Konflik Antar Daerah Otonom
Otonomi luas ternyata melahirkan ketimpangan gres untuk kawasan surplus dan kawasan minus. yang memiliki pendapatan orisinil kawasan yang rendah dan tinggi. Ketimpangan itu sangat terasa untuk masyarakat di daerah-daerah yang berbatasan, contohnya Kalimantan Timur dan Kalimantan Tengah. Kalimantan Timur yang surplus sanggup menawarkan subsidi yang besar untuk desa-desa di wilayahnya. Tetapi tetangga mereka Kalimantan Tengah misalnya, justru kesulitan dana untuk memenuhi anggaran rutin mereka.Pemekaran Wilayah pada Era Otonomi Daerah
Begitu Orde Baru tumbang, semangat otonomi marak. Pemekaran wilayah merebak dari Sabang hingga Merauke. Pertambahan jumlah kabupaten ataukota menjadi sangat dinamis. Perubahannya dalam hitungan bulan. Sejak tahun 1976 hingga 1998 peta Indonesia tidak berubah dari 27 provinsi. Perubahan kecil terjadi di tingkat kabupaten/kota dari 300 menjadi 314. Dalam kurun reformasi ini komposisi jumlah provinsi dan kabupaten mengalami perubahan yang cepat.Pemekaran wilayah dimungkinkan oleh UU No. 22 tahun 1999 atau UU No. 32 tahun 2004 mengenai Pemerintahan Daerah. Dalam kurun tahun 1999 hingga april 2002 terdapat 57 kabupaten dan 25kota baru sebagai hasil pembentukan yang terjadi di 58 kabupaten induk dari 20 provinsi. Pembentukan kawasan gres paling banyak terjadi dalam tahun 1999. Ini diperlihatkan dengan disahkannya 19 undang-undang yang mengatur pembentukan 34 kabupaten dan sembilan kota.
Motif di balik pemekaran kawasan inimacam -macam. Selain untuk menyejahterakan rakyat, beberapa kawasan dimekarkan lantaran tuntutan sejarah. Pemekaran wilayah di Bangka dan Belitung, Maluku, Nusa Tenggara Barat, serta Sulawesi Tenggara dan Kepulauan Riau menuntut pemekaran lantaran merasa pembangunan di daerahnya terhambat.
0 Komentar untuk "Beberapa Pengaruh Negatif Otonomi Tempat Di Indonesia"