Kehidupan Pada Masa Masa Pleistosen

ILUSTRASI : KEHIDUPAN PADA MASA KALA PLEISTOSEN

Kala Pleistosen yaitu suatu kala dalam skala waktu geologi yang berlangsung antara 1.808.000 hingga 11.500 tahun yang lalu. Pleistosen à asal kata pleistos = terlebih –lebih, dan Koinos = baru, mengandung 90-100% bentuk-bentuk sekarang. Pleistosen dibagi menjadi Pleistosen Awal, Pleistosen Tengah, dan Pleistosen Akhir, dan beberapa tahap fauna. Pleistosen awalnya dikenal dengan diluvium, yakni deretan kini (holosen atau aluvium); bermula dari 1.750.000 tahun kemudian dan berakhir hingga 10000 tahun lalu. kala pertama dalam zaman kuarter, dibawah satuan waktu geologi ini terdapat kala pliosen, dan diatasnya kala holosen. Pada kala pleistosen bumi mengalami beberapa zaman es.


Pada kala Pleistosen banyak penggalan dunia dilanda oleh lapisan es yang cukup tebal. Hal itulah yang mengakibatkan migrasi besar-besaran fauna menuju ke tempat yang tidak sanggup dicapai oleh lapisan es. Zaman es tersebut dibagi menjadi 4, yaitu : Zaman es Gunz, Mindel, Riss, dan Wurm. Akibat dari zaman es di dunia ternyata pengaruhnya di Indonesia sangat jelas. Hal ini terperinci mengakibatkan terjadinya pulau-pulau atau daratan yang relatif lebih luas kalau dibandingkan dengan zaman sebelumnya.

Pada zaman Pleistosen wilayah Indonesia sanggup dibagi menjadi 3 bagian, yaitu di barat yang merupakan paparan Sunda dan di timur yang merupakan paparan Sahul dengan kedalaman dasarnya hampir merata, sedangkan di tengahnya Sulawesi dan Kalimantan terdiri dari maritim dalam dengan kedalaman yang berbeda-beda. Batas barat maritim antara dari tempat Filipina dan Kepulauan Talaud, serta antara Sulawesi dan Kalimantan terus memanjang ke selatan ke tempat sebelah timur Kepulauan Tangean dan pribadi ke selatan pulau Lombok. Garis pantai timur paparan Sunda, kira-kira jatuh bersamaan dengan garis Wallace, yaitu suatu garis batas Zoogeografi yang penting di Indonesia. Sebelah barat garis Wallace ini antara lain termasuk pulau Sumatra, Jawa, dan Kalimantan yang faunannya bersifat Asia, sedangkan sebelah timur garis Wallace antara lain Sulewesi, Nusa Tenggara, dan Irian memiliki sifat Australia.

Dengan ditemukannya data-data gres letak garis ini berubah-ubah, yaitu yang kemudian berkembang menjadi garis Wallace (Huxley), garis Webber (Pelseneer) ataupun garis Webber (keseimbangan fauna), maupun garis batas fauna Australia-Papua. Bagaimanapun perubahannya garis-garis tersebut tetap merupakan batas Provinsi Zoogeografi pada waktu kini sebagai jawaban dari penyebaran fauna di zaman Pleistosen melalui daratan-daratan dan jembattan-jembatan daratan pada waktu itu.

Dari penyelidikan yang dilakukan pada tahun-tahun yang terakhir terbukti bahwa garis Wallace tidaklah menjadi batas provinsi fauna Pleistosen, akan tetapi hanya berlaku bagi zaman Holosen. Hal ini terbukti dengan ditemukannya Stegodon rigonocephalus flurensia Hooujer di Flores pada tahun 1957, Stegodon timerensisSartono di pulau Timor pada tahun 1964.

Penyelidikan yang dilakukan oleh Dr. R. P. Soejono bekerja sama dengan Prof. Dr. S. Sartono di pulau Sumba pada tahun 1978 telah ditemukan fosil rahang bawah dari Stegodon. Penyelidikan yang dilakukan pada tahun itu juga di desa Berru, Cabenge, Sulawesi Selatan oleh Rokhus Dua Awe telah ditemukan gigi Stegodon, sedangkan pada tahun sebelumnya ditemukan fosil babi, rusa, kijang, kura-kura dengan diameter 2 meter. Hal-hal tersebut menunjukkan bahwa terutama hewan stegodon yang asalnya dari dari India Utara di kawasan Siwalik melaului Birma dan Malaya tidak hanya berhenti di Jawa sekitar menyerupai diperkirakan sebelumnya tetapi melalui jembatan daratan di Nusa Tenggara hingga pula di Flores dan Timor bahkan dari utara yang semula diperkirakan berhenti di Kalimantan menerus hingga hingga di Sulawesi Selatan, yang diduga melalui jembatan Birma-Tiongkok melalui Korea, Jepang, Taiwan dan Filipina hingga di Sulawesi.

Apakah spesies-spesies Stegodon dan jenis hewan yang lain, yang melalui jalanan Malaya dan melalui jalan Jepang-Filipina kesannya saling bertemu lagi di paparan Sunda, hingga kini belum sanggup diketahui dengan pasti.

Dengan lewatnya jaman Wurm, berakhirlah zaman Diluvium, yang kemudian menyusul zaman Holosen, zaman selama insan hidup kini ini merupakan sebagian dari zaman holosen, Zaman ini disebut pula post-glasial.

Tanda-tanda yang ditinggalkan oleh zaman es yang terakhir yaitu zaman Wurm, paling terperinci sanggup dilihat dengan terbentuknya undak-undak sepanjang sungai Bengawan Solo pada tempat penerobosannya melalui Pegunungan Kendeng. Dalam undak-undak tersebut ditemukan fauna Verteberata Ngadong serta insan purba Homo soloensis yang hidup pada zaman itu di kawasan tersebut. Undak-undak sungai itu terjadi suatu penurunan permukaan air laut, bersamaan dengan pengunduran pantal lautan. Kejadian tersebut mengakibatkan juga erosi lebih lanjut terhadap paparan sunda dan paparan Sahul yang sebelumnya telah terkena proses-proses serupa dalam zaman Gunz, Mindel, dan Riss.

Pada zaman post-glasial, es mencair kembali dan jawaban dari itu, permukaan air maritim menjadi naik termasuk lautan di kepulauan Indonesia.

Hal tersebut mengakibatkan pula tergenangnya kembali paparan Sunda oleh Laut Jawa serta maritim Cina selatan dan juga terbenamnya paparan Sahul oleh Laut Arafuru dan pula makin dalamnya maritim di kawasan Maluku. Dengan demikian maka daratan-daratan Indonesia yang ada pada waktu zaman es Wurm tepecah-pecah serta terbagi-bagi oleh lautan yang terjadi pada zaman post-glasial sehingga mengakibatkan penyebaran dan membentuk kepulauan Indonesia menyerupai kini ini.

Pada masa Paleozoikum atas jenis tanah ini mulai muncul sebagai pembentuk kerikil gamping, dan jenis ini berkembang baik pada masa Kaenozoikum, sehingga mengakibatkan beberapa di antaranya sanggup dipergunakan sebagai fosil penunjuk. Beberapa jenis yang termasuk Foraminifera besar antara lain yaitu Camerina (Nummulites) yang terdapat pada kala Eosen dan Oligosen. Jenis ini hanya dijumpai pada Paleogen, sedangkan pada Neogen jenis ini sudah tidak ada lagi.

Selain itu jenis invertebrata yang lain juga berkembang baik bahkan di beberapa tempat sanggup dipergunakan sebagai fosil indeks antara lain di Indonesia. Jenis tersebut termasuklah Mollusca, Coelenterata, danlain2. Khusus untuk hewan Vertebrata mengalami perkembangan pesat, bahkan beberapa di antaranya sanggup dilihat adanya evolusi.

Selama kala Pleistosen keluarga gajah tetap memegang peranan penting dijumpai di benua Amerika, Eropa dan Asia. Mammuthus arizonae, Mammuthus columbia, Mammuthus imperator, mammuthus americanus, banyak dijumpai sebagai fosil di Amerika, sedang beribu2 fosil gajah ditemukan pula di Siberia dan China. Keluarga kuda dijumpai dalam bentuk kuda poni (kuda kerdil - tidak kurang dari 10 species di Amerika utara. Keluarga kerbau salah satu yang populer yaitu Bison latifrons hidup di benua Amerika dengan bentang tanduk mencakup kurang lebih 2 meter. Keluarga unta umum didapatkan, sedangkan babi hutan banyak didapatkan di kawasan Texas, Mexico, Amerika tengah. Tidak ketinggalan golongan Carnivora mengambil peranan pula selama kala Pleistosen. Felis atrox sebangsa kucing raksasa yang bentuk dan ukurannya sebesar harimau pernah hidup di kawasan benua Amerika, Canis dirus, serigala raksasa, diduga Amerika merupakan kawasan asal yang kemudian mengadakan migrasi ke benua yang lain.

Yang sangat menarik perhatian yaitu waktu kelahiran insan di dunia. Genus Australophitecus (humanoid-manlike) yang telah punah dijumpai sebagai fosil pada gua2 kerikil gamping di Amerika selatan, ditemukan oleh Prof. Dart & Prof. Le Gros Clark bersama2 dengan tulang hewan yang diduga dipergunakan sebagai senjata pada ketika itu. (Nama Australophitecus berasal dari kata latin australo = selatan, pithecus = kera).

Jenis lain yaitu Pithecanthropus (dari bahasa latin pithecos = kera, anthropos =manusia ) untuk pertama kalinya ditemukan pada tahun 1891 oleh Eugene Dubois di kawasan Sangiran sebelah utara Solo, yang kemudian lebih dikenal sebagai Pithecanthropus Erectus. Pada masa ini terjadi kepunahan banyak sekali jenis insan purba yang mendahuluinya, seperti pithecanthropus erectus. Berita inovasi ini sangat menarik sehingga antara tahun 1935 hingga tahun 1940 Prof DR GHR von Koeningswald melaksanakan penyelidikan yang teliti. Salah satu penemuannya ialah didapatkannya tengkorak dan penggalan badan yang lain. Untuk mengetahui sejarah kehidupan insan pada ketika itu, hingga ketika ini penelitian terus dilanjutkan.

Penelitian yang dilakukan pada tahun 1928 dan 1929 di bersahabat Beijing China, telah didapatkan di dalam gua kerikil gamping Chou Kou Tien 48 km sebelah selatan Beijing, yang kemudian dikenal sebagai Pithecanthropus peninensis. Penemuan yang tidak ternilai pentingnya ialah didapatkannya Homo Neanderthalensis yang kini telah punah yaitu di penggalan timur Eropa yang hidup pada zaman es. Tempat inovasi pertama di kawasan lembah Neander bersahabat Dusseldorf, Jerman.

Di pulau Jawa, Sumatra, Nusa Tenggara, dan Sulawesi, kala ini dicirikan dengan acara gunung berapi yang berlangsung hingga sekarang. Dari masa ini juga dikenal sebagai megaloceros (rusa besar), coelodonta antiquitatis (badak berbulu wol), mammuthus primigenius (mamut), ursus spelaeus (beruang yang hidup dalam gua), smilodon (semacam kucing besar), rusa kutub, bison.

Kala Holosen
Kala Holosen dimulai dari 10.000 tahun yang kemudian hingga sekarang. Nama holosenberasal dari bahasa Yunani ("holos") yang berarti keseluruhan dan ("kai-ne") yang berarti gres atau terakhir. Kala ini kadang disebut juga sebagai "Kala Alluvium". Dari kala ini diperagakan sejarah budaya insan Zaman Paleolitikum (Zaman Batu purba) hingga Zaman Neolitikum (Zaman Batu baru) yang ditemukan di Punung (Pacitan, Jawa Timur) dan Dago (Bandung, Jawa Barat).


Related : Kehidupan Pada Masa Masa Pleistosen

0 Komentar untuk "Kehidupan Pada Masa Masa Pleistosen"

DUKUNG KAMI

SAWER Ngopi Disini.! Merasa Terbantu Dengan artikel ini? Ayo Traktir Kopi Dengan Cara Berbagi Donasi. Agar Kami Tambah Semangat. Terimakasih :)
close
close