pohon untuk kayu bakar, menciptakan tenda atau menyiapkan perlengkapan yang lainnya. Termasuk dalam memasak kuliner yang akan disuguhkan. Suasana kekeluargaan begitu kental terasa. 

Fasilitas program juga terbilang  sederhana, mungkin alasannya ialah di perkampungan. Tenda terbuat dari terpal atau bahkan dari daun rumbia. Penerangan alasannya ialah belum ada listrik memakai diesel. Hiasan - hiasan atau dekorasi juga dibentuk seadanya dengan memakai janur. Orang - orang kampung berdatangan tanpa harus diundang. Mereka tiba untuk merayakan sebuah kegembiraan. Dan malam harinya mereka biasa menikmati pertunjukan wayang yang penuh dengan wejangan.

Tradisi yang dulu kala kental dengan bersama-sama dan kekeluargaan, lambat laun mengalami pergeseran. Hajatan bagi sebagian besar orang bukan lagi sekedar sebagai ungkapan rasa syukur, tapi lebih kepada gaya hidup. Hajatan juga sudah kini dijadikan bisnis, antara investasi dan utang. Bagaimana bisa?

Jika dahulu orang tiba ke daerah hajat untuk merayakan kegembiraan bersama, biasanya mereka akan membawa serta barang bawaan untuk diberikan ke tuan rumah. Mereka menunjukkan itu semata - mata alasannya ialah ikut merasa senang dan tidak mengharapkan imbalan kembali. Tapi ketika ini, tiba ke tampat hajatan menyerupai investasi. Dengan membawa barang bawaan mungkin berupa beras atau uang dalam amplop, tiba ke daerah hajat untuk diinvestasikan. Maksudnya ialah barang yang kita bawa seolah menjadi tabungan, alasannya ialah si tuan rumah harus mencatat dari siapa dan barang atau uang yang ia terima. Pada gilirannya nanti, bila orang yang menunjukkan itu melakukan hajatan, maka si tuan rumah ini harus menunjukkan barang atau uang yang sama kepada orang tersebut. Jika tidak, maka dianggap berutang. Hal ini tentu sangat jauh dari makna hajatan sebagai ungkapan rasa syukur. Dan sepertinya filosofi hajatan di masyarakat sudah mulai ditinggalkan berubah wujud menjadi investasi dan utang.

Jika sudah begini, bagaimana menata ulang masyarakat kita biar kembali pada nilai - nilai luhur budaya dan agama? Allahualam.


Related : Tradisi Hajatan, Antara Investasi Dan Utang

1 Komentar untuk "Tradisi Hajatan, Antara Investasi Dan Utang"

nasi kotak surabaya
Merupakan sub-brand dari Aqiqah Nurul Hayat yang melayani dan menerima pesanan untuk banyak menu nasi kotak dan catering untuk acara atau walimah non-Aqiqah seperti Khitanan, Ulang Tahun, Syukuran dan Acara Perkantoran

DUKUNG KAMI

SAWER Ngopi Disini.! Merasa Terbantu Dengan artikel ini? Ayo Traktir Kopi Dengan Cara Berbagi Donasi. Agar Kami Tambah Semangat. Terimakasih :)