Peranan BPUPKI dalam perumusan dasar negara Indonesia sangatlah penting, tidak hanya itu, BPUKPI juga berperan dalam persiapan kemerdekaan negara Indonesia. Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia atau dalam bahasa Jepang dikenal dengan nama 独立準備調査会 Dokuritsu Junbii Chōsakai yakni sebuah tubuh yang dibuat oleh pemerintah pendudukan balatentara Jepang. BPUKPI dibuat bertepatan dengan hari ulang tahun Kaisar Hirohito, yaitu pada tanggal 1 Maret 1945. Badan ini dibuat sebagai upaya mendapatkan proteksi dari bangsa Indonesia dengan menjanjikan bahwa Jepang akan menolong proses kemerdekaan Indonesia. Anggoya BPUPKI berjumlah 62 orang yang diketuai oleh Dr. Kanjeng Raden Tumenggung (K.R.T.) Radjiman Wedyodiningrat dengan wakil ketua Ichibangase Yosio (orang Jepang) dan Raden Pandji Soeroso.
Di luar anggota BPUPKI, dibuat sebuah Badan Tata Usaha (semacam sekretariat) yang beranggotakan 60 orang. Badan Tata Usaha ini dipimpin oleh Raden Pandji Soeroso dengan wakil Mr. Abdoel Gafar Pringgodigdo dan Masuda Toyohiko (orang Jepang). BPUPKI sendiri bertugas untuk mempelajari dan mengusut hal-hal yang berkaitan dengan aspek-aspek politik, ekonomi, tata pemerintahan, dan hal-hal yang diharapkan dalam perjuangan pembentukan negara Indonesia merdeka.
Pada tanggal 7 Agustus 1945, Jepang membubarkan BPUPKI dan kemudian membentuk Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) atau dalam bahasa Jepang: Dokuritsu Junbi Inkai, dengan anggota berjumlah 21 orang, sebagai upaya untuk mencerminkan perwakilan dari bermacam-macam etnis di wilayah Hindia Belanda, terdiri dari: 12 orang asal Jawa, 3 orang asal Sumatera, 2 orang asal Sulawesi, 1 orang asal Kalimantan, 1 orang asal Sunda Kecil (Nusa Tenggara), 1 orang asal Maluku, 1 orang asal etnis Tionghoa.
BPUPKI resmi dibuat pada tanggal 1 Maret 1945, bertepatan dengan ulang tahun kaisar Jepang, Kaisar Hirohito. Dr. Kanjeng Raden Tumenggung (K.R.T.) Radjiman Wedyodiningrat, dari golongan nasionalis tua, ditunjuk menjadi ketua BPUPKI dengan didampingi oleh dua orang ketua muda (wakil ketua), yaitu Raden Pandji Soeroso dan Ichibangase Yosio (orang Jepang). Selain menjadi ketua muda, Raden Pandji Soeroso juga diangkat sebagai kepala kantor tata perjuangan BPUPKI (semacam sekretariat) ditolong Masuda Toyohiko dan Mr. Abdoel Gafar Pringgodigdo. BPUPKI sendiri beranggotakan 69 orang, yang terdiri dari: 62 orang anggota aktif yakni tokoh utama pergerakan nasional Indonesia dari semua tempat dan aliran, serta 7 orang anggota istimewa yakni perwakilan pemerintah pendudukan militer Jepang, tetapi wakil dari bangsa Jepang ini tidak mempunyai hak bunyi (keanggotaan mereka yakni pasif, yang maknanya mereka hanya hadir dalam sidang BPUPKI sebagai pengamat saja).
Selama BPUPKI berdiri, sudah diadakan dua kali masa persidangan resmi BPUPKI, dan juga adanya pertemuan-pertemuan yang tidak resmi oleh panitia kecil di bawah BPUPKI, yaitu yakni sebagai berikut :
Upacara peresmian dan seremonial pembukaan masa persidangan BPUPKI yang pertama ini dihadiri oleh seluruh anggota BPUPKI dan juga dua orang pembesar militer jepang, yaitu: Panglima Tentara Wilayah ke-7, Jenderal Izagaki, yang menguasai Jawa serta Panglima Tentara Wilayah ke-16, Jenderal Yuichiro Nagano. Namun untuk selanjutnya pada masa persidangan resminya itu sendiri, yang berlangsung selama empat hari, hanya dihadiri oleh seluruh anggota BPUPKI.
Sebelumnya jadwal sidang diawali dengan membahas pandangan ihwal bentuk negara Indonesia, yakni disepakati berbentuk "Negara Kesatuan Republik Indonesia" ("NKRI"), kemudian jadwal sidang dilanjutkan dengan merumuskan konstitusi Negara Kesatuan Republik Indonesia. Untuk hal ini, BPUPKI wajib merumuskan dasar negara Republik Indonesia terlebih dahulu yang akan menjiwai isi dari Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia itu sendiri, alasannya Undang-Undang Dasar yakni adalah konstitusi Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Siapa saja anggota BPUPKI yang mengusulkan rumusan dasar negara ? Guna mendapatkan rumusan dasar negara Republik Indonesia yang benar-benar tepat, maka jadwal program dalam masa persidangan BPUPKI yang pertama ini yakni mendengarkan pidato dari tiga orang tokoh utama pergerakan nasional Indonesia, yang mengajukan pendapatnya mengenai dasar negara Republik Indonesia itu yakni sebagai berikut :
Gagasan ihwal rumusan lima sila dasar negara Republik Indonesia yang dikemukakan oleh Ir. Soekarno itu kemudian dikenal dengan istilah "Pancasila", masih berdasarkan ia bilamana diharapkan gagasan ihwal rumusan Pancasila ini sanggup diperas menjadi "Trisila" (Tiga Sila), yaitu: “1. Sosionasionalisme; 2. Sosiodemokrasi; dan 3. Ketuhanan Yang Berkebudayaan”. Bahkan masih berdasarkan Ir. Soekarno lagi, Trisila itu bila hendak diperas kembali dinamakannya sebagai "Ekasila" (Satu Sila), yaitu yakni sila: “Gotong-Royong”, ini yakni adalah upaya dari Bung Karno dalam menjelaskan bahwa konsep gagasan ihwal rumusan dasar negara Republik Indonesia yang dibawakannya itu yakni berada dalam kerangka "satu-kesatuan", yang tidak terpisahkan satu dengan lainnya. Masa persidangan BPUPKI yang pertama ini dikenang dengan sebutan detik-detik lahirnya Pancasila dan tanggal 1 Juni ditetapkan dan diperingati sebagai hari lahirnya Pancasila.
Pidato dari Ir. Soekarno ini sekaligus mengakhiri masa persidangan BPUPKI yang pertama, setelah itu BPUPKI mengalami masa reses persidangan (periode jeda atau istirahat) selama satu bulan lebih. Sebelum dimulainya masa reses persidangan, dibentuklah suatu panitia kecil yang beranggotakan 9 orang, yang dinamakan "Panitia Sembilan" dengan diketuai oleh Ir. Soekarno, yang bertugas untuk mengolah permintaan dari konsep para anggota BPUPKI ihwal dasar negara Republik Indonesia.
Sampai tamat dari masa persidangan BPUPKI yang pertama, masih belum ditemukan titik temu kesepakatan dalam perumusan dasar negara Republik Indonesia yang benar-benar tepat, sehingga dibentuklah "Panitia Sembilan" itu di atas guna menggodok bermacam-macam masukan dari konsep-konsep sebelumnya yang sudah dikemukakan oleh para anggota BPUPKI itu. Adapun susunan keanggotaan dari "Panitia Sembilan" ini yakni sebagai berikut :
Sesudah melakukan negosiasi yang cukup sulit antara 4 orang dari kaum kebangsaan (pihak "Nasionalis") dan 4 orang dari kaum keagamaan (pihak "Islam"), maka pada tanggal 22 Juni 1945 "Panitia Sembilan" kembali berjumpa dan menghasilkan rumusan dasar negara Republik Indonesia yang kemudian dikenal sebagai "Piagam Jakarta" atau "Jakarta Charter", yang pada ketika itu disebut-sebut juga sebagai sebuah "Gentlement Agreement". Setelah itu sebagai ketua "Panitia Sembilan", Ir. Soekarno melaporkan hasil kerja panitia kecil yang dipimpinnya kepada anggota BPUPKI berupa dokumen rancangan asas dan tujuan "Indonesia Merdeka" yang disebut dengan "Piagam Jakarta" itu. Bagaimana bunyi rumusan dasar negara dalam naskah piagam jakarta ? Menurut dokumen itu, dasar negara Republik Indonesia yakni sebagai berikut :
Rancangan itu diterima untuk selanjutnya dimatangkan dalam masa persidangan BPUPKI yang kedua, yang diselenggarakan mulai tanggal 10 Juli 1945.
Di antara dua masa persidangan resmi BPUPKI itu, berlangsung pula persidangan tidak resmi yang dihadiri 38 orang anggota BPUPKI. Persidangan tidak resmi ini dipimpin sendiri oleh Bung Karno yang membahas ihwal rancangan "Pembukaan (bahasa Belanda: "Preambule") Undang-Undang Dasar 1945", yang kemudian dilanjutkan pembahasannya pada masa persidangan BPUPKI yang kedua (10 Juli-17 Juli 1945).
Pada tanggal 11 Juli 1945, sidang panitia Perancang Undang-Undang Dasar, yang diketuai oleh Ir. Soekarno, membahas pembentukan lagi panitia kecil di bawahnya, yang tugasnya yakni khusus merancang isi dari Undang-Undang Dasar, yang beranggotakan 7 orang yaitu sebagai berikut :
Pada tanggal 13 Juli 1945, sidang panitia Perancang Undang-Undang Dasar, yang diketuai oleh Ir. Soekarno, membahas hasil kerja panitia kecil di bawahnya, yang tugasnya yakni khusus merancang isi dari Undang-Undang Dasar, yang beranggotakan 7 orang itu.
Pada tanggal 14 Juli 1945, sidang pleno BPUPKI mendapatkan laporan panitia Perancang Undang-Undang Dasar, yang dibacakan oleh ketua panitianya sendiri, Ir. Soekarno. Dalam laporan itu membahas ihwal rancangan Undang-Undang Dasar yang di dalamnya tertulis tiga duduk kasus pokok yaitu :
Konsep proklamasi kemerdekaan negara Indonesia gres rencananya akan disusun dengan mengambil tiga alenia pertama "Piagam Jakarta", sedangkan konsep Undang-Undang Dasar nyaris seluruhnya diambil dari alinea keempat "Piagam Jakarta". Sementara itu, perdebatan terus berlanjut di antara akseptor sidang BPUPKI ihwal penerapan ketentuan Islam, Syariat Islam, dalam negara Indonesia baru. "Piagam Jakarta" atau "Jakarta Charter" pada balasannya disetujui dengan urutan dan redaksion yang sedikit berbeda.
Tugas "PPKI" ini yang pertama yakni meresmikan pembukaan (bahasa Belanda: preambule) serta batang tubuh Undang-Undang Dasar 1945. Tugasnya yang kedua yakni melanjutkan hasil kerja BPUPKI, mempersiapkan pemindahan kekuasaan dari pihak pemerintah pendudukan militer Jepang kepada bangsa Indonesia, dan mempersiapkan segala sesuatu yang menyangkut duduk kasus ketatanegaraan untuk negara Indonesia baru.
Anggota "PPKI" sendiri terdiri atas 21 orang tokoh utama pergerakan nasional Indonesia, sebagai upaya untuk mencerminkan perwakilan dari bermacam-macam etnis di wilayah Hindia Belanda, terdiri dari: 12 orang asal Jawa, 3 orang asal Sumatera, 2 orang asal Sulawesi, 1 orang asal Kalimantan, 1 orang asal Sunda Kecil (Nusa Tenggara), 1 orang asal Maluku, 1 orang asal etnis Tionghoa. "PPKI" ini diketuai oleh Ir. Soekarno, dan sebagai wakilnya yakni Drs. Mohammad Hatta, sedangkan sebagai penasihatnya ditunjuk Mr. Raden Achmad Soebardjo Djojoadisoerjo. Kemudian, anggota "PPKI" ditambah lagi sebanyak enam orang, yaitu: Wiranatakoesoema, Ki Hadjar Dewantara, Mr. Kasman Singodimedjo, Mohamad Ibnu Sayuti Melik, Iwa Koesoemasoemantri, dan Mr. Raden Achmad Soebardjo Djojoadisoerjo.
Secara simbolik "PPKI" dilantik oleh Jendral Terauchi, pada tanggal 9 Agustus 1945, dengan mendatangkan Ir. Soekarno, Drs. Mohammad Hatta dan Dr. Kanjeng Raden Tumenggung (K.R.T.) Radjiman Wedyodiningrat ke "Kota Ho Chi Minh" atau dalam bahasa Vietnam: Thành phố Hồ Chí Minh (dahulu bernama: Saigon), yakni kota terbesar di negara Vietnam dan terletak akrab delta Sungai Mekong.
Pada ketika "PPKI" terbentuk, harapan rakyat Indonesia untuk merdeka semakin memuncak. Memuncaknya harapan itu terbukti dengan adanya tekad yang lingkaran dari semua golongan untuk segera memproklamasikan kemerdekaan negara Indonesia. Golongan muda kala itu menghendaki supaya kemerdekaan diproklamasikan tanpa kerjasama dengan pihak pemerintah pendudukan militer Jepang sama sekali, termasuk proklamasi kemerdekaan dalam sidang "PPKI". Pada ketika itu ada anggapan dari golongan muda bahwa "PPKI" ini yakni hanya yakni sebuah tubuh bentukan pihak pemerintah pendudukan militer Jepang. Di lain pihak "PPKI" yakni sebuah tubuh yang ada ketika itu guna mempersiapkan hal-hal yang perlu untuk terbentuknya suatu negara Indonesia baru.
Tetapi cepat atau lambatnya kemerdekaan Indonesia sanggup diberikan oleh pemerintah pendudukan militer Jepang yakni bergantung kepada sejauh mana semua hasil kerja dari "PPKI". Jendral Terauchi kemudian balasannya memberikan keputusan pemerintah pendudukan militer Jepang bahwa kemerdekaan Indonesia akan diberikan pada tanggal 24 Agustus 1945. Seluruh persiapan pelaksanaan kemerdekaan Indonesia diserahkan sepenuhnya kepada "PPKI". Dalam suasana memperoleh tekanan atau beban berat menyerupai demikian itulah "PPKI" wajib bekerja keras guna meyakinkan dan mewujud-nyatakan harapan atau keinginan luhur seluruh rakyat Indonesia, yang sangat haus dan rindu akan sebuah kehidupan kebangsaan yang bebas, yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur.
Ir. Soekarno membacakan naskah Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia yang sudah diketik oleh Mohamad Ibnu Sayuti Melik dan sudah ditandatangani oleh Soekarno-Hatta
Sementara itu dalam sidang "PPKI" pada tanggal 18 Agustus 1945, dalam hitungan kurang dari 15 menit sudah terjadi kesepakatan dan kompromi atas lobi-lobi politik dari pihak kaum keagamaan yang beragama non-Muslim serta pihak kaum keagamaan yang menganut pedoman kebatinan, yang kemudian diikuti oleh pihak kaum kebangsaan (pihak "Nasionalis") guna melunakkan hati pihak tokoh-tokoh kaum keagamaan yang beragama Islam guna dihapuskannya "tujuh kata" dalam "Piagam Jakarta" atau "Jakarta Charter".
Setelah itu Drs. Mohammad Hatta masuk ke dalam ruang sidang "PPKI" dan membacakan empat perubahan dari hasil kesepakatan dan kompromi atas lobi-lobi politik itu. Hasil perubahan yang kemudian disepakati sebagai "pembukaan (bahasa Belanda: "preambule") dan batang tubuh Undang-Undang Dasar 1945", yang ketika ini biasa disebut dengan hanya Undang-Undang Dasar '45 yakni :
"PPKI" sangat berperan dalam penataan awal negara Indonesia baru. Walaupun kelompok muda kala itu hanya menganggap "PPKI" sebagai sebuah forum bikinan pihak pemerintah pendudukan militer Jepang, namun terlepas dari anggapan itu, kiprah serta jasa tubuh ini sama sekali dihentikan kita remehkan dan abaikan, apalagi kita lupakan. Anggota "PPKI" sudah menjalankan kiprah yang diembankan kepada mereka dengan sebaik-baiknya, hingga pada balasannya "PPKI" sanggup meletakkan dasar-dasar ketatanegaraan yang besar lengan berkuasa untuk negara Indonesia yang ketika itu gres saja berdiri.
Sumber : id.wikipedia.org
Di luar anggota BPUPKI, dibuat sebuah Badan Tata Usaha (semacam sekretariat) yang beranggotakan 60 orang. Badan Tata Usaha ini dipimpin oleh Raden Pandji Soeroso dengan wakil Mr. Abdoel Gafar Pringgodigdo dan Masuda Toyohiko (orang Jepang). BPUPKI sendiri bertugas untuk mempelajari dan mengusut hal-hal yang berkaitan dengan aspek-aspek politik, ekonomi, tata pemerintahan, dan hal-hal yang diharapkan dalam perjuangan pembentukan negara Indonesia merdeka.
Pada tanggal 7 Agustus 1945, Jepang membubarkan BPUPKI dan kemudian membentuk Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) atau dalam bahasa Jepang: Dokuritsu Junbi Inkai, dengan anggota berjumlah 21 orang, sebagai upaya untuk mencerminkan perwakilan dari bermacam-macam etnis di wilayah Hindia Belanda, terdiri dari: 12 orang asal Jawa, 3 orang asal Sumatera, 2 orang asal Sulawesi, 1 orang asal Kalimantan, 1 orang asal Sunda Kecil (Nusa Tenggara), 1 orang asal Maluku, 1 orang asal etnis Tionghoa.
Awal persiapan kemerdekaan oleh BPUPKI
Saat kekalahan Jepang dalam perang Pasifik semakin jelas, Perdana Menteri Jepang, Jenderal Kuniaki Koiso, pada tanggal 7 September 1944 mengumumkan bahwa Indonesia akan dimerdekakan setelah tercapai kemenangan tamat dalam perang Asia Timur Raya. Jepang berharap tentara Sekutu akan disambut oleh rakyat Indonesia sebagai penyerbu negara mereka, sehingga pada tanggal 1 Maret 1945 pimpinan pemerintah pendudukan militer Jepang di Jawa, Jenderal Kumakichi Harada, mengumumkan dibentuknya suatu tubuh khusus yang bertugas menyelididki usaha-usaha persiapan kemerdekaan Indonesia, yang dinamakan "Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia" (BPUPKI) atau dalam bahasa Jepang: Dokuritsu Junbi Cosakai. Pembentukan BPUPKI juga untuk menyelidiki, mempelajari dan memepersiapakan hal-hal penting lainnya yang terkait dengan duduk kasus tata pemerintahan guna mendirikan suatu negara Indonesia merdeka.BPUPKI resmi dibuat pada tanggal 1 Maret 1945, bertepatan dengan ulang tahun kaisar Jepang, Kaisar Hirohito. Dr. Kanjeng Raden Tumenggung (K.R.T.) Radjiman Wedyodiningrat, dari golongan nasionalis tua, ditunjuk menjadi ketua BPUPKI dengan didampingi oleh dua orang ketua muda (wakil ketua), yaitu Raden Pandji Soeroso dan Ichibangase Yosio (orang Jepang). Selain menjadi ketua muda, Raden Pandji Soeroso juga diangkat sebagai kepala kantor tata perjuangan BPUPKI (semacam sekretariat) ditolong Masuda Toyohiko dan Mr. Abdoel Gafar Pringgodigdo. BPUPKI sendiri beranggotakan 69 orang, yang terdiri dari: 62 orang anggota aktif yakni tokoh utama pergerakan nasional Indonesia dari semua tempat dan aliran, serta 7 orang anggota istimewa yakni perwakilan pemerintah pendudukan militer Jepang, tetapi wakil dari bangsa Jepang ini tidak mempunyai hak bunyi (keanggotaan mereka yakni pasif, yang maknanya mereka hanya hadir dalam sidang BPUPKI sebagai pengamat saja).
Selama BPUPKI berdiri, sudah diadakan dua kali masa persidangan resmi BPUPKI, dan juga adanya pertemuan-pertemuan yang tidak resmi oleh panitia kecil di bawah BPUPKI, yaitu yakni sebagai berikut :
Sidang resmi pertama BPUPKI
Pada tanggal 28 Mei 1945, diadakan upacara peresmian dan sekaligus seremonial pembukaan masa persidangan BPUPKI yang pertama di gedung "Chuo Sangi In", yang pada zaman kolonial Belanda gedung itu yakni gedung Volksraad (dari bahasa Belanda, semacam forum "Dewan Perwakilan Rakyat Hindia Belanda" pada masa penjajahan Belanda), dan kini gedung itu dikenal dengan sebutan Gedung Pancasila, yang berlokasi di Jalan Pejambon 6 – Jakarta. Namun masa persidangan resminya sendiri (masa persidangan BPUPKI yang pertama) diadakan selama empat hari dan gres dimulai pada keesokan harinya, yakni pada tanggal 29 Mei 1945, dan berlangsung hingga dengan tanggal 1 Juni 1945, dengan tujuan untuk membahas bentuk negara Indonesia, filsafat negara "Indonesia Merdeka" serta merumuskan dasar negara Indonesia.Upacara peresmian dan seremonial pembukaan masa persidangan BPUPKI yang pertama ini dihadiri oleh seluruh anggota BPUPKI dan juga dua orang pembesar militer jepang, yaitu: Panglima Tentara Wilayah ke-7, Jenderal Izagaki, yang menguasai Jawa serta Panglima Tentara Wilayah ke-16, Jenderal Yuichiro Nagano. Namun untuk selanjutnya pada masa persidangan resminya itu sendiri, yang berlangsung selama empat hari, hanya dihadiri oleh seluruh anggota BPUPKI.
Sebelumnya jadwal sidang diawali dengan membahas pandangan ihwal bentuk negara Indonesia, yakni disepakati berbentuk "Negara Kesatuan Republik Indonesia" ("NKRI"), kemudian jadwal sidang dilanjutkan dengan merumuskan konstitusi Negara Kesatuan Republik Indonesia. Untuk hal ini, BPUPKI wajib merumuskan dasar negara Republik Indonesia terlebih dahulu yang akan menjiwai isi dari Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia itu sendiri, alasannya Undang-Undang Dasar yakni adalah konstitusi Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Siapa saja anggota BPUPKI yang mengusulkan rumusan dasar negara ? Guna mendapatkan rumusan dasar negara Republik Indonesia yang benar-benar tepat, maka jadwal program dalam masa persidangan BPUPKI yang pertama ini yakni mendengarkan pidato dari tiga orang tokoh utama pergerakan nasional Indonesia, yang mengajukan pendapatnya mengenai dasar negara Republik Indonesia itu yakni sebagai berikut :
- Sidang tanggal 29 Mei 1945, Mr. Prof. Mohammad Yamin, S.H. berpidato mengemukakan gagasan ihwal rumusan lima asas dasar negara Republik Indonesia, yaitu: “1. Peri Kebangsaan; 2. Peri Kemanusiaan; 3. Peri Ketuhanan; 4. Peri Kerakyatan; dan 5. Kesejahteraan Rakyat”.
- Sidang tanggal 31 Mei 1945, Prof. Mr. Dr. Soepomo berpidato mengemukakan gagasan ihwal rumusan lima prinsip dasar negara Republik Indonesia, yang ia namakan "Dasar Negara Indonesia Merdeka", yaitu: “1. Persatuan; 2. Kekeluargaan; 3. Mufakat dan Demokrasi; 4. Musyawarah; dan 5. Keadilan Sosial”.
- Sidang tanggal 1 Juni 1945, Ir. Soekarno berpidato mengemukakan gagasan ihwal rumusan lima sila dasar negara Republik Indonesia, yang ia namakan "Pancasila", yaitu: “1. Kebangsaan Indonesia; 2. Internasionalisme dan Peri Kemanusiaan; 3. Mufakat atau Demokrasi; 4. Kesejahteraan Sosial; dan 5. Ketuhanan Yang Maha Esa”.
Gagasan ihwal rumusan lima sila dasar negara Republik Indonesia yang dikemukakan oleh Ir. Soekarno itu kemudian dikenal dengan istilah "Pancasila", masih berdasarkan ia bilamana diharapkan gagasan ihwal rumusan Pancasila ini sanggup diperas menjadi "Trisila" (Tiga Sila), yaitu: “1. Sosionasionalisme; 2. Sosiodemokrasi; dan 3. Ketuhanan Yang Berkebudayaan”. Bahkan masih berdasarkan Ir. Soekarno lagi, Trisila itu bila hendak diperas kembali dinamakannya sebagai "Ekasila" (Satu Sila), yaitu yakni sila: “Gotong-Royong”, ini yakni adalah upaya dari Bung Karno dalam menjelaskan bahwa konsep gagasan ihwal rumusan dasar negara Republik Indonesia yang dibawakannya itu yakni berada dalam kerangka "satu-kesatuan", yang tidak terpisahkan satu dengan lainnya. Masa persidangan BPUPKI yang pertama ini dikenang dengan sebutan detik-detik lahirnya Pancasila dan tanggal 1 Juni ditetapkan dan diperingati sebagai hari lahirnya Pancasila.
Pidato dari Ir. Soekarno ini sekaligus mengakhiri masa persidangan BPUPKI yang pertama, setelah itu BPUPKI mengalami masa reses persidangan (periode jeda atau istirahat) selama satu bulan lebih. Sebelum dimulainya masa reses persidangan, dibentuklah suatu panitia kecil yang beranggotakan 9 orang, yang dinamakan "Panitia Sembilan" dengan diketuai oleh Ir. Soekarno, yang bertugas untuk mengolah permintaan dari konsep para anggota BPUPKI ihwal dasar negara Republik Indonesia.
Masa antara sidang resmi pertama dan sidang resmi kedua
Naskah Asli "Piagam Jakarta" atau "Jakarta Charter" |
- Ir. Soekarno (ketua)
- Drs. Mohammad Hatta (wakil ketua)
- Mr. Raden Achmad Soebardjo Djojoadisoerjo (anggota)
- Mr. Prof. Mohammad Yamin, S.H. (anggota)
- Kiai Haji Abdul Wahid Hasjim (anggota)
- Abdoel Kahar Moezakir (anggota)
- Raden Abikusno Tjokrosoejoso (anggota)
- Haji Agus Salim (anggota)
- Mr. Alexander Andries Maramis (anggota)
Sesudah melakukan negosiasi yang cukup sulit antara 4 orang dari kaum kebangsaan (pihak "Nasionalis") dan 4 orang dari kaum keagamaan (pihak "Islam"), maka pada tanggal 22 Juni 1945 "Panitia Sembilan" kembali berjumpa dan menghasilkan rumusan dasar negara Republik Indonesia yang kemudian dikenal sebagai "Piagam Jakarta" atau "Jakarta Charter", yang pada ketika itu disebut-sebut juga sebagai sebuah "Gentlement Agreement". Setelah itu sebagai ketua "Panitia Sembilan", Ir. Soekarno melaporkan hasil kerja panitia kecil yang dipimpinnya kepada anggota BPUPKI berupa dokumen rancangan asas dan tujuan "Indonesia Merdeka" yang disebut dengan "Piagam Jakarta" itu. Bagaimana bunyi rumusan dasar negara dalam naskah piagam jakarta ? Menurut dokumen itu, dasar negara Republik Indonesia yakni sebagai berikut :
- Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan Syariat Islam untuk pemeluk-pemeluknya,
- Kemanusiaan yang adil dan beradab,
- Persatuan Indonesia,
- Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kecerdikan dalam permusyawaratan perwakilan,
- Keadilan sosial untuk seluruh rakyat Indonesia.
Rancangan itu diterima untuk selanjutnya dimatangkan dalam masa persidangan BPUPKI yang kedua, yang diselenggarakan mulai tanggal 10 Juli 1945.
Di antara dua masa persidangan resmi BPUPKI itu, berlangsung pula persidangan tidak resmi yang dihadiri 38 orang anggota BPUPKI. Persidangan tidak resmi ini dipimpin sendiri oleh Bung Karno yang membahas ihwal rancangan "Pembukaan (bahasa Belanda: "Preambule") Undang-Undang Dasar 1945", yang kemudian dilanjutkan pembahasannya pada masa persidangan BPUPKI yang kedua (10 Juli-17 Juli 1945).
Sidang resmi kedua BPUPKI
Masa persidangan BPUPKI yang kedua berlangsung semenjak tanggal 10 Juli 1945 hingga tanggal 14 Juli 1945. Agenda sidang BPUPKI kali ini membahas mengenai wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, kewarganegaraan Indonesia, rancangan Undang-Undang Dasar, ekonomi dan keuangan, pembelaan negara, serta pendidengajaran. Pada persidangan BPUPKI yang kedua ini, anggota BPUPKI dibagi-bagi dalam panitia-panitia kecil. Panitia-panitia kecil yang terbentuk itu antara lain adalah: Panitia Perancang Undang-Undang Dasar (diketuai oleh Ir. Soekarno), Panitia Pembelaan Tanah Air (diketuai oleh Raden Abikusno Tjokrosoejoso), dan Panitia Ekonomi dan Keuangan (diketuai oleh Drs. Mohammad Hatta).Pada tanggal 11 Juli 1945, sidang panitia Perancang Undang-Undang Dasar, yang diketuai oleh Ir. Soekarno, membahas pembentukan lagi panitia kecil di bawahnya, yang tugasnya yakni khusus merancang isi dari Undang-Undang Dasar, yang beranggotakan 7 orang yaitu sebagai berikut :
- Prof. Mr. Dr. Soepomo (ketua panitia kecil)
- Mr. KRMT Wongsonegoro (anggota)
- Mr. Raden Achmad Soebardjo Djojoadisoerjo (anggota)
- Mr. Alexander Andries Maramis (anggota)
- Mr. Raden Panji Singgih (anggota)
- Haji Agus Salim (anggota)
- Dr. Soekiman Wirjosandjojo (anggota)
Pada tanggal 13 Juli 1945, sidang panitia Perancang Undang-Undang Dasar, yang diketuai oleh Ir. Soekarno, membahas hasil kerja panitia kecil di bawahnya, yang tugasnya yakni khusus merancang isi dari Undang-Undang Dasar, yang beranggotakan 7 orang itu.
Pada tanggal 14 Juli 1945, sidang pleno BPUPKI mendapatkan laporan panitia Perancang Undang-Undang Dasar, yang dibacakan oleh ketua panitianya sendiri, Ir. Soekarno. Dalam laporan itu membahas ihwal rancangan Undang-Undang Dasar yang di dalamnya tertulis tiga duduk kasus pokok yaitu :
- Pernyataan mengenai Indonesia Merdeka
- Pembukaan Undang-Undang Dasar
- Batang tubuh Undang-Undang Dasar yang kemudian dinamakan sebagai "Undang-Undang Dasar 1945", yang isinya mencakup :
- Wilayah negara Indonesia yakni sama dengan bekas wilayah Hindia Belanda dahulu, ditambah dengan Malaya, Borneo Utara (sekarang yakni wilayah Sabah dan wilayah Serawak di negara Malaysia, serta wilayah negara Brunei Darussalam), Papua, Timor-Portugis (sekarang yakni wilayah negara Timor Leste), dan pulau-pulau di sekitarnya,
- Bentuk negara Indonesia yakni Negara Kesatuan,
- Bentuk pemerintahan Indonesia yakni Republik,
- Bendera nasional Indonesia yakni Sang Saka Merah Putih,
- Bahasa nasional Indonesia yakni Bahasa Indonesia.
Konsep proklamasi kemerdekaan negara Indonesia gres rencananya akan disusun dengan mengambil tiga alenia pertama "Piagam Jakarta", sedangkan konsep Undang-Undang Dasar nyaris seluruhnya diambil dari alinea keempat "Piagam Jakarta". Sementara itu, perdebatan terus berlanjut di antara akseptor sidang BPUPKI ihwal penerapan ketentuan Islam, Syariat Islam, dalam negara Indonesia baru. "Piagam Jakarta" atau "Jakarta Charter" pada balasannya disetujui dengan urutan dan redaksion yang sedikit berbeda.
Persiapan kemerdekaan dilanjutkan oleh PPKI
Persidangan resmi PPKI dilaksanakan pada tanggal 18 Agustus 1945. Pada tanggal 7 Agustus 1945, BPUPKI dibubarkan alasannya dianggap sudah sanggup menuntaskan tugasnya dengan baik, yaitu menyusun rancangan Undang-Undang Dasar untuk negara Indonesia Merdeka, dan digantikan dengan dibentuknya "Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia" ("PPKI") atau dalam bahasa Jepang: Dokuritsu Junbi Inkai dengan Ir. Soekarno sebagai ketuanya.Tugas "PPKI" ini yang pertama yakni meresmikan pembukaan (bahasa Belanda: preambule) serta batang tubuh Undang-Undang Dasar 1945. Tugasnya yang kedua yakni melanjutkan hasil kerja BPUPKI, mempersiapkan pemindahan kekuasaan dari pihak pemerintah pendudukan militer Jepang kepada bangsa Indonesia, dan mempersiapkan segala sesuatu yang menyangkut duduk kasus ketatanegaraan untuk negara Indonesia baru.
Anggota "PPKI" sendiri terdiri atas 21 orang tokoh utama pergerakan nasional Indonesia, sebagai upaya untuk mencerminkan perwakilan dari bermacam-macam etnis di wilayah Hindia Belanda, terdiri dari: 12 orang asal Jawa, 3 orang asal Sumatera, 2 orang asal Sulawesi, 1 orang asal Kalimantan, 1 orang asal Sunda Kecil (Nusa Tenggara), 1 orang asal Maluku, 1 orang asal etnis Tionghoa. "PPKI" ini diketuai oleh Ir. Soekarno, dan sebagai wakilnya yakni Drs. Mohammad Hatta, sedangkan sebagai penasihatnya ditunjuk Mr. Raden Achmad Soebardjo Djojoadisoerjo. Kemudian, anggota "PPKI" ditambah lagi sebanyak enam orang, yaitu: Wiranatakoesoema, Ki Hadjar Dewantara, Mr. Kasman Singodimedjo, Mohamad Ibnu Sayuti Melik, Iwa Koesoemasoemantri, dan Mr. Raden Achmad Soebardjo Djojoadisoerjo.
Secara simbolik "PPKI" dilantik oleh Jendral Terauchi, pada tanggal 9 Agustus 1945, dengan mendatangkan Ir. Soekarno, Drs. Mohammad Hatta dan Dr. Kanjeng Raden Tumenggung (K.R.T.) Radjiman Wedyodiningrat ke "Kota Ho Chi Minh" atau dalam bahasa Vietnam: Thành phố Hồ Chí Minh (dahulu bernama: Saigon), yakni kota terbesar di negara Vietnam dan terletak akrab delta Sungai Mekong.
Pada ketika "PPKI" terbentuk, harapan rakyat Indonesia untuk merdeka semakin memuncak. Memuncaknya harapan itu terbukti dengan adanya tekad yang lingkaran dari semua golongan untuk segera memproklamasikan kemerdekaan negara Indonesia. Golongan muda kala itu menghendaki supaya kemerdekaan diproklamasikan tanpa kerjasama dengan pihak pemerintah pendudukan militer Jepang sama sekali, termasuk proklamasi kemerdekaan dalam sidang "PPKI". Pada ketika itu ada anggapan dari golongan muda bahwa "PPKI" ini yakni hanya yakni sebuah tubuh bentukan pihak pemerintah pendudukan militer Jepang. Di lain pihak "PPKI" yakni sebuah tubuh yang ada ketika itu guna mempersiapkan hal-hal yang perlu untuk terbentuknya suatu negara Indonesia baru.
Tetapi cepat atau lambatnya kemerdekaan Indonesia sanggup diberikan oleh pemerintah pendudukan militer Jepang yakni bergantung kepada sejauh mana semua hasil kerja dari "PPKI". Jendral Terauchi kemudian balasannya memberikan keputusan pemerintah pendudukan militer Jepang bahwa kemerdekaan Indonesia akan diberikan pada tanggal 24 Agustus 1945. Seluruh persiapan pelaksanaan kemerdekaan Indonesia diserahkan sepenuhnya kepada "PPKI". Dalam suasana memperoleh tekanan atau beban berat menyerupai demikian itulah "PPKI" wajib bekerja keras guna meyakinkan dan mewujud-nyatakan harapan atau keinginan luhur seluruh rakyat Indonesia, yang sangat haus dan rindu akan sebuah kehidupan kebangsaan yang bebas, yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur.
Ir. Soekarno membacakan naskah Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia yang sudah diketik oleh Mohamad Ibnu Sayuti Melik dan sudah ditandatangani oleh Soekarno-Hatta
Sementara itu dalam sidang "PPKI" pada tanggal 18 Agustus 1945, dalam hitungan kurang dari 15 menit sudah terjadi kesepakatan dan kompromi atas lobi-lobi politik dari pihak kaum keagamaan yang beragama non-Muslim serta pihak kaum keagamaan yang menganut pedoman kebatinan, yang kemudian diikuti oleh pihak kaum kebangsaan (pihak "Nasionalis") guna melunakkan hati pihak tokoh-tokoh kaum keagamaan yang beragama Islam guna dihapuskannya "tujuh kata" dalam "Piagam Jakarta" atau "Jakarta Charter".
Setelah itu Drs. Mohammad Hatta masuk ke dalam ruang sidang "PPKI" dan membacakan empat perubahan dari hasil kesepakatan dan kompromi atas lobi-lobi politik itu. Hasil perubahan yang kemudian disepakati sebagai "pembukaan (bahasa Belanda: "preambule") dan batang tubuh Undang-Undang Dasar 1945", yang ketika ini biasa disebut dengan hanya Undang-Undang Dasar '45 yakni :
- Pertama, kata “Mukaddimah” yang berasal dari bahasa Arab, muqaddimah, diganti dengan kata “Pembukaan”.
- Kedua, anak kalimat "Piagam Jakarta" yang menjadi pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, diganti dengan, “Negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa”.
- Ketiga, kalimat yang menyebutkan “Presiden ialah orang Indonesia orisinil dan beragama Islam”, menyerupai tertulis dalam pasal 6 ayat 1, diganti dengan mencoret kata-kata “dan beragama Islam”.
- Keempat, terkait perubahan poin Kedua, maka pasal 29 ayat 1 dari yang semula berbunyi: “Negara berdasar atas Ketuhananan, dengan kewajiban menjalankan Syariat Islam untuk pemeluk-pemeluknya” diganti menjadi berbunyi: “Negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa”.
"PPKI" sangat berperan dalam penataan awal negara Indonesia baru. Walaupun kelompok muda kala itu hanya menganggap "PPKI" sebagai sebuah forum bikinan pihak pemerintah pendudukan militer Jepang, namun terlepas dari anggapan itu, kiprah serta jasa tubuh ini sama sekali dihentikan kita remehkan dan abaikan, apalagi kita lupakan. Anggota "PPKI" sudah menjalankan kiprah yang diembankan kepada mereka dengan sebaik-baiknya, hingga pada balasannya "PPKI" sanggup meletakkan dasar-dasar ketatanegaraan yang besar lengan berkuasa untuk negara Indonesia yang ketika itu gres saja berdiri.
Sumber : id.wikipedia.org
0 Komentar untuk "Peranan Bpupki Dan Ppki Dalam Perumusan Dasar Negara"