Mr. Moh. Yamin menyatakan dalam Sidang Pertama BPUPKI, “Rakyat Indonesia mesti memperoleh dasar negara yang berasal dari peradaban kebangsaan Indonesia; orang Timur pulang ke kebudayaan timur, ... kita tidak berniat, kemudian akan memalsukan sesuatu susunan tata negara negeri luaran. Kita bangsa Indonesia masuk yang beradab dan kebudayaan kita beribu-ribu tahun umurnya.”
Dengan kedalaman pemikiran serta kesadaran akan nilai kebangsaan, para pendiri negara menyepakati dasar negara Indonesia merdeka yaitu Pancasila. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dijadikan sebagai konstitusi negara dan aturan dasar negara. Tata penyelenggaraan negara dan bernegara mesti didasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Sebagai warga negara, sudah semestinya kalian memahami konstitusi negara. Menumbuhkan kesadaran akan pentingnya konstitusi untuk warga negara Indonesia wajib dimulai semenjak muda. Pada cuilan ini, kalian akan mempelajari lebih jauh mengenai kesadaran berkonstitusi.
1. Perumusan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
Tahukah kalian, apa itu konstitusi? Coba kalian baca pengertian konstitusi berikut ini. Konstitusi yaitu aturan dasar yang dijadikan pegangan dalam penyelenggaraan suatu negara. Konstitusi sanggup berupa aturan dasar tertulis yang lazim disebut Undang-Undang Dasar, dan bisa pula tidak tertulis yang juga disebut Konvensi. Undang-Undang Dasar menempati tata urutan peraturan perundang-undangan tertinggi dalam negara. Undang-Undang Dasar biasanya mengatur mengenai pemegang kedaulatan, struktur negara, bentuk negara, bentuk pemerintahan, kekuasaan legislatif, kekuasaan peradilan, dan majemuk forum negara serta hak-hak rakyat.
Sesuai dengan rumusan Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, “Kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan berdasarkan Undang-Undang Dasar”. Pasal itu dimaksud memuat paham konstitusionalisme. Rakyat pemegang kedaulatan tertinggi terikat pada konsititusi. Kedaulatan rakyat dilaksanakan berdasarkan Undang-Undang Dasar. Dengan demikian, Undang-Undang Dasar yaitu sumber aturan tertinggi yang menjadi pedoman dan norma aturan yang dijadikan sumber aturan untuk peraturan perundangan yang berada di bawahnya.
Ketika kemerdekaan Indonesia diproklamasikan, Republik Indonesia belum mempunyai Undang-Undang Dasar. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 ditetapkan oleh PPKI pada hari Sabtu 18 Agustus 1945, satu hari sesudah Proklamasi.
Pembahasan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dilakukan dalam sidang BPUPKI, sidang pertama pada 29 Mei-1 Juni 1945 kemudian dilanjutkan pada sidang kedua pada 10-17 Juli 1945. Dalam sidang pertama dibahas mengenai dasar negara sedangkan pembahasan rancangan Undang- Undang Dasar dilakukan pada sidang yang kedua.
Pada sidang BPUPKI tanggal 10 Juli 1945, sesudah dibuka oleh ketua dilanjutkan dengan pengumuman penambahan anggota baru, yaitu Abdul Fatah Hasan, Asikin Natanegara, Surio Hamidjojo, Muhammad Noor, Besar, dan Abdul Kaffar. Kemudian Ir. Soekarno selaku Ketua Panitia Kecil melaporkan hasil kerjanya, bahwa Panitia Kecil sudah mendapatkan usulan-usulan mengenai Indonesia merdeka yang digolongkannya menjadi sembilan kelompok, yaitu: ajuan yang meminta Indonesia merdeka selekas-lekasnya, ajuan ihwal dasar negara, ajuan mengenai unifikasi atau federasi, ajuan mengenai bentuk negara dan kepala negara, ajuan mengenai warga negara, ajuan mengenai daerah, ajuan mengenai agama dan negara, ajuan mengenai pembelaan negara, dan ajuan mengenai keuangan.
Ketika akan mengambil pemungutan bunyi untuk menentukan bentuk negara, para pendiri negara diliputi suasana yang penuh dengan permufakatan, tanggung jawab, toleransi, dan religius sebagaimana tergambar dalam obrolan berikut ini (Sekretariat Negara Republik Indonesia, 1995:125-127) “...
Anggota MOEZAKIR:
Saya mohon dari Tuan-tuan anggota sekalian! Oleh alasannya yaitu kita menghadapi ketika yang suci, oke kita mengheningkan cipta, supaya janganlah hati kita dipengaruhi oleh sesuatu hal yang tidak suci, tetapi dengan segala keikhlasan menghadapi keputusan mengenai bentuk negara yang akan didirikan, dengan hati yang murni, yang tidak terpengaruh oleh sesuatu maksud yang tidak suci. Oleh alasannya yaitu itu, saya mohon kepada paduka Tuan-tuan sekalian, sukalah Tuan-tuan bangkit di hadapan hadirat Allah Subhanahuwataala untuk meminta doa.
Ketua RADJIMAN:
Usul itu kita turuti dan saya minta marilah kita mengheningkan cipta, supaya memperoleh pikiran yang suci dan murni dalam pemilihan.
Rapat meminta doa dengan pimpinan Ki Bagoes Hadikoesoemo yang membacakan Fatihah. Sesudah itu diadakan pemungutan suara.
Anggota DASAAD:
Tuan Ketua, kami sudah mengetahui, bahwa ada 64 stem. Yang menentukan republik, ada 55 stem, kerajaan 6, lain-lain 2 dan belangko 1.
Ketua:
Saya mengucapkan terima kasih atas pekerjaan komisi. Anggota sekalian sudah mendengar, bahwa sudah dipilih oleh sidang Dokuritu Zyunbi Tyoosakai yang kedua kali ini, yang melahirkan 64 stem, ialah yang 55 republik, 6 kerajaan, 1 belangko dan 2 lain-lain. Jadi, semuanya ada 64.
Sudah ada ketetapan dalam ketika ini, nanti kita menciptakan pelaporan yang sejelas-jelasnya.
Anggota SOEKARNO:
Jadi, putusan Panitia itu republik?
Ketua RADJIMAN:
Sudah terang republik yang dipilih dengan bunyi terbanyak. Sekarang saya minta beristirahat.
....”
Semangat nasionalisme dan patriotisme terlihat sangat faktual dalam perbincangan dalam Sidang BPUPKI tanggal 10 dan 11 Juli 1945 ketika membahas problem wilayah negara. Semangat itu, antara lain dikemukakan oleh beberapa tokoh di bawah ini (Sekretariat Negara Republik Indonesia, 1995:132-144).
Anggota MOEZAKIR:
.... Maka apabila bangsa Indonesia pada masa ini mempunyai ketinggian kehendak dan kemauan, dan menjunjung tinggi apa yang angan-angankan, hendaklah sanggup pula mengakui bahwa tanah Melayu itu sebagian dari tanah air kita....tanah Papua itu pula menjadi sumber kekayaan kita. Janganlah sumber kekayaan, yang diwariskan oleh nenek moyang kita hilang dengan sia-sia belaka. Oleh alasannya yaitu itu, saya setuju, bahwa dalam menentukan batas halaman tanah air kita hendaklah kita berpikir dengan sebaik-baiknya; janganlah didasarkan pada soal, apakah kita kita sanggup atau tidak sanggup, tetapi pula apakah akan timbul kesanggupan akan merdeka atau tidak....
Anggota YAMIN:
.... Soal lain pula berhubung dengan tanah Papua. Memang hal ini dalam ilmu pengetahuan, ethnologie, bahasa, geografie ada yang menyebutkan, bahwa pulau Papua tidak masuk tanah Indonesia.Tetapi faham ini hanyalah dilahirkan oleh orang-orang yang mengarang buku yang bersangkutan. Tetapi ada juga faham-faham lain yang mengatakan, bahwa seluruh pulau Papua masuk Indonesia. Perkataan “Indonesia” dibuat oleh orang yang mempunyai faham yang mengatakan, bahwa Indonesia melingkungi kawasan Malaya dan Polinesia. Jadi, dengan sendirinya pada waktu perkataan “Indonesia” lahir dimaksudkan bahwa tanah Papua masuk dalam kawasan Indonesia. ...
Anggota ABDUL KAFFAR:
.... Dalam ilmu taktik alangkah besar untuk kedua-duanya untuk menjaga sisi masing-masing. Artinya bila kita melihat batas kita di Timur, ke Pulau Timor, saya sepakat sekali dengan anggota yang terhormat Muh Yamin, yaitu supaya pulau itu dimasukkan dalam lingkungan kita, terletak Indonesia baru, begitu pula Borneo Utara, di mana terletak Serawak, dan juga negara Papua bukanlah kita bersifat meminta, tetapi hal itu beralaskan kebangsaan. ...
Anggota SOEMITRO KOLOPAKING:
.... Jikalau peperangan sudah berakhir dan kemenangan final sudah tercapai, kita sanggup melengkapkan aturan-aturan itu menjadi aturan-aturan yang cocok dengan keadaan zaman pada ketika itu, dengan usul Indonesia merdeka ialah seluas Indonesia-Belanda dahulu. Jikalau kemenangan final tercapai dan ada usul yang faktual dari Malaya Selatan, Borneo Utara bahwa rakyat di situ merasa juga ingin masuk dalam lingkungan kita, dengan bahagia hati mereka akan kita terima sebagai bangsa kita di dalam Indonesia merdeka.”
Dalam membahas problem wilayah negara, masih tidak sedikit tokoh pendiri negara yang memberikan usulnya, ibarat Moh. Hatta, Soekarno, Soetardjo, Agoes Salim, A.A. Maramis, Sanoesi, dan Oto Iskandardinata. Akhirnya diputuskan, bahwa wilayah Indonesia Merdeka yaitu Hindia Belanda dulu, ditambah dengan Malaya, Borneo Utara, Papua, Timor Portugis dan pulau-pulau sekitarnya.
Pada sidang BPUPKI tanggal 11 Juli 1945, sesudah mendengarkan pandangan dan pemikiran 20 orang anggota, maka dibentuklah tiga Panitia Kecil, yaitu:
Pada tanggal 11 Juli 1945, Panitia Perancang Undang-Undang Dasar melanjutkan sidang yang antara lain menghasilkan kesepakatan:
Panitia Kecil Perancang Undang-Undang Dasar, pada tanggal 13 Juli 1945 berhasil membahas banyak sekali hal dan menyepakati antara lain ketentuan mengenai Lambang Negara, Negara Kesatuan, sebutan Majelis Permusyawaratan Rakyat, dan membentuk Panitia Penghalus Bahasa yang terdiri dari Djajadiningrat, Salim, dan Supomo. Rancangan Undang-Undang Dasar diserahkan kepada Panitia Penghalus Bahasa.
Pada tanggal 14 Juli 1945, BPUPKI mengadakan sidang dengan kegiatan “Pembicaraan mengenai pernyataan kemerdekaan”. Sedangkan sidang pada tanggal 15 Juli 1945 melanjutkan program “Pembahasan Rancangan Undang-Undang Dasar”. Setelah Ketua Perancang Undang-Undang Dasar, Soekarno memperlihatkan klarifikasi naskah yang dihasilkan dan mendapatkan balasan dari Moh. Hatta, lebih lanjut Soepomo, sebagai Panitia Kecil Perancang Undang-Undang Dasar, diberi kesempatan untuk memperlihatkan klarifikasi pada naskah Undang-Undang Dasar.
Penjelasan Soepomo, antara lain menjelaskan betapa pentingnya memahami proses penyusunan Undang-Undang Dasar (Sekretariat Negara Indonesia, 1995:264).
“Paduka Tuan Ketua! Undang-Undang Dasar negara mana pun tidak sanggup dimengerti sungguh-sungguh maksudnya Undang-Undang Dasar dari suatu negara, kita wajib mempelajari juga bagaimana terjadinya teks itu, wajib diketahui keterangan-keterangannya dan juga wajib diketahui dalam suasana apa teks itu dibikin. Dengan demikian kita sanggup mengerti apa maksudnya. Undang-undang yang kita pelajari, fatwa pikiran apa yang menjadi dasar Undang-undang itu. Oleh alasannya yaitu itu, segala pembicaraan dalam sidang ini yang ihwal rancanganrancangan Undang-Undang Dasar ini sangat penting oleh alasannya yaitu segala pembicaraan di sini menjadi material, menjadi materi yang historis, materi interpretasi untuk membuktikan apa maksudnya Undang-Undang Dasar ini.”
Naskah Undang-Undang Dasar hasilnya diterima dengan bunyi lingkaran pada Sidang BPUPKI tanggal 16 Juli 1945.
2. Penetapan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
Sehari sesudah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia, Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) yang menggantikan BPUPKI, yakni pada tanggal 18 Agustus 1945 melaksanakan sidang. Keputusan sidang PPKI yaitu sebagai berikut.
Ir. Soekarno, sebagai Ketua PPKI, dalam sambutan pembukaan sidang dengan penuh keinginan menyampaikan sebagai berikut (Sekretariat Negara Republik Indonesia, 1995:413).
“Saya minta lagi kepada Tuan-tuan sekalian, supaya contohnya ihwal hal Undang-Undang Dasar, sedapat mungkin kita mengikuti garis-garis besar yang sudah dirancangkan oleh Dokuritsu Zyunbi Tyoosakai dalam sidangnya yang kedua. Perobahan yang penting-penting saja kita adakan dalam sidang kita kini ini. Urusan yang kecil-kecil hendaknya kita ke sampingkan, supaya supaya kita sedapat mungkin pada hari ini pula sudah selesai dengan pekerjaan menyusun Undang-Undang Dasar dan menentukan Presiden dan Wakil Presiden.”
Harapan Soekarno di atas mendapatkan balasan yang sangat baik dari para anggota PPKI. Moh. Hatta yang memimpin jalannya pembahasan rancangan Undang-Undang Dasar sanggup menjalankan tugasnya dengan cepat. Proses pembahasan berlangsung dalam suasana yang penuh rasa kekeluargaan, tanggung jawab, teliti dan teliti, dan saling menghargai antaranggota. Pembahasan rancangan Undang-Undang Dasar menghasilkan naskah Pembukaan dan Batang Tubuh. Undang-Undang Dasar ini dikenal dengan sebutan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Melalui Berita Republik Indonesia tanggal 15 Februari 1946, Penjelasan Undang-Undang Dasar menjadi cuilan dari Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Suasana permufakatan dan kekeluargaan, serta kesederhanaan juga muncul pada ketika pengangkatan Presiden dan Wakil Presiden. Risalah sidang PPKI mencatat sebagai berikut (Sekretariat Negara Republik Indonesia, 1995:445-446).
“Anggota OTTO ISKANDARDINATA:
Berhubung dengan keadaan waktu saya harap supaya pemilihan Presiden ini diselenggarakan dengan aklamasi dan saya majukan sebagai calon, yaitu Bung Karno sendiri. (Tepuk tangan)
Ketua SOEKARNO:
Tuan-tuan banyak terima kasih atas kepercayaan Tuan-tuan dan dengan ini saya dipilih oleh Tuan-tuan sekalian dengan bunyi lingkaran menjadi Presiden Republik Indonesia. (Tepuk tangan). (Semua anggota bangkit dengan menyanyi lagu Indonesia Raya. Sesudahnya diserukan “Hidup Bung Karno” 3x)
Anggota OTTO ISKANDARDINATA:
Pun untuk menentukan Wakil Kepala Negara Indonesia saya usulkan cara yang gres ini dijalankan. Dan saya usulkan Bung Hatta menjadi Wakil Kepala Negara Indonesia. (Tepuk tangan) (Semua anggota bangkit dengan menyanyi lagu Indonesia Raya. Sesudahnya diserukan “Hidup Bung Hatta” 3x).”
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 berisi teladan dasar kehidupan bernegara di Indonesia. Semua peraturan perundang-undangan yang dibuat di Indonesia dihentikan bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Semua peraturan perundangundangan yang dibuat di Indonesia wajib berpedoman pada Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Sebagai warga negara Indonesia kita patuh pada ketentuan yang terdapat dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Kepatuhan warga negara pada Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 akan mengarahkan kita pada kehidupan yang tertib dan teratur. Ketertiban dan keteraturan dalam kehidupan bernegara akan memudahkan kita mencapai masyarakat yang sejahtera.
Sebaliknya bila Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 tidak dipatuhi, maka kehidupan bernegara kita mengarah pada ketidakharmonisan. Akibatnya bisa terjadi perang saudara. Siapa yang dirugikan? Semua warga negara Indonesia. Karena hal itu sanggup menimbulkan tidak terwujudnya kesejahteraan. Bahkan mungkin bubarnya Negara Republik Indonesia. Marilah kita berkomitmen untuk melaksanakan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
BPUPKI melaksanakan sidang dengan semangat kebersamaan dan mengedepankan musyawarah dan mufakat. Ir. Soekarno dalam sidang BPUPKI tanggal 1 Juni 1945 menyatakan, “. . . Kita hendak mendirikan negara Indonesia, yang bisa semua wajib melakukannya. Semua buat semua!. . .” Dari pendapat Ir. Soekarno itu terang terlihat bahwa para pendiri negara berperan sangat besar dalam mendirikan negara Indonesia, terlepas dari para pendiri negara itu mempunyai latar belakang suku dan agama yang berbeda.
Sidang BPUPKI sanggup terealisasi secara musyawarah dan mufakat. Hal itu sanggup kalian lihat dari pertanyaan Ketua BPUPKI, dr. K.R.T Radjiman Wedyodiningrat dalam sidang BPUPKI tanggal 16 Juli 1945, yaitu “Jadi, rancangan ini sudah diterima semuanya. Jadi, saya ulangi lagi, Undang-Undang Dasar ini kita terima dengan sebulat-bulatnya. Bagaimanakah Tuan-tuan? Untuk penyelesaiannya saya minta dengan hormat yang sepakat yang menerima, berdiri. (saya lihat Tuan Yamin belum berdiri). Dengan bunyi lingkaran diterima Undang-Undang Dasar ini. Terima kasih Tuan-tuan”.
Pertanyaan dari ketua BPUPKI dan balasan dari seluruh anggota sidang BPUPKI memperlihatkan bahwa para pendiri negara sudah mengutamakan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan pribadi dan golongan serta mengedepankan musyawarah mufakat dalam menciptakan keputusan mengenai dasar negara dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia.
Keberhasilan bangsa Indonesia memproklamasikan kemerdekaannya yaitu salah satu bukti cinta para hero pada bangsa dan negara. Bukti cinta yang dilandasi semangat kebangsaan diwujudkan dengan pengorbanan jiwa dan raga segenap rakyat guna merebut dan mempertahankan kemerdekaan dari penjajah.
Dalam Persidangan PPKI, para tokoh pendiri negara memperlihatkan kecerdasan, kecermatan, ketelitian, tanggung jawab, rasa kekeluargaan, toleransi, dan penuh dengan permufakatan dalam setiap pengambilan keputusan. Sikap patriotisme dan rasa kebangsaan antara lain sanggup diketahui dalam pandangan dan pemikiran mereka yang tidak mau berkompromi dengan penjajah dan besar hati sebagai bangsa yang gres merdeka.
Setelah kalian membaca kejadian diatas, maka kalian secara berkelompok menciptakan materi presentasi mengenai perumusan dan akreditasi Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, selanjutnya presentasikan materi itu di depan kelas. Apabila satu kelompok sedang mempresentasikan bahannya, kelompok yang lain menyimak dan memberi tanggapan.
Sumber : Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan Kelas VII SMP/MTs Edisi Revisi
Dengan kedalaman pemikiran serta kesadaran akan nilai kebangsaan, para pendiri negara menyepakati dasar negara Indonesia merdeka yaitu Pancasila. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dijadikan sebagai konstitusi negara dan aturan dasar negara. Tata penyelenggaraan negara dan bernegara mesti didasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Sebagai warga negara, sudah semestinya kalian memahami konstitusi negara. Menumbuhkan kesadaran akan pentingnya konstitusi untuk warga negara Indonesia wajib dimulai semenjak muda. Pada cuilan ini, kalian akan mempelajari lebih jauh mengenai kesadaran berkonstitusi.
A. Perumusan dan Penetapan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
1. Perumusan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
Tahukah kalian, apa itu konstitusi? Coba kalian baca pengertian konstitusi berikut ini. Konstitusi yaitu aturan dasar yang dijadikan pegangan dalam penyelenggaraan suatu negara. Konstitusi sanggup berupa aturan dasar tertulis yang lazim disebut Undang-Undang Dasar, dan bisa pula tidak tertulis yang juga disebut Konvensi. Undang-Undang Dasar menempati tata urutan peraturan perundang-undangan tertinggi dalam negara. Undang-Undang Dasar biasanya mengatur mengenai pemegang kedaulatan, struktur negara, bentuk negara, bentuk pemerintahan, kekuasaan legislatif, kekuasaan peradilan, dan majemuk forum negara serta hak-hak rakyat.
Sesuai dengan rumusan Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, “Kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan berdasarkan Undang-Undang Dasar”. Pasal itu dimaksud memuat paham konstitusionalisme. Rakyat pemegang kedaulatan tertinggi terikat pada konsititusi. Kedaulatan rakyat dilaksanakan berdasarkan Undang-Undang Dasar. Dengan demikian, Undang-Undang Dasar yaitu sumber aturan tertinggi yang menjadi pedoman dan norma aturan yang dijadikan sumber aturan untuk peraturan perundangan yang berada di bawahnya.
Ketika kemerdekaan Indonesia diproklamasikan, Republik Indonesia belum mempunyai Undang-Undang Dasar. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 ditetapkan oleh PPKI pada hari Sabtu 18 Agustus 1945, satu hari sesudah Proklamasi.
Pembahasan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dilakukan dalam sidang BPUPKI, sidang pertama pada 29 Mei-1 Juni 1945 kemudian dilanjutkan pada sidang kedua pada 10-17 Juli 1945. Dalam sidang pertama dibahas mengenai dasar negara sedangkan pembahasan rancangan Undang- Undang Dasar dilakukan pada sidang yang kedua.
Pada sidang BPUPKI tanggal 10 Juli 1945, sesudah dibuka oleh ketua dilanjutkan dengan pengumuman penambahan anggota baru, yaitu Abdul Fatah Hasan, Asikin Natanegara, Surio Hamidjojo, Muhammad Noor, Besar, dan Abdul Kaffar. Kemudian Ir. Soekarno selaku Ketua Panitia Kecil melaporkan hasil kerjanya, bahwa Panitia Kecil sudah mendapatkan usulan-usulan mengenai Indonesia merdeka yang digolongkannya menjadi sembilan kelompok, yaitu: ajuan yang meminta Indonesia merdeka selekas-lekasnya, ajuan ihwal dasar negara, ajuan mengenai unifikasi atau federasi, ajuan mengenai bentuk negara dan kepala negara, ajuan mengenai warga negara, ajuan mengenai daerah, ajuan mengenai agama dan negara, ajuan mengenai pembelaan negara, dan ajuan mengenai keuangan.
Ketika akan mengambil pemungutan bunyi untuk menentukan bentuk negara, para pendiri negara diliputi suasana yang penuh dengan permufakatan, tanggung jawab, toleransi, dan religius sebagaimana tergambar dalam obrolan berikut ini (Sekretariat Negara Republik Indonesia, 1995:125-127) “...
Anggota MOEZAKIR:
Saya mohon dari Tuan-tuan anggota sekalian! Oleh alasannya yaitu kita menghadapi ketika yang suci, oke kita mengheningkan cipta, supaya janganlah hati kita dipengaruhi oleh sesuatu hal yang tidak suci, tetapi dengan segala keikhlasan menghadapi keputusan mengenai bentuk negara yang akan didirikan, dengan hati yang murni, yang tidak terpengaruh oleh sesuatu maksud yang tidak suci. Oleh alasannya yaitu itu, saya mohon kepada paduka Tuan-tuan sekalian, sukalah Tuan-tuan bangkit di hadapan hadirat Allah Subhanahuwataala untuk meminta doa.
Ketua RADJIMAN:
Radjiman Wedyodiningrat |
Rapat meminta doa dengan pimpinan Ki Bagoes Hadikoesoemo yang membacakan Fatihah. Sesudah itu diadakan pemungutan suara.
Anggota DASAAD:
Tuan Ketua, kami sudah mengetahui, bahwa ada 64 stem. Yang menentukan republik, ada 55 stem, kerajaan 6, lain-lain 2 dan belangko 1.
Ketua:
Saya mengucapkan terima kasih atas pekerjaan komisi. Anggota sekalian sudah mendengar, bahwa sudah dipilih oleh sidang Dokuritu Zyunbi Tyoosakai yang kedua kali ini, yang melahirkan 64 stem, ialah yang 55 republik, 6 kerajaan, 1 belangko dan 2 lain-lain. Jadi, semuanya ada 64.
Sudah ada ketetapan dalam ketika ini, nanti kita menciptakan pelaporan yang sejelas-jelasnya.
Anggota SOEKARNO:
Jadi, putusan Panitia itu republik?
Ketua RADJIMAN:
Sudah terang republik yang dipilih dengan bunyi terbanyak. Sekarang saya minta beristirahat.
....”
Semangat nasionalisme dan patriotisme terlihat sangat faktual dalam perbincangan dalam Sidang BPUPKI tanggal 10 dan 11 Juli 1945 ketika membahas problem wilayah negara. Semangat itu, antara lain dikemukakan oleh beberapa tokoh di bawah ini (Sekretariat Negara Republik Indonesia, 1995:132-144).
Anggota MOEZAKIR:
.... Maka apabila bangsa Indonesia pada masa ini mempunyai ketinggian kehendak dan kemauan, dan menjunjung tinggi apa yang angan-angankan, hendaklah sanggup pula mengakui bahwa tanah Melayu itu sebagian dari tanah air kita....tanah Papua itu pula menjadi sumber kekayaan kita. Janganlah sumber kekayaan, yang diwariskan oleh nenek moyang kita hilang dengan sia-sia belaka. Oleh alasannya yaitu itu, saya setuju, bahwa dalam menentukan batas halaman tanah air kita hendaklah kita berpikir dengan sebaik-baiknya; janganlah didasarkan pada soal, apakah kita kita sanggup atau tidak sanggup, tetapi pula apakah akan timbul kesanggupan akan merdeka atau tidak....
Anggota YAMIN:
.... Soal lain pula berhubung dengan tanah Papua. Memang hal ini dalam ilmu pengetahuan, ethnologie, bahasa, geografie ada yang menyebutkan, bahwa pulau Papua tidak masuk tanah Indonesia.Tetapi faham ini hanyalah dilahirkan oleh orang-orang yang mengarang buku yang bersangkutan. Tetapi ada juga faham-faham lain yang mengatakan, bahwa seluruh pulau Papua masuk Indonesia. Perkataan “Indonesia” dibuat oleh orang yang mempunyai faham yang mengatakan, bahwa Indonesia melingkungi kawasan Malaya dan Polinesia. Jadi, dengan sendirinya pada waktu perkataan “Indonesia” lahir dimaksudkan bahwa tanah Papua masuk dalam kawasan Indonesia. ...
Anggota ABDUL KAFFAR:
.... Dalam ilmu taktik alangkah besar untuk kedua-duanya untuk menjaga sisi masing-masing. Artinya bila kita melihat batas kita di Timur, ke Pulau Timor, saya sepakat sekali dengan anggota yang terhormat Muh Yamin, yaitu supaya pulau itu dimasukkan dalam lingkungan kita, terletak Indonesia baru, begitu pula Borneo Utara, di mana terletak Serawak, dan juga negara Papua bukanlah kita bersifat meminta, tetapi hal itu beralaskan kebangsaan. ...
Anggota SOEMITRO KOLOPAKING:
.... Jikalau peperangan sudah berakhir dan kemenangan final sudah tercapai, kita sanggup melengkapkan aturan-aturan itu menjadi aturan-aturan yang cocok dengan keadaan zaman pada ketika itu, dengan usul Indonesia merdeka ialah seluas Indonesia-Belanda dahulu. Jikalau kemenangan final tercapai dan ada usul yang faktual dari Malaya Selatan, Borneo Utara bahwa rakyat di situ merasa juga ingin masuk dalam lingkungan kita, dengan bahagia hati mereka akan kita terima sebagai bangsa kita di dalam Indonesia merdeka.”
Dalam membahas problem wilayah negara, masih tidak sedikit tokoh pendiri negara yang memberikan usulnya, ibarat Moh. Hatta, Soekarno, Soetardjo, Agoes Salim, A.A. Maramis, Sanoesi, dan Oto Iskandardinata. Akhirnya diputuskan, bahwa wilayah Indonesia Merdeka yaitu Hindia Belanda dulu, ditambah dengan Malaya, Borneo Utara, Papua, Timor Portugis dan pulau-pulau sekitarnya.
Pada sidang BPUPKI tanggal 11 Juli 1945, sesudah mendengarkan pandangan dan pemikiran 20 orang anggota, maka dibentuklah tiga Panitia Kecil, yaitu:
- Panitia Perancang Undang-Undang Dasar, dengan ketua Ir. Soekarno.
- Panitia Perancang Keuangan dan Perekonomian, dengan ketua Moh. Hatta.
- Panitia Perancang Pembelaan Tanah Air, dengan ketua Abikusno Tjokrosujoso.
Pada tanggal 11 Juli 1945, Panitia Perancang Undang-Undang Dasar melanjutkan sidang yang antara lain menghasilkan kesepakatan:
- Membentuk Panitia Perancang “Declaration of Rights”, yang beranggotakan Subardjo, Sukiman, dan Parada Harahap.
- Bentuk “Unitarisme”.
- Kepala Negara di tangan satu orang, yaitu Presiden.
- Membentuk Panitia Kecil Perancang Undang-Undang Dasar, yang diketuai oleh Supomo
Panitia Kecil Perancang Undang-Undang Dasar, pada tanggal 13 Juli 1945 berhasil membahas banyak sekali hal dan menyepakati antara lain ketentuan mengenai Lambang Negara, Negara Kesatuan, sebutan Majelis Permusyawaratan Rakyat, dan membentuk Panitia Penghalus Bahasa yang terdiri dari Djajadiningrat, Salim, dan Supomo. Rancangan Undang-Undang Dasar diserahkan kepada Panitia Penghalus Bahasa.
Pada tanggal 14 Juli 1945, BPUPKI mengadakan sidang dengan kegiatan “Pembicaraan mengenai pernyataan kemerdekaan”. Sedangkan sidang pada tanggal 15 Juli 1945 melanjutkan program “Pembahasan Rancangan Undang-Undang Dasar”. Setelah Ketua Perancang Undang-Undang Dasar, Soekarno memperlihatkan klarifikasi naskah yang dihasilkan dan mendapatkan balasan dari Moh. Hatta, lebih lanjut Soepomo, sebagai Panitia Kecil Perancang Undang-Undang Dasar, diberi kesempatan untuk memperlihatkan klarifikasi pada naskah Undang-Undang Dasar.
Penjelasan Soepomo, antara lain menjelaskan betapa pentingnya memahami proses penyusunan Undang-Undang Dasar (Sekretariat Negara Indonesia, 1995:264).
“Paduka Tuan Ketua! Undang-Undang Dasar negara mana pun tidak sanggup dimengerti sungguh-sungguh maksudnya Undang-Undang Dasar dari suatu negara, kita wajib mempelajari juga bagaimana terjadinya teks itu, wajib diketahui keterangan-keterangannya dan juga wajib diketahui dalam suasana apa teks itu dibikin. Dengan demikian kita sanggup mengerti apa maksudnya. Undang-undang yang kita pelajari, fatwa pikiran apa yang menjadi dasar Undang-undang itu. Oleh alasannya yaitu itu, segala pembicaraan dalam sidang ini yang ihwal rancanganrancangan Undang-Undang Dasar ini sangat penting oleh alasannya yaitu segala pembicaraan di sini menjadi material, menjadi materi yang historis, materi interpretasi untuk membuktikan apa maksudnya Undang-Undang Dasar ini.”
Naskah Undang-Undang Dasar hasilnya diterima dengan bunyi lingkaran pada Sidang BPUPKI tanggal 16 Juli 1945.
2. Penetapan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
Sehari sesudah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia, Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) yang menggantikan BPUPKI, yakni pada tanggal 18 Agustus 1945 melaksanakan sidang. Keputusan sidang PPKI yaitu sebagai berikut.
- Mengesahkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
- Menetapkan Ir. Soekarno sebagai presiden dan Drs. Moh. Hatta sebagai wakil presiden Republik Indonesia.
- Membentuk Komite Nasional Indonesia Pusat.
Ir. Soekarno, sebagai Ketua PPKI, dalam sambutan pembukaan sidang dengan penuh keinginan menyampaikan sebagai berikut (Sekretariat Negara Republik Indonesia, 1995:413).
“Saya minta lagi kepada Tuan-tuan sekalian, supaya contohnya ihwal hal Undang-Undang Dasar, sedapat mungkin kita mengikuti garis-garis besar yang sudah dirancangkan oleh Dokuritsu Zyunbi Tyoosakai dalam sidangnya yang kedua. Perobahan yang penting-penting saja kita adakan dalam sidang kita kini ini. Urusan yang kecil-kecil hendaknya kita ke sampingkan, supaya supaya kita sedapat mungkin pada hari ini pula sudah selesai dengan pekerjaan menyusun Undang-Undang Dasar dan menentukan Presiden dan Wakil Presiden.”
Harapan Soekarno di atas mendapatkan balasan yang sangat baik dari para anggota PPKI. Moh. Hatta yang memimpin jalannya pembahasan rancangan Undang-Undang Dasar sanggup menjalankan tugasnya dengan cepat. Proses pembahasan berlangsung dalam suasana yang penuh rasa kekeluargaan, tanggung jawab, teliti dan teliti, dan saling menghargai antaranggota. Pembahasan rancangan Undang-Undang Dasar menghasilkan naskah Pembukaan dan Batang Tubuh. Undang-Undang Dasar ini dikenal dengan sebutan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Melalui Berita Republik Indonesia tanggal 15 Februari 1946, Penjelasan Undang-Undang Dasar menjadi cuilan dari Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Suasana permufakatan dan kekeluargaan, serta kesederhanaan juga muncul pada ketika pengangkatan Presiden dan Wakil Presiden. Risalah sidang PPKI mencatat sebagai berikut (Sekretariat Negara Republik Indonesia, 1995:445-446).
“Anggota OTTO ISKANDARDINATA:
Berhubung dengan keadaan waktu saya harap supaya pemilihan Presiden ini diselenggarakan dengan aklamasi dan saya majukan sebagai calon, yaitu Bung Karno sendiri. (Tepuk tangan)
Ketua SOEKARNO:
OTTO ISKANDARDINATA |
Anggota OTTO ISKANDARDINATA:
Pun untuk menentukan Wakil Kepala Negara Indonesia saya usulkan cara yang gres ini dijalankan. Dan saya usulkan Bung Hatta menjadi Wakil Kepala Negara Indonesia. (Tepuk tangan) (Semua anggota bangkit dengan menyanyi lagu Indonesia Raya. Sesudahnya diserukan “Hidup Bung Hatta” 3x).”
B. Arti Penting Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia untuk Bangsa dan Negara Indonesia
Setiap bangsa yang merdeka akan membentuk suatu teladan kehidupan berkelompok yang dinamakan negara. Pola kehidupan kelompok dalam bernegara perlu diatur dalam suatu naskah. Naskah ketentuan aturan yang tertinggi dalam kehidupan Negara Republik Indonesia dinamakan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 berisi teladan dasar kehidupan bernegara di Indonesia. Semua peraturan perundang-undangan yang dibuat di Indonesia dihentikan bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Semua peraturan perundangundangan yang dibuat di Indonesia wajib berpedoman pada Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Sebagai warga negara Indonesia kita patuh pada ketentuan yang terdapat dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Kepatuhan warga negara pada Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 akan mengarahkan kita pada kehidupan yang tertib dan teratur. Ketertiban dan keteraturan dalam kehidupan bernegara akan memudahkan kita mencapai masyarakat yang sejahtera.
Sebaliknya bila Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 tidak dipatuhi, maka kehidupan bernegara kita mengarah pada ketidakharmonisan. Akibatnya bisa terjadi perang saudara. Siapa yang dirugikan? Semua warga negara Indonesia. Karena hal itu sanggup menimbulkan tidak terwujudnya kesejahteraan. Bahkan mungkin bubarnya Negara Republik Indonesia. Marilah kita berkomitmen untuk melaksanakan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
C. Peran Tokoh Perumus Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
Tokoh bangsa dan pendiri negara Indonesia yaitu putra terbaik bangsa yang mempunyai kemampuan dan visi ke depan untuk kebaikan bangsa Indonesia. Anggota BPUPKI yaitu tokoh bangsa Indonesia dan orang-orang yang terpilih serta sempurna mewakili kelompok dan masyarakatnya pada ketika itu. Anggota BPUPKI sudah mewakili seluruh wilayah Indonesia, suku bangsa, golongan agama, dan pemikiran yang berkembang di masyarakat ketika itu. Ada dua paham utama yang dimiliki pendiri negara dalam sidang BPUPKI, yaitu nasionalisme dan agama. Pendiri negara yang didasarkan pemikiran nasionalisme menginginkan negara Indonesia yang akan dibuat yaitu negara nasionalis atau negara kebangsaan, sedangkan golongan agama menginginkan didasarkan salah satu agama. Berbagai perbedaan di antara anggota BPUPKI sanggup diatasi dengan sikap dan sikap pendiri negara yang mengedepankan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan pribadi dan golongan.BPUPKI melaksanakan sidang dengan semangat kebersamaan dan mengedepankan musyawarah dan mufakat. Ir. Soekarno dalam sidang BPUPKI tanggal 1 Juni 1945 menyatakan, “. . . Kita hendak mendirikan negara Indonesia, yang bisa semua wajib melakukannya. Semua buat semua!. . .” Dari pendapat Ir. Soekarno itu terang terlihat bahwa para pendiri negara berperan sangat besar dalam mendirikan negara Indonesia, terlepas dari para pendiri negara itu mempunyai latar belakang suku dan agama yang berbeda.
Sidang BPUPKI sanggup terealisasi secara musyawarah dan mufakat. Hal itu sanggup kalian lihat dari pertanyaan Ketua BPUPKI, dr. K.R.T Radjiman Wedyodiningrat dalam sidang BPUPKI tanggal 16 Juli 1945, yaitu “Jadi, rancangan ini sudah diterima semuanya. Jadi, saya ulangi lagi, Undang-Undang Dasar ini kita terima dengan sebulat-bulatnya. Bagaimanakah Tuan-tuan? Untuk penyelesaiannya saya minta dengan hormat yang sepakat yang menerima, berdiri. (saya lihat Tuan Yamin belum berdiri). Dengan bunyi lingkaran diterima Undang-Undang Dasar ini. Terima kasih Tuan-tuan”.
Pertanyaan dari ketua BPUPKI dan balasan dari seluruh anggota sidang BPUPKI memperlihatkan bahwa para pendiri negara sudah mengutamakan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan pribadi dan golongan serta mengedepankan musyawarah mufakat dalam menciptakan keputusan mengenai dasar negara dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia.
Keberhasilan bangsa Indonesia memproklamasikan kemerdekaannya yaitu salah satu bukti cinta para hero pada bangsa dan negara. Bukti cinta yang dilandasi semangat kebangsaan diwujudkan dengan pengorbanan jiwa dan raga segenap rakyat guna merebut dan mempertahankan kemerdekaan dari penjajah.
Dalam Persidangan PPKI, para tokoh pendiri negara memperlihatkan kecerdasan, kecermatan, ketelitian, tanggung jawab, rasa kekeluargaan, toleransi, dan penuh dengan permufakatan dalam setiap pengambilan keputusan. Sikap patriotisme dan rasa kebangsaan antara lain sanggup diketahui dalam pandangan dan pemikiran mereka yang tidak mau berkompromi dengan penjajah dan besar hati sebagai bangsa yang gres merdeka.
Setelah kalian membaca kejadian diatas, maka kalian secara berkelompok menciptakan materi presentasi mengenai perumusan dan akreditasi Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, selanjutnya presentasikan materi itu di depan kelas. Apabila satu kelompok sedang mempresentasikan bahannya, kelompok yang lain menyimak dan memberi tanggapan.
Sumber : Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan Kelas VII SMP/MTs Edisi Revisi
0 Komentar untuk "Menumbuhkan Kesadaran Berkonstitusi"