Tentang Larangan Berkata : Jangan

Kata ampuh yang sempat dihentikan ialah "Jangan". redaksi redaksi Illahiah dalam mendidik anak yang banyak dipakai oleh para nabi termasuk luqman al hakim.

sejauhmana kekeliruan itu?

Kekeliruan Buku Pendidikan : Mengharamkan Kata "Jangan"

Salah seorang pendidik pernah berkata, "pintu terbesar yang paling gampang dimasuk oleh yahudi ialah yaitu dunia psikologi dan dunia pendidikan.

Karena itulah, berangkat dari hal ini. Kita akan mengupas beberapa "kekeliruan" pada buku-buku pendidikan, seminar, teori pendidikan, dan lainnya.


Saking masifnya sebaran tersebut, kita juga terkadang kesulitan untuk tidak mengucapkan kata jangan pada bawah umur kita. Terasa mengganjal di benak kita lantaran bertentangan dengan fitrah insan apabila dalam kondisi panik dan terjepit akan mengucapkan kata 'jangan'.

Misalnya saja anak kita sudah akan jatuh ke dalam lubang sumur, tak mungkin dalam waktu yang sepersekian detik akan menyampaikan "ayo lebih baik main disini". Tentu anak kecil tak mengerti makna itu' dan tentu parahnya anak tak sempat berhenti dan jatuh ke dalam sumur.

Berbeda kalau kita secara refleks katakan pada anak kita "jangan nak nanti jatuh, berbahaya..." Sang anak akan kaget dan menghentikan langkahnya.
atau misalkan : "lebih baik hati hati dikala menaiki sepeda motor, asalkan datang dengan selamat dan berjalan lancar".

Berbeda kalau kita secara refleks katakan pada anak kita "jangan ngebut, sanggup celaka..." Sang anak akan berhati-hati dan timbul pemahaman ada resiko dikala berkendara dengan ngebut.


...misalnya saja anak kita sudah akan jatuh ke dalam lubang sumur, tak mungkin dalam waktu yang sepersekian detik akan menyampaikan "ayo lebih baik main disini". Anak kecil tak mengerti makna itu' dan tentu parahnya anak tak sempat berhenti dan jatuh ke dalam sumur.
Sudah menjangkiti beberapa para pendidik muslim, baik para ayah dan ibu,

yang tercuci otaknya dan melarang berkata "Jangan" pada anak.
Mari kita lihat, beberapa perkataan-perkataan 'dalam pendidikan' tentang larangan mengucapkan kata jangan pada anak.



Diantaranya Ayah Edy, beliau menyampaikan pada bukunya yang berjudul 'Ayah Edy Menjawab hal. 30, "..gunakan kata-kata preventif, menyerupai hati-hati, berhenti, membisu di tempat, atau stop.  Itu sebabnya kita sebaiknya tidak memakai kata 'jangan' lantaran alam bawah sadar insan tidak merespons dengan cepat kata 'jangan'.

Pada media online, detik.com, pernah menulis judul artikel 'Begini Caranya Melarang Anak Tanpa Gunakan Kata 'Tidak' atau 'Jangan', atau "...Tak usah bingung, untuk melarang anak tak melulu harus dengan kata jangan atau tidak..."

Pada sebuah artikel lain, berjudul, "Mendidik Anak Tanpa Menggunakan Kata JANGAN” tertulis, "Kata 'jangan' akan memperlihatkan nuansa negatif dan larangan dari kita sebagai orang tua, maka dari itu coba untuk mengganti dengan kata yang lebih positif dan berikan alasan yang sanggup diterima anak..."

Nah, inilah syubhat (keraguan) yang digembar-gemborkan media sekuler yang merujuk pada psikolog atheis dan Yahudi. Indah nampaknya, tapi di dalamnya terkandung ancaman yang kronis.

Mari kita bahas syubhat yang mereka gelontorkan. Sebelumnya, kalau kita mau teliti, mari kita tanyakan kepada mereka yang melarang kata 'jangan', apakah ini punya landasan dalam al-Qur'an dan hadits? Apakah semua ayat di dalam al-Qur'an tidak memakai kata "Laa (jangan)"?

Mereka pun menyampaikan jangan terlalu sering menyampaikan jangan. Sungguh mereka lupa bahwa lebih dari 500 kalimat dalam ayat Al-Qur’an memakai kata “jangan".

Mereka pun menyampaikan jangan terlalu sering menyampaikan jangan. Sungguh mereka lupa bahwa lebih dari 500 kalimat dalam ayat Al-Qur’an memakai kata “jangan".

Allahu akbar, banyak sekali! Mau dikemanakan ayat-ayat kebenaran ini? Apa mau dibuang? Dan diadopsi dari teori dhoif? Kalau mereka menyampaikan kata jangan bukan tindakan preventif (pencegahan), maka kita tanya, apakah Anda mengenal Luqman AL- Hakim?

Dalam Al Alquran ada surat Luqman ayat 12 hingga 19. Kisah ini dibuka dengan aksentuasi Allah bahwa Luqman itu orang yang diberi hikmah, orang pintar yang secara tersirat kita diperintahkan untuk meneladaninya (“ walaqod ataina luqmanal hikmah….” . dst)



Apa suara ayat yang kemudian muncul? Ayat 13 lebih tegas menceritakan bahwa Luqman itu berkata kepada anaknya, “Wahai anakku, JANGANLAH engkau menyekutukan Allah. Sesungguhnya syirik itu termasuk dosa yang besar”.

Inilah bentuk tindakan preventif yang ada dalam al-Qur'an. Sampai pada ayat 19, ada 4 kata “ laa ” (jangan) yang dilontarkan oleh Luqman kepada anaknya, yaitu “laa tusyrik billah”, “fa laa tuthi’humaa”, “Wa laa tusha’ir khaddaka linnaasi”, dan “wa laa tamsyi fil ardli maraha”.

Luqman tidak perlu mengganti kata “jangan menyekutukan Allah” dengan (misalnya) “esakanlah Allah”.
Pun demikian dengan “Laa” yang lain, tidak diganti dengan kata-kata kebalikan yang bersifat anjuran.
Mengapa Luqmanul Hakim tidak menganti "jangan" dengan "diam/hati-hati"?Karena ini bimbingan Alloh.

Perkataan "jangan" itu gampang dicerna oleh anak, sebagaimana penuturan Luqman Hakim kepada anaknya. Dan perkataan jangan juga positif, tidak negatif. Ini semua bimbingan dari Alloh subhanahu wa ta'ala, bukan teori pendidikan Yahudi.

Bahkan untuk aturan terkait penyebab kerusakan susila misalnya, Allah memakai perkataan "Jangan dekati zina". 
karena didalam kata "jangan" terdapat pesan yang tersirat kesadaran dan mengerti resiko sutau perbuatan

Luqman bukan nabi, tetapi namanya diabadikan oleh Allah dalam Kitab suci
karena ketinggian ilmunya. Dan tidak satupun ada nama psikolog kita temukan dalam kitabullah itu.


----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------


Membuang kata “jangan” justru menjadikan anak hanya dimanja oleh pilihan yang serba benar. Ia tidak memukul sobat bukan lantaran mengerti bahwa memukul itu terlarang dalam agama, tetapi lantaran lebih menentukan berdamai.


Ia tidak sombong bukan lantaran kesombongan itu dosa, melainkan hanya lantaran menganggap rendah hati itu lebih kondusif baginya.

Dan, kelak, ia tidak berzina bukan lantaran takut adzab Alloh, tetapi lantaran menganggap bahwa menahan nafsu itu pilihan yang dianjurkan orang tuanya. Nas alulloha salaman wal afiyah.

--------------------------------------------------------------------------------------------------------


Anak-anak hasil didikan tanpa “jangan” selain berisiko tidak punya “sense of syariah” dan keterikatan hukum. Mereka akan sangat tidak peduli melihat kemaksiatan bertebaran, tidak perhatian lagi dengan amar ma'ruf nahi mungkar, tidak ada lagi minat untuk mendakwahi insan yang dalam kondisi bersalah, lantaran dalam hatinya berkata “itu pilihan mereka, saya tidak demikian” dan juga secara naluri mengarahkan insan biar senantiasa berhati-hati dalam bertindak. dalam terminologi agama kislam disebut dengan "taqwa".

Semua penelitian niscaya ada kelemahan, bila tidak diawali dengan niatan baik serta isyarat dari logika sehat. 
kita telah melihat ternyata 'sedalam' itu akhir kita menghilangkan perkataan 'jangan'. 

efeknya ialah hilangnya rasa 'takut' sehingga seorang akan bertindak semaunya asalakan tidak menjadikan 'keresahan' disekitarnya, atau bahkan dalam dirinya. kenapa? lantaran rasa hati-hati itu telah hilang.

kata 'jangan' ialah kata yang paling tegas untuk menghindarkan kita dari keburukan terhadap al terkait.

akibatnya, mereka bungkam melihat penistaan agama lantaran otaknya berbunyi “mereka memang begitu, yang penting saya tidak melakukannya”.

Itulah sebenar-benar paham liberal, yang ‘humanis’, toleran, dan menghargai pilihan-pilihan. Jadi, yakini dan praktikkanlah teori parenting Barat itu biar bawah umur kita tumbuh menjadi generasi liberal.

tegaskan, tetap gunakan kata tegas 'Jangan'.

Illahiah, manusiawi, dan naluriah.



Wassalam.

Related : Tentang Larangan Berkata : Jangan

0 Komentar untuk "Tentang Larangan Berkata : Jangan"

DUKUNG KAMI

SAWER Ngopi Disini.! Merasa Terbantu Dengan artikel ini? Ayo Traktir Kopi Dengan Cara Berbagi Donasi. Agar Kami Tambah Semangat. Terimakasih :)