Pengertian Fungsi Dan Bentuk Penilaian Pembelajaran / Pendidikan

PENGERTIAN FUNGSI DAN BENTUK EVALUASI PEMBELAJARAN / PENDIDIKAN

Pengerttian Evaluasi Pembelajaran / Pendidikan yakni penilaian terhadap tingkat keberhasilan siswa mencapai tujuan yang telah ditetapkan dalam sebuah program. Pada­nan kata penilaian yakni assessment yang berdasarkan Tardif et. al. (1989), berarti: proses penilaian untuk menggambarkan prestasi yang capai seorang siswa sesuai dengan kriteria yang telah dite kan. Selain kata penilaian dan assessment ada pula kata lain yang searti dan relatif lebih masyhur dalam dunia pendidikan kita y tes, ujian, dan ulangan.

Istilah THB (Tes Hasil Belajar) dan TPB (Tes Prestasi Bela yakni alat-alat ukur yang banyak digunakan untuk menen taraf keberhasilan sebuah proses mengajar-belajar (teaching-learn process) atau untuk menentukan taraf keberhasilan sebuah pro pengajaran. Sementara itu, istilah penilaian biasanya digunakan un menilai hasil pembelajaran para siswa pada simpulan jenjang pendi tertentu, menyerupai Evaluasi Belajar Tahap Akhir dan Evaluasi Be lajar Tahap Akhir Nasional (EBTA dan EBTANAS).

Tujuan dan Fungsi Evaluasi Pembelajaran / Pendidikan. Evaluasi yang berarti pengungkapan dan pengukuran hasil berguru itu, intinya merupakan proses penyusunan deskripsi  baik secara kuantitatif maupun kualitatif. Namun perlu diketahui bahwa, kebanyakan pelaksanaan penilaian cenderung bersifat kuantitatif, karena penggunaan simbol angka atau skor menentukan kualitas keseluruhan kinerja akademik siswa. Walaupun begitu, guru yang piawai dan profesional berusaha mencari kiat penilaian yang lugas, tuntas, dan mencakup luruh kemampuan ranah cipta, rasa, dan karsa siswa.

a. Tujuan Evaluasi Pembelajaran / Pendidikan
Pertama, untuk mengetahui tingkat kemajuan yang telah dicapai oleh siswa dalam suatu kurun waktu proses berguru tertentu. Hal ini berarti dengan penilaian guru sanggup mengetahui kemajuan perubahan tingkah laris siswa sebagai hasil proses berguru dan mengajar yang melibatkan dirinya selaku pembimbing dan pembantu aktivitas berguru siswanya itu.

Kedua, untuk mengetahui posisi atau kedudukan seorang siswa dalam kelompok kelasnya. Dengan demikian, hasil penilaian itu sanggup dijadikan guru sebagai alat penetap apakah siswa tersebut ternasuk kategori cepat, sedang, atau lambat dalam arti mutu kemampuan belajarnya.

Ketiga, untuk mengetahui tingkat perjuangan yang dilakukan siswa dalam belajar. Hal ini berarti bahwa dengan evaluasi, guru akan da­pat mengetahui citra tingkat perjuangan siswa. Hasil yang baik pada umumnya menawarkan adanya tingkat perjuangan yang efisien, sedang­kan hasil yang jelek yakni cerminan perjuangan yang tidak efisien.

Keempat, untuk mengetahui hingga sejauh mana siswa telah  mendayagunakan kapasitas kognitifnya (kemampuan kecerdasan yang dimilikinya) untuk keperluan belajar. Jadi, hasil penilaian itu sanggup dijadikan guru sebagai citra realisasi pemanfaatan kecer­dasan siswa.

Kelima, untuk mengetahui tingkat daya guna dan hasil guna metode mengajar yang telah digunakan guru dalam proses mengajar­belajar (PMB). Dengan demikian, apabila sebuah metode yang dig,unakan guru tidak mendorong munculnya prestasi berguru siswa yang memuaskan, guru seyogianya mengganti metode tersebut atau mengkombinasikannya dengan metode lain yang serasi.

b.  Fungsi Evaluasi
Di samping mempunyai tujuan, penilaian berguru juga mempunyai fungsi-fungsi sebagaimana tersebut di bawah ini.
·            Fungsi administratif untuk penyusunan daftar nilai dan pengisian buku  raport.
·            Fungsi promosi untuk memutuskan kenaikan atau kelulusan.
·            Fungsi diagnostik untuk mengidentifikasi kesulitan berguru si dan merencanakan agenda remedial teaching (pengaJaran perbaikan)
·            Sebagai sumber data BP yang sanggup memasok data siswa terte tu yang memerlukan bimbingan dan penyuluhan (BP).
·            Sebagai materi pertimbangan pengembangan pada masa y akan tiba yang mencakup pengembangan kurikulum, met dan alat-alat PBM.

Selanjutnya, selain mempunyai fungsi-fungsi menyerupai di atas, penilaian juga mengandung fungsi psikologis yang cukup signifikan bagi siswa maupun guru dan orangtuanya. Bagi siswa, penilaian guru merupakan alat bantu untuk mengatasi kekurangmampuan atau ketidakmampuannya dalam menilai kemampuan dan kemajuan diri sendiri. Dengan mengetahui taraf kemampuan dan kemajuan dirinya sendiri, siswa mempunyai self-consciousness, kesadarannya yang lugas mengenai eksistensi dirinya, dan juga metacognitive, pengetah yang benar mengenai batas kemampuan akalnya sendiri (Mulcah et a1,1991). Dengan demikian, siswa dibutuhkan bisa menentukan posisi dan statusnya secara sempurna di antara teman-teman dan masyarakatnya sendiri.

Di samping itu, penilaian prestasi berguru sudah tentu juga berfungsi sebagai sarana pemenuhan ketentuan konstitusional UUSPN/ 1989 Bab XII Pasa143 yang berbunyi: "Terhadap aktivitas dan kemajuan berguru akseptor didik dilakukan penilaian".

c. Ragam Evaluasi
Pada prinsipnya, penilaian hasil berguru merupakan aktivitas be­rencana dan berkesinambungan. Oleh karena itu, ragamnya pun banyak, mulai yang paling sederhana hingga yang paling kompleks.
1.      Pre-test dan Post-test
Kegiatan pre-test dilakukan guru secara rutin pada setiap akan memulai penyajian materi baru. Tujuannya, ialah untuk mengidentifikasi taraf pengetahuan siswa mengenai materi yang akan disajikan. Evaluasi menyerupai ini berlangsung singkat dan sering tidak memerlukan instrumen tertulis.

Post-test yakni kebalikan dari pre-test, yakni aktivitas penilaian yang dilakukan guru pada setiap simpulan penyajian materi. Tujuannya yakni untuk mengetahui taraf penguasaan siswa atas materi yang telah diajarkan. Evaluasi ini juga berlangsung singkat dan cukup dengan memakai instrumen sederhana yang berisi item-item yang jumlahnya sangat terbatas.

2.      Evaluasi Prasyarat
Evaluasi jenis ini sangat menyerupai dengan pre test. Tujuannya yakni untuk mengidentifikasi penguasaan siswa atas materi usang yang mendasari materi gres yang akan diajarkan. Contoh: penilaian pengu­asaan penjumlahan bilangan sebelum memulai pelajaran perkalian bilangan, karena penjumlahan merupakan prasyarat atau dasar perkalian.
3.      Evaluasi Diagnostik
Evaluasi ini dilakukan sehabis selesai penyajian sebuah satuan pelajaran dengan tujuan mengidentifikasi bagian-bagian tertentu yang belum dikuasai siswa. Instrumen penilaian jenis ini dititikberatkan pada bahasan tertentu yang dipandang telah menciptakan siswa mendapat kesulitan.

4.      Evaluasi Formatif
Evaluasi jenis ini dilakukan pada setiap simpulan penyajian satu pelajaran atau modul. Tujuannya ialah untuk memperoleh umpan balik yang menyerupai dengan penilaian diagnostik, yakni untuk mendiagnosis (mengetahui penyakit/kesulitan) kesulitan berguru siswa. Hasil diagnosis kesulitan berguru tersebut digunakan sebagai materi pera bangan rekayasa pengajaran remedial (perbaikan).

5.      Evaluasi Sumatif
Ragam penilaian sumatif dilakukan untuk mengukur kinerj akademik atau prestasi berguru siswa pada simpulan periode pelak agenda pengajaran. Evaluasi ini lazim dilakukan pada setiap semester atau simpulan tahun ajaran. Hasilnya dijadikan materi lapo resmi mengenai kinerja akademik siswa dan materi penentu naik atau tidaknya siswa ke kelas yang lebih tinggi.

d. Ragam Alat Evaluasi
Secara garis besar, ragam alat penilaian terdiri atas dua maca bentuk, yaitu: 1) bentuk obyekti dan 2) bentuk subyektif. Bentuk obyektif biasanya diwujudkan dalam bentuk-bentuk alternatif jawaban, pengisian titik-titik, dan pencocokan satu pernyataan dengan pernyataan lamnya.

1)    Bentuk Obyektif
Bentuk ini lazim juga disebut tes obyektif, yakni tes yang jawabannya sanggup diberi skor nilai secara lugas (seadanya) berdasarkan pedoman yang ditentukan sebelumnya Ada lima macam tes yang termasuk dalam penilaian ragam obyektif ini.

a)       Tes Benar-Salah
Tes ini merupakan alat penilaian yang paling bersahaja, baik dalam hal susunan item-itemnya, maupun dalam hal cara menjawabnya. Soal­soal dalam tes ini berbentuk pernyataan yang pilihan jawabannya hanya dua macam, yakni "B" kalau pernyataan tersebut benar dan "S" kalau salah. Apabila soal-soalnya disusun dalam bentuk pertanyaan, biasanya alternatif balasan yang harus dipilih ialah "ya" atau "tidak".
Dalam dunia pendidikan modern, tes semacam itu sudah usang ditinggalkan karena dua alasan, yakni:
Tes "B-S" tidak menghargai kreativitas logika siswa karena mereka hanya didorong untuk menentukan sekenanya salah satu dari dua alternatif yang ada.
Tes "B-S" dalam beberapa segi tertentu dianggap sangat rendah tingkat reliabilitasnya.

b)       Tes Pilihan Berganda
Item-item dalam tes pilihan berganda (multiple choice) biasanya berupa pertanyaan atau pernyataan yang sanggup dijawab dengan menentukan salah satu dari empat atau lima alternatif balasan yang mengiringi setiap soal. Cara yang sangat lazim dilakukan ialah menyilang (X) salah satu abjad a, b, c, d, atau e yang merupakan alternatif balasan yang benar.

Contoh:
Sila keberapakah yang melarang kita menganut paham ateisme?
a. Sila kesatu        b. Sila kedua       c. Sila ketiga
                d. Sila keempat     e. Sila kelima

Pada zaman modern sekarang, dunia pendidikan, khususnya Barat, sudah mulai meninggalkan tes pilihan berganda kecuali unt keperluan-keperluan di luar pengukuran prestasi belajar. Alasan-alasan ditinggalkannya jenis tes ini ialah:
·             kurang mendorong kreativitas ranah cipta dan karsa siswa, karena ia hanya merasa disuruh berspekulasi, yakni menebak balasan secara untung-untungan;
·             sering terdapat dua balasan (di antara empat atau lima alterna­tif) yang identik atau sangat mirip, sehingga terkesan kurang diskriminatif;
·             sering terdapat satu balasan yang sangat mencolok kebenaran­nya, sehingga jawaban-jawaban lainnya terlalu praktis untuk ditinggalkan.

Namun demikian, hingga batas tertentu tes pilihan berganda masih sanggup digunakan untuk mengevaluasi prestasi berguru siswa dengan catatan, penyusunannya dilakukan secara ekstra cermat. Da­lam hal ini, guru seyogianya berusaha sebaik-baiknya untuk menghin­dari kelemahan-kelemahan di atas.

c)        Tes Pencocokan (Menjodohkan)
Tes pencocokan (matching test) disusun dalam dua daftar yang masing-masing memuat kata, istilah, atau kalimat yang diletakkan bersebelahan. Tugas siswa dalam menjawab item-item soal ialah mencari pasangan yang selaras antara kalimat atau istilah yang ada pada daftar A (berisi item-item yang ditandai dengan nomor urut 1 hingga 10 dan seterusnya berdasarkan kebutuhan) dengan daftar B terdiri atas item-item yang ditandai abjad a, b, c, dan seterusnya.

Untuk menjaga mutu reliabilitas dan validitamya, salah satu daf tar instrumen penilaian di atas sebaiknya ditambah sekitar 10% hingga 20%. Dengan demikian, kemungkinan siswa menebak sekenanya pada dikala mengerjakan satu atau dua soal yang terakhir sanggup dihindari.

d)       Tes Isian
Alat tes isian biasanya berbentuk dongeng atau karangan yang pada bagian-bagian yang memuat istilah atau nama tertentu dikosongkan. Tugas siswa dalam hal ini berpikir untuk menempatkan atau melengkapi kata-kata yang relevan dengan karangan tersebut. Lalu kata-kata itu dituliskan pada titik-titik atau ruang kosong yang terdapat pada tubuh karangan tadi.

e)       Tes Pelengkapan (Melengkapi)
Cara menuntaskan tes melengkapi intinya sama dengan cara menuntaskan tes isian. Perbedaannya terletak pada kalimat-kalimat yang digunakan sebagai instrumen. Dalam tes melengkapi, kalimat-kalimat yang tersusun dalam bentuk karangan atau dongeng pendek, tetapi dalam bentuk kalimat-kalimat yang masing-masing bangun sendiri.

2)    Bentuk Subyektif
Alat penilaian yang berbentuk tes subyektif yakni alat pengukur prestasi berguru yang jawabannya tidak dinilai dengan skor atau angka pasti, menyerupai yang digunakan untuk penilaian obyektif. Hal ini disebabkan banyaknya ragam gaya balasan yang diberikan oleh para siswa. Instrumen penilaian mengambil bentuk essay examination, yakni soal ujian mengharuskan siswa siswa menjawab setiap pertanyaan dengan cara menguraikan atau dalam bentuk karangan bebas.

Banyak andal menganggap penilaian subyektif itu sukar sekali dipercaya reliabilitas dan validitasnya, karena subyektivitas guru penilainya lebih menonjol (Suryabrata,1984). Cdntoh; sebuah esai balasan yang hari ini diberi nilai 70, mungkin dua ahad yang akan datang, kalau diperiksa lagi akan diberi nilai 60 atau 80. Alasan ini konon berdasarkan hasil penilaian yang dilakukan lebih dari setengah masa yang lalu, antara lain oleh E.W. Tiegs (1939) dan Strach & Elliof (1939).

Namun demikian, menghindari pemakaian tes subyektif (essay test) hanya karena alasan subyektivitas guru yakni suatu tindakan yang berlawanan dengan perkembangan modernisasi pendidikan. Tes esai kini lebih terkenal di mana-mana khususnya di negara-negara maju, mengingat keunggulannya yang sulit ditandingi terutama oleh instrumen tes B-S dan pilihan berganda yang sering mendorong siWI bermain tebak-tebakan atau "menghitung kancing" itu.

Ada beberapa keunggulan tes esai yang secara implisit diak juga oleh  Suryabrata (1984), yakni bahwa:
·          Tes esai tidak hanya bisa mengungkapkan materi hasi balasan siswa
·          tetapi juga cara atau jalan yang ditempuh untul memperoleh balasan itu.
·          Tes esai sanggup mendorong siswa untuk berfikir kreatif, kritis,; bebas, mandiri, tetapi tanpa melupakan tanggung jawab.

Mengenai perilaku subyektif guru penilai tidak perlu menjadi halangan penggunaan tes ini, alasannya yakni menyerupai objektivitas, subjektivitas juga ada batasnya. Alhasil, problem kita kini ialah bagaimana kita mencetak guru-guru profesional dalam arti luas dan komprehensif.

Syarat Alat Evaluasi
Langkah pertama yang perlu ditempuh guru dalam menilai prestasi berguru siswa yakni menyusun alat penilaian (test instrument) yang sesuai dengan kebutuhan, dalam arti tidak menyimpang dari indikator dan jenis prestasi yang diharapkan. Mengenai hal ini sanggup Anda lihat dalam Tabe17 yang berisi jenis, indikator, dan cara pengukuran prestasi.

Persyaratan pokok penyusunan alat penilaian yang baik dalam perspektif psikologi berguru (Thepsychology oflearning) mencakup dua macam, yakni: l) reliabilitas; 2) validitas (Cross, 1974; Barlow,1985; Butler, 1990). Reliabilitas. Secara sederhana, reliabilitas (reliability) berarti hal tahan uji atau sanggup dipercaya. Sebuah alat penilaian dipandang reliabel (reliable) atau tahan uji, apabila mempunyai konsistensi atau keajegan hasil. Artinya, apabila alat itu diujikan kepada kelompok siswa pada waktu tertentu menghasilkan prestasi "X", maka prestasi yang sama atau hampir sama dengan "X" itu sanggup pula dicapai kelompok siswa tersebut sehabis diuji ulang dengan alat yang sama pada waktu lain.

Validitas. Pada prinsipnya, validitas (validity) berarti keabsahan atau kebenaran. Sebuah alat penilaian dipandang valid (absah) apabila sanggup mengukur apa yang seharusnya diukur. Contohnya, apabila sebuah alat penilaian bertujuan mengukur prestasi berguru matematika, maka item-item (butir-butir soal) dalam alat itu hendaknya hanya direkayasa untuk mengukur kemampuan matematis para siswa. ;Kemampuan-kemampuan iainnya yang tidak relevan, menyerupai ; kemampuan dalam bidang bahasa dan sebagainya tidak perlu diukur oleh instrumen penilaian matematika tersebut.



Related : Pengertian Fungsi Dan Bentuk Penilaian Pembelajaran / Pendidikan

0 Komentar untuk "Pengertian Fungsi Dan Bentuk Penilaian Pembelajaran / Pendidikan"

DUKUNG KAMI

SAWER Ngopi Disini.! Merasa Terbantu Dengan artikel ini? Ayo Traktir Kopi Dengan Cara Berbagi Donasi. Agar Kami Tambah Semangat. Terimakasih :)