Koran Sindo, 20 Nov 2020. Menurut rencana per Januari 2020 mendatang, Pemerintah akan memberlakukan Program Kartu Pekerja, yang antara lain diwujudkan melalui banyak sekali macam training supaya siap memasuki dunia kerja. Telah disiapkan pelatihan-pelatihan yang diperlukan bagi dunia industri dan dunia perjuangan dalam memasuki era revolusi industri 4.0, yang berbasis pada digitalisasi.
Beberapa kementerian menyerupai Kementerian Perindustrian, Kementerian Komunikasi dan Informatika, dan Kementerian Tenaga Kerja telah menyiapkan bentuk training yang dikemas dalam Program Digital Talent Scouting untuk mempersiapkan bakat digital yang sanggup menguasai cybersecurity, cloud computing, big data analytics, artificial intelligence, dan digital business.
Yang menjadi duduk kasus yakni tidak semua calon akseptor Kartu Pekerja atau para pencari kerja (baca: pengangguran) mempunyai latar belakang pengetahuan perihal digital. Apa artinya? Perlu langkah lain sebelum “memaksakan” para akseptor kartu pekerja mengikuti training yang berbasisi digital.
Langkah lain itu yakni menyiapkan pelatihan-pelatihan keterampilan yang tidak harus menguasai pengetahuan perihal digital, tetapi pelaksanaan yang menyertai pelatihannya --termasuk tindaklanjutnya—berbasis digital. Inilah yang diterapkan dalam pelaksanaan (DT) di Jatim.
Memang diakui melalui training berbasis digital, beberapa laba akan diperoleh sekaligus, selain aspek keterjangkauan yang tidak lagi dibatasi pada kewilayahan yang rigid, alasannya yakni sanggup diakses secara luas, training model ini juga sanggup dimodifikasi untuk menjadi penghubung atau jembatan antara sumber daya insan (SDM) yang tersedia atau yang telah mengikuti training dengan perusahaan atau instansi yang membutuhkan tenaga kerja.
Bermaksud ingin banyak sekali pengalaman dari apa yang telah dilakukan Pemerintah Jawa Timur melalui Dinas Pendidikan dengan Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya lewat Program DT, kiranya goresan pena berikut sanggup dijadikan semacam teladan untuk pelaksanaan training berbasis digital.
Imbas Disrupsi
Dasadari digitalisasi merasuk ke banyak sekali sektor industri dan membuat disrupsi. Pekerjaan gres muncul, sementara sebagian lainnya hilang tergantikan oleh teknologi, mesin, dan robot. Perubahan tersebut menjadi tantangan. Di sisi lain, kemajuan teknologi warta melahirkan profesi pekerjaan gres yang tidak terikat atau disebut juga dengan freelancer, antara lain fotografer produk, web developer, content creator, digital marketing, social media management, hingga vlogger. Semua ini membuka jalan untuk membuat peluang karir baru, yang menuntut penguasaan kompetensi di bidang digital.
Perkembangan teknologi membuat disrupsi dan mengubah cara orang bekerja di banyak sekali macam lapangan pekerjaan. Perubahan ini menuntut kesiapan calon tenaga kerja untuk menguasai ketrampilan teknis dan juga ketrampilan digital, menyerupai sosial media, internet marketing, update warta blog, dan lainnya.
Menurut Ryan Avent(2020) pada The Economist dalam artikel The Wealth of Humans, menyatakan bahwa revolusi teknologi digital pada kala ke-21 ini yakni revolusi dengan imbas disrupsi yang sangat besar. Era digital ini menghipnotis perubahan pola kerja insan dalam tiga hal. Pertama, kemunculan artificial intelegence (AI). Kedua semakin membesarnya fenomena hyper-globalization, dan ketiga kesempatan untuk melaksanakan lompatan jauh atas produktivitas manusia.
Seperti telah dilakukan dalam Program DT, kegiatan yang menawarkan beberapa bidang keterampilan --boga, busana, servis sepeda motor, multi media, kecantikan-- bagi siswa SMA/MA di kawasan pinggiran di Jatim, ada empat tahap yang dilakukan untuk membangun karir digital semenjak dini bagi peserta. Pertama, penyedian ekosistem training secara online melalui ruangtraining.net yang didukung dengan teknologi informasi.
Kedua, sertifikasi level kompetensi yang dipunyai dengan menyediakan ruangujian.net. Ketiga, merawat sustainablity kegiatan melalui job placement ruangkarir.net, dan keempat, pengembangan marketplace online melalui ruangdagang.net sebagai wadah kewirausahaan untuk mengenalkan produk yang dihasilkan sekaligus juga melaksanakan transaksi jual beli.
Program pengembangan karir digital melalui ruangkarir.net dimaksudkan supaya kalangan milenial tidak saja bisa menyiapkan kapasitas diri di tengah tuntutan dunia kerja pada era teknologi digital, tetapi juga menghubungkan peluang pekerjaan ke sektor perjuangan kecil dan Menengah (UKM) serta industri kecil dan menengah (IKM).
Kendala di Masyarakat
Diakui, loncatan penemuan teknologi digital dengan terbukanya peluang-peluang kerja gres pada kenyataanya menemui beberapa hambatan dan tidak bisa dimasuki oleh para calon tenaga kerja di masyarakat. Terutama jikalau para calon tenaga kerja tidak mau berubah dan bertahan pada comfort zone, dan hanya mau bekerja pada bidang-bidang yang telah dikenal pada mindset old school yang sesuai dengan hukum atau profesi-profesi lama.
Karena itu beberapa mindset old school menyerupai perilaku mental "self disruptive"; ketakutan akan kegagalan (fear of failure); dan kebiasaan tidak menyimpan portofolio hasil karya secara online, perlu dikikis dan dihindari. Calon pekerja yang membangun karir di era digital harus bisa membebaskan diri dari fixed mindset dan menggantikan dengan perpikir fleksibel, terbuka terhadap ide-ide gres ataupun nyleneh out of the box. Kita perlu berpikiran maju dan mencar ilmu mengadaptasi perilaku dan ketrampilan teknologi baru.
Di sisi lain, di era digital, semua orang mencicipi ketidakjelasan. Mulai dari lapangan pekerjaan, standart honor ataupun jenis profesi dan jabatan. Apa yang diyakini sebagai harapan ketika siap bekerja, ternyata tidak tercapai. Pada kondisi menyerupai ini calon pekerja harus siap dan tetap merencakan tindakan dan upaya peningkatan kemampuan pada bidang-bidang baru. Kita harus meyakinkan diri sendiri bahwa ketidakjelasan dan kegagalan itu yakni baik dan merupakan peluang untuk masa depan.
Kiranya sebagai sebuah pengalaman yang telah berhasil dijalankan, itulah beberapa hal yang bisa dijadikan pelajaran dan teladan bagi para pelaksana Program Kartu Kerja. Konten pelatihannya tidak selalu keterampilan yang berbasis digital, tapi pelaksanaan pelatihannyalah yang harus berbasis digital. Bukankah sebagian besar angka penganguran terbuka kita ketika ini --mereka yang akan memperoleh kegiatan kartu kerja—adalah generasi digital immigrant bukan generasi digital native sebagaimana yang didefinisikan oleh Marc Prensky. Semoga. (***)
Fajar Baskoro
Dosen pada Fakultas Teknologi Informasi ITS dan
Fasilitator Dinas Pendidikan Jatim-ITS
Sumber :
0 Komentar untuk "Membangun Karir Di Periode Digital"