Surat Perintah 11 Maret 1966 - Bab Ii (Akhir)


Oleh Dr. Saleh A.Djamhari

Pada ketika akan merumuskan draf surat perintah, Amir Machmud menyarankan semoga dibuat tim yang diketuai oleh Basuki Rachmat dan Sabur sebagai sekretaris. Amir Machmud tidak duduk dalam tim, namun dalam kenyataannya ikut berperan memperlihatkan donasi pikiran dalam draf tersebut. Penyusunan draf dilakukan di ruang tengah paviliun presiden.

Kira - kira menjelang magrib, berdasarkan Mangil, Jenderal Sabur tiba ke paviliun Mangil, meminta mesin ketik dan kertas kepada Staf Ajudan Presiden. "Gue mau bikin surat perintah nih", kata Sabur kepada Mangil. Mangil tidak memperhatikan naskah yang diketik Sabur. Sesudah mengetik ia dengan terburu - buru kembali ke paviliun presiden. (H. Mangil Martodidjojo, 1999, hal. 425).

Setelah mendapatkan laporan draf surat perintah simpulan diketik, Presiden Soekarno memanggil ketiga Waperdam bersama tiga perwira tinggi itu berkumpul di meja makan paviliun. Ikut hadir pula dalam pertemuan itu Ny. Hartini Soekarno. Suasana dalam ruang makan itu sangat santai. Sabur memohon maaf, alasannya hasil ketikannya tidak memenuhi syarat administratif, alasannya draf surat perintah itu terdiri atas dua halaman. Amir Machmud menyela, bahwa dalam revolusi, hal - hal yang tidak prinsipil tidak perlu diperhatikan (Saleh A. Djamhari, 1986, hal. 53).

Presiden mendapatkan draf surat perintah dari Sabur, dibacanya. Kemudian ia menyerahkan kepada Waperdam Leimena dan pada gilirannya Waperdam Dr. Soebandrio, presiden bertanya : "Bagaimana Ban, kamu setuju?". "Setuju?" pertanyaan diulangi. 
Dr. Soebandrio menjawab, "Bisa berbuat apa saya? Bung Karno sudah berunding tanpa kami". Bung Karno memotong, "Tapi kamu setuju?". 

"Kalau bisa perintah verbal saja" jawab Soebandrio dengan memberanikan diri. Ketiga jenderal itu melotot ke arah Dr. Soebandrio, tapi ia tidak merasa takut. Mereka niscaya geram mendengar kalimat Dr. Soebandrio yang terkahir itu. Tapi Soebandrio  tahu, mereka tidak bisa berbuat banyak. (Dr. Soebandrio, 2001, hal 55).

Suasana santai menjelma tegang. Tiba - tiba Amir Machmud menyela "Bapak Presiden tanda tangan sajalah. Bismillh saja Pak" (Dr. Soebandrio, 2001, hal. 55)

Akhirnya draf surat perintah itu ditandatangani oleh presiden dihadapan ketiga Waperdam, empat orang perwira tinggi (Basuki Rachmat, Amir Machmud, M. Jusuf, dan Sabur) dan istri presiden Ny. Hartini Soekarno. Dengan demikian draf surat perintah yang tidak memenuhi syarat administratif itu, sah menjadi surat perintah resmi.

Adapun isi surar perintah yang pada dasarnya mmerintahkan kepada Letnan Jenderal Soeharto Menteri/Penglima Angkatan Darat, untuk atas nama Presiden/Panglima Tertinggi/Pemimpin Besar Revolusi :
  1. Mengambil segala tindakan yang dianggap perlu untuk terjaminnya keamanan dan ketenangan serta kestabilan jalannya revolusi.
  2. Menjamin keselamatan langsung dan kewibawaan Pimpinan Presiden/Panglima Tertinggi/Pemimpin Besar Revolusi
  3. Melaksanakan dengan niscaya segala anutan Pemimpin Besar Revolusi

Peristiwa ini merupakan bencana dalam karir politik Soekarno. Soekarno tidak lagi bisa menghadapi tekanan politik yang begitu dahsyat seorang diri. Kampanye politiknya yang ia rencanakan sendiri selama tiga hari telah gagal total. Surat Perintah 11 Maret 1966, yakni suatu bentuk formal dari resiko kepemimpinan usaha yang dipilihnya sebagai pemimpin rakyat.

Catatan : 
Mengapa Presiden Soekarno mengeluarkan Surat Perintah 11 Maret 1966?
Terdapat beberapa kemungkinan alasan mengapa Soekarno mengeluarkan surat perintah ini antara lain :
  1. Manuver politiknya gagal (kampanye tiga hari)
  2. Mempercayai Soeharto, sesudah terjadi dialog
  3. Takut/ketakutan jiwanya terancam
  4. Sadar, telah ditinggalkan pendukungnya dengan pelbagai alasan (takut, tidak percaya kepada Soekarno, mbalelo)
  5. Sadar, konsep revolusinya gagal, akibatnya paradox
  6. Watak Soeharto yang Koppig, berpendirian tegas, dihormatinya dan dipercaya bisa memimpin Indonesia
  7. Mengutamakan persatuan sebagai prinsip, lebih baik mundur daripada bangsa Indonesia terpecah belah
  8. Secara kultural, sebagai orang Jawa (Timur) berhadapan dengan orang Jawa (Tengah), dengan konsepnya mikul duwur mendhem jero, hubungan Bapak - anak, dihormati oleh Soakerno.


Sumber :
Sejarah Indonesia, Bahan Bacaan Penunjang Oleh Dr. Saleh A. Djamhari (Diktat Kuliah S2 PIPS Unindra, Jakarta)

Related : Surat Perintah 11 Maret 1966 - Bab Ii (Akhir)

0 Komentar untuk "Surat Perintah 11 Maret 1966 - Bab Ii (Akhir)"

DUKUNG KAMI

SAWER Ngopi Disini.! Merasa Terbantu Dengan artikel ini? Ayo Traktir Kopi Dengan Cara Berbagi Donasi. Agar Kami Tambah Semangat. Terimakasih :)