Penetapan Pancasila Sebagai Dasar Negara

Pancasila yaitu ideologi dan dasar negara Indonesia. Pancasila pertama kali dicetuskan oleh Ir. Soekarno melalui pidatonya dalam sidang BPUPKI tanggal 1 Juni 1945. Ada beberapa alasan yang melatar belakangi pancasila itu dijadikan sebagai ideologi bangsa Indonesia, yang akan dibahas oleh penulis dalam goresan pena ini. Selain itu, penulis juga akan membahas wacana arti penting pancasila untuk Indonesia serta dinamika dan perkembangan interpretasinya.

Dalam pidatonya di sidang BPUPKI tanggal 1 Juni 1945, Bung Karno menyampaikan bahwa sebuah negara wajib mempunyai sebuah prinsip, menyerupai Tiongkok yang mempunyai San Min Chu I sebagai dasar negaranya. Dalam sidang itu, Ir. Soekarno mengusulkan lima prinsip dasar yang berisi kebangsaan Indonesia, internasionalisme atau perikemanusiaan, mufakat atau demokrasi, kesejahteraan sosial, dan yang terakhir ialah menyusun Indonesia Merdeka dengan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa. Ir. Soekarno menyebutnya dengan pancasila yang berasal dari kata sila yang maknanya asas atau dasar yang kemudian di atas dasar itulah didirikannya Indonesia sebagai sebuah negara yang kekal dan abadi.


Kekalahan Jepang dalam Perang Dunia II membuka kesempatan bagi bangsa Indonesia untuk mempersiapkan kemerdekaan bangsa Indonesia atas dasar prakarsa bangsa Indonesia sendiri. Pada tanggal 7 Agustus 1945 BPUPKI dibubarkan oleh Jepang. Sebagai gantinya dibentuklah Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) yang beranggotakan 21 orang. PPKI diketuai oleh Ir. Soekarno dan wakilnya Drs. Moh. Hatta. PPKI yang dibuat oleh Jepang kemudian ditambah anggotanya menjadi 27 orang. Perubahan keanggotaan PPKI mempunyai nilai strategis lantaran PPKI murni dibuat bangsa Indonesia untuk mempersiapkan kelahiran Negara Kesatuan Republik Indonesia dan kesan bahwa PPKI bentukan Jepang hilang. Coba kalian cari informasi lebih lanjut siapa saja anggota PPKI, dari mana asal mereka, apakah keanggotaan PPKI mencerminkan keterwakilan rakyat Indonesia ?

Pada tanggal 17 Agustus 1945, bangsa Indonesia memproklamasikan kemerdekaannya ke seluruh dunia. Keesokan harinya, tanggal 18 Agustus 1945 PPKI melakukan sidang. Hasil sidang PPKI tanggal 18 Agustus 1945 memutuskan 3 (tiga) hal:

  1. Menetapkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
  2. Memilih Presiden dan Wakil Presiden, yaitu Ir Soekarno dan Moh Hatta.
  3. Membentuk sebuah Komite Nasional, untuk membantu Presiden.

Salah satu keputusan sidang PPKI yaitu mengesahkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, yang dalam Pembukaan Alinea IV mencantumkan sila-sila Pancasila sebagai dasar negara. Perubahan penting dalam sidang ini yaitu perubahan rumusan dasar negara yang telah disepakati dalam Piagam Jakarta.yaitu tujuh kata sehabis Ke-Tuhanan, yang semula berbunyi “Ke-Tuhanan, dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya” diubah menjadi Ketuhanan Yang Maha Esa. Dalam Sidang PPKI tersebut, Moh. Hatta menyatakan, bahwa masyarakat Indonesia Timur mengusulkan untuk menghilangkan tujuh kata dalam Piagam Jakarta, yaitu “... dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya ...”. Usulan tersebut disampaikan sebagai masukan sebelum sidang yang disampaikan oleh seorang opsir Jepang yang bertugas di Indonesia Timur, yang berjulukan Nishijama. Dengan jiwa kebangsaan, para pendiri negara menyepakati perubahan Piagam Jakarta. Dengan demikian, sila pertama Pancasila menjadi “Ketuhanan Yang Maha Esa”.

Mengenai dongeng pencoretan tujuh kata dalam Piagam Jakarta itu, M. Hatta menuturkan dalam Memoirnya yang dikutip dalam Buku Empat Pilar Kehidupan Berbangsa dan Bernegara, sebagai berikut: “Pada sore harinya saya mendapatkan telepon dari tuan Nishijama, pembantu Admiral Maeda, menanyakan dapatkah saya mendapatkan seorang opsir Kaigun (Angkatan Laut) lantaran ia mau mengemukakan suatu hal yang sangat penting bagi Indonesia. Nishijama sendiri akan menjadi juru bahasanya. Aku mempersilahkan mereka datang.

Opsir itu yang saya lupa namanya, tiba sebagai utusan Kaigun untuk memberitahukan bahwa wakil-wakil Protestan dan Katolik, yang dikuasai oleh Angkatan Laut Jepang, berkeberatan sangat terhadap penggalan kalimat dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar, yang berbunyi, “Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syari’at Islam bagi pemeluk-pemeluknya”. Mereka mengakui bahwa penggalan kalimat itu tidak mengikat mereka, hanya mengenai rakyat yang beragama Islam. Tetapi tercantumnya ketetapan menyerupai itu di dalam suatu dasar yang menjadi pokok Undang- Undang Dasar berarti mengadakan diskriminasi terhadap golongan minoritas. Jika diskriminasi itu ditetapkan juga, mereka lebih suka bangkit di luar republik Indonesia. Aku menyampaikan bahwa itu bukan suatu diskriminasi, lantaran penetapan itu hanya mengenai rakyat yang beragama Islam.

Waktu merumuskan Pembukaan Undang-Undang Dasar itu, Mr. Maramis yang ikut serta dalam Panitia Sembilan, tidak mempunyai keberatan apa-apa dan tanggal 22 Juni 1945 ia ikut menandatanganinya. Opsir tadi menyampaikan bahwa itu yaitu pendirian dan perasaan pemimpin- pemimpin Protestan dan Nasrani dalam kawasan pendudukan Kaigun. Mungkin waktu itu Mr. Maramis cuma memikirkan bahwa penggalan kalimat itu hanya untuk rakyat Islam yang 90% jumlahnya dan tidak mengikat rakyat Indonesia yang beragama lain. Ia tidak merasa bahwa penetapan itu yaitu suatu diskriminasi.

Pembukaan Undang-Undang Dasar yaitu pokok dari pokok, lantaran itu harus teruntuk bagi seluruh bangsa Indonesia dengan tiada kecualinya. Kalau sebagian daripada dasar itu hanya mengikat sebagian rakyat Indonesia, sekalipun terbesar, itu dirasakan oleh golongan-golongan minoritas sebagai diskriminasi. Sebab itu bila diteruskan juga Pembukaan yang mengandung diskriminasi itu, mereka golongan Protestan dan Nasrani lebih suka bangkit di luar Republik.

Karena begitu serius rupanya, esok paginya tanggal 18 agustus 1945, sebelum Sidang Panitia Persiapan bermula, kuajak Ki Bagus Hadikusumo, Wahid Hasyim, Mr. Kasman Singodimedjo dan Mr. Teuku Mohammad Hasan dari Sumatera mengadakan suatu rapat pendahuluan untuk membicarakan problem itu. Supaya kita jangan pecah sebagai bangsa, kami mufakat untuk menghilangkan penggalan kalimat yang menusuk hati kaum Kristen itu dan menggantikannya dengan Ketuhanan Yang Maha Esa. Apabila suatu problem yang serius dan sanggup membahayakan keutuhan negara sanggup diatasi dalam sidang kecil yang lamanya kurang dari 15 menit, itu yaitu suatu tanda bahwa pemimpin-pemimpin tersebut di waktu itu benar-benar mementingkan nasib dan persatuan bangsa.” (Mohammad Hatta, 1979: 458-560 dalam Empat Pilar Kehidupan Berbangsa dan Bernegara, Tim Penyusun, 2012: 38 – 40). Rumusan sila-sila Pancasila yang ditetapkan oleh PPKI sanggup dilihat selengkapnya dalam naskah Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Rumusan sila-sila Pancasila tersebut adalah:

  1. Ketuhanan Yang Maha Esa.
  2. Kemanusiaan yang adil dan beradab.
  3. Persatuan Indonesia.
  4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kecerdikan dalam permusyawaratan/perwakilan.
  5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.


Sumber : Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan Kelas VII SMP/MTs Edisi Revisi

Related : Penetapan Pancasila Sebagai Dasar Negara

0 Komentar untuk "Penetapan Pancasila Sebagai Dasar Negara"

DUKUNG KAMI

SAWER Ngopi Disini.! Merasa Terbantu Dengan artikel ini? Ayo Traktir Kopi Dengan Cara Berbagi Donasi. Agar Kami Tambah Semangat. Terimakasih :)