Pegawai rendahan menyerupai saya, untuk mencapai posisi pejabat tentu jalannya sangat panjang. Selain kompetensi yang harus memadai, daya dukung lain menyerupai kedekatan, kondisi keuangan, atau pretasi juga tidak kalah pentingnya. Sederhannya sulit bagi saya untuk menjadi pejabat semisal kepala dinas pendidikan walau pun peluang itu tetap ada.
Walau sulit, tapi setidaknya saya masih bisa berkhayal jadi kepala dinas pendidikan. Siapa tahu khalayan saya menjadi kenyataan suatu ketika nanti hehe… Jika nanti saya diangkat jadi kepala dinas pendidikan, saya akan mengambil beberapa kebijakan sesuai apa yang saya rasa ketika ini. Berikut beberapa kebijakan yang akan saya ambil :
Pertama, saya memastikan bahwa jabatan yang saya peroleh melalui jalan yang lurus, bukan hasil permainan uang atau kedekatan dengan pejebat tinggi daerah. Bukan juga sebagai balas budi alasannya ialah berhasil menjadi tim sukses. Jabatan saya peroleh benar – benar alasannya ialah kompetensi professional yang ada dan menurut prestasi.
Kedua, saya harus memastikan bahwa semua aparatur yang berada dibawah tanggungjawab saya, mengenal saya dengan baik. Mereka juga harus benar – benar memahami kiprah dan fungsinya dengan baik, serta berkomitmen bersama – sama dengan saya untuk meningkatkan kualitas pendidikan. Sistem reward dan punishment akan diterapkan secara proporsional dalam meningkatkan komitmen para aparatur sipil negara dibawah tanggungjawab saya.
Ketiga, saya harus memastikan bahwa tidak ada satu keluarga baik suami istri, saudara atau kerabat yang bekerja dalam satu intansi. Hal ini berpotensi menawarkan efek pada rendahnya pengendalian intern. Sistem dinasti yang mungkin muncul dalam intansi tersebut bisa berpotensi pada unjuk kerja “segimana saya”. Otoritas yang dimiliki kepala satuan kerja itu pun akan menjadi tak berarti atau bahkan diabaikan alasannya ialah kurangnya dukungan.
Keempat, saya harus memastikan bahwa tidak ada lagi praktek jual beli jabatan. Sebagai contoh, ketika seseorang dipromosikan untuk menjadi kepala sekolah, biasanya dihadapkan pada sejumlah uang yang harus disetor untuk memuluskan karirnya. Hal ini menjadi kontraproduktif alasannya ialah bisa saja yang mempunyai prestasi harus tersingkir dengan mereka yang mempunyai lebih banyak uang. Jika dalam kepemimpinan saya masih terjadi, maka baik yang menawarkan maupun yang mendapatkan akan diberikan hukuman yang berat. Demikian juga dalam hal kenaikan pangkat. Saya harus bisa memastikan bahwa proses untuk memperoleh jabatan atau kenaikan pangkat benar – benar menurut standar kelayakan yang ada bukan alasannya ialah sejumlah setoran yang diberikan.
Kelima, saya harus memastikan bahwa pungli di level operator tidak ada lagi. Jika selama ini mereka melaksanakan pungli kepada guru – guru atau orang yang bekepentingan biar urusannya lancar atau dengan bahaya bahwa tidak akan diinput dan sebagainya, maka itu harus ditindak tegas dan kalau perlu diberhentikan. Contoh sederhana pelaku pungli ialah para oknum operator dapodik. Mereka mengancam tidak akan menginput data guru sehingga guru tersebut tidak bisa memperoleh tunjangan sertifikasi. Pada akhirnya, dengan terpaksa guru menawarkan sejumlah uang kepada oknum operator tersebut. Padahal setahu saya, para operator juga sudah mendapatkan honorarium atas pekerjaannya. Untung saja tidak semua demikian, masih banyak operator yang bertanggungjawab dengan pekerjaannya. Dan ialah sesuatu yang masuk akal pula kalau guru yang mendapatkan tunjangan sertifikasi kemudian menyebarkan dengan operator yang membantunya. Tapi tentu bukan dengan terpaksa.
Keenam, saya akan rutin melaksanakan inpeksi mendadak (sidak) pada satuan – satuan kerja di pinggiran, bukan hanya dipusat pemerintahan. Saya harus memastikan bahwa PNS bekerja sesuai standar yang ada. Jika ditemukan para pegawanegeri yang seenaknya dalam bekerja, saya tidak akan segan memberinya hukuman yang berat bagi para pelakunya.
Ketujuh, dalam melaksanakan kewajiban publikasi ilmiah, guru harus dibantu / dibimbing secara teknis oleh para pengawas. Saya tidak terlalu yakin kalau semua guru bisa menyusun penelitian sederhana semacam PTK. Tidak jarang pula dalam tataran teknis ketika ini PTK disusun oleh orang lain dan atau hanya copy paste dari internet atau sumber lainnya. Padahal, tujuan dari publikasi ilmiah ini terang yaitu sebagai bentuk refleksi guru untuk bisa meningkatkan kualitas pembelajaran. Jika saya kepala dinas, maka para pengawas akan diplot untuk membimbing satu hingga lima orang guru untuk bisa menghasilkan satu karya ilmiah untuk masing – masing guru. Karya ilmiah yang dihasilkan benar – benar apa yang telah dilakukan guru, bukan sifatnya mengada – ada. Guru yang kesulitan akan dipantau dan terus diberikan bimbingan teknis layaknya bimbingan skripsi. Guru setidaknya bisa menghasilkan minimal satu karya ilmiah setiap tahunnya.
Kedelapan, aparatur sipil malas harus direstrukturisasi. Bagaimana bisa memilih guru itu malas atau tidak? Faktanya ketidakhadiran bisa dimanipulasi. Maka yang akan saya lakukan ialah dengan penerapan sistem ketidakhadiran online yang terintegrasi dengan sentra system informasi yang ada di dinas pendidikan. Jika ternyata system ini masih pula di akali, maka sewaktu sidak, kita juga perlu melaksanakan kroscek kepada orang – orang yang relevan. Kroscek tidak hanya pada kepala satuan kerja, alasannya ialah tidak jarang antara aparatur dan kepala satuan kerja terikat hubungan saling menguntungkan dan saling melindungi. Semisal pertanyaan secara pribadi kepada pemilik kantin akan dijawab lebih jujur dibandingkan tanggapan kepala satuan kerja yang terikat kepentingan.
Kesembilan, akan dibuat sekolah khusus siswa berkebutuhan khusus / bermasalah. Sekolah tersebut dibuat untuk jenjang menengah pertama dan menengah atas. Pada usia jenjang sekolah ini, tidak jarang siswa melaksanakan kenakalan yang lebih mengarah kepada tindak criminal menyerupai pencurian, narkoba, tawuran, pengeroyokan dan sebagainya. Maka kalau siswa terbukti melaksanakan tindakan tersebut, mereka diwajibkan memasuki sekolah khusus dimana diterapkan aturan layaknya asrama pendidikan militer. Mereka tidak diperkenankan meninggalkan sekolah selama proses pendidikan kecuali dalam keadaan darurat. Para pendidik selain guru PNS, juga harus disertai para psikolog dan petugas keamanan baik dari polisi atau TNI.
Kesepuluh, saya harus memastikan bahwa usia sekolah harus berada dilingkungan sekolah ketika jam belajar. Selain melarang keras banyak sekali pungutan yang dilakukan sekolah dengan banyak sekali modus yang ada, saya harus memastikan siswa benar – benar mendapatkan sekolah gratis dengan layanan primanya. Selain itu, untuk memastikan bahwa semua siswa berada di sekolah pada ketika jam belajar, saya akan berhubungan dengan satuan pamong praja untuk melaksanakan rajia rutin untuk siswa – siswa yang sering bolos diluaran sekolah.
Selanjutnya akan dibuat posko pengaduan biar ketika masyarakat menjumpai gerombolan siswa berseragam diluar sekolah pada ketika jam belajar, mereka sanggup segera melapor pada posko pengaduan dengan berbasis sms atau media sosial. Kemudian petugas terkait segera melaksanakan penertiban pada lokasi dimaksud. Jika siswa yang tertangkap terbukti melaksanakan tindakan criminal, akan diproses yang kemudian dimasukan pada sekolah khusus. Jika hanya pelanggaran biasa, diserahkan pada sekolah untuk ditindaklanjuti.
Selain itu, guru berkewajiban untuk menegur siswa yang melaksanakan tindakan tidak terpuji menyerupai merokok pada ketika berangkat atau pulang sekolah yang ia temui, terlepas siswa itu bab dari tempat ia mengajar atau dari sekolah lain. Kewajiban ini menempel dan harus terlindungi secara hukum.
Kesebelas, seminar atau aktivitas peningkatan mutu pendidikan jangan sekedar formalitas tapi harus ada hasil yang terukur. Kegiatan yang dilaksanakan harus disertai laporan perubahan yang terjadi pada diri peserta.
Keduabelas, memaksimalkan pengawasan keuangan yang dikelola sekolah dan memastikan bahwa keuangan yang ada dipakai sempurna sasaran. Jangan lagi ada istilah SPJ yang berarti "surat pura – pura jujur" atau sejenisnya. Pertanggungjawaban harus sanggup diawasi semua pihak dan terbuka. Krosek pada warga satuan kerja lainnya juga dibutuhkan untuk memastikan bahwa keuangan dikelola dengan baik.
Ketigabelas, memberi kanal yang merata terhadap system informasi kedinasan. Faktanya selama ini sebagai guru yang ditugaskan didaerah pinggiran, informasi yang saya terima selalu terlambat. Kelak kalau saya jadi kepala dinas pendidikan, hal ini dihentikan terulang lagi. Selain website up to date, informasi berbasis media social terpusat juga harus disediakan biar yang berkepentingan tidak lagi terlambat mendapatkan informasi.
Keempatbelas, memberi peluang sebesar – besarnya bagi guru – guru untuk terus berprestasi dengan berbaga event yang bukan alakadarnya, tapi benar – benar direncanakan secara professional dengan tindak lanjut yang nyata.
Kelimabelas, saya harus memastikan bahwa guru honorer memperoleh penghasilan yang layak dengan terlebih dahulu memaksimalkan fungsi guru PNS. Faktanya, beban kerja guru honorer kadang sama dengan para PNS yang sudah tersertifikasi. Namun mirisnya, penghasilan guru honorer sangat jauh dari kata cukup. Jika saya jadi kepala dinas pendidikan, saya akan melarang keras pengangkatan guru honorer oleh kepala sekolah dan berupaya biar guru honorer yang sudah ada mendapatkan pengasilan yang layak. Namun demikian, guru- guru bersertifikat harus dimaksimalkan fungsinya terlebih dahulu dengan tidak hanya terpaku pada kewajiban mengajar 24 jam tapi ia diwajibkan mengajar bisa mencapai 30 jam misalnya. Jumlah guru honorer di setiap sekolah juga harus dibatasi.
Keenambelas, memaksimalkan fungsi pengawas biar supervisi tidak berbanding terbalik dengan kinerja guru. Berdasarkan penelitian sederhana yang saya lakukan di empat sekolah, ternyata persepsi guru terhadap supervisi pendidikan justru berbanding terbalik dengan kinerja guru. Atau dengan kata lain, kalau supervisi semakin tinggi, kinerja semakin rendah. Begitu juga sebaliknya. Ini berarti ada sesuatu yang salah dengan supervisi tersebut. Maka, pelatihan terhadap para pengawas juga perlu dilakukan secara berkesinambungan biar pengawas bekerja bukan sebagai mandor bagi guru – guru tapi lebih menjadi dokter yang sedang melaksanakan perawatan terhadap pasiennya (supervisi klinis) atau sebagai tempat curah pendapat bagi guru untuk meningkatkan kompetensinya yang bertindak mengayomi bukan memarahi. Pembinaan yang dilakukan pengawas juga jangan terpaku pada tataran investigasi tanpa tindak lanjut yang berarti. Saya ingat betul anekdot yang beredar, kalau ada pengawas yang menyelidiki kelengkapan manajemen kita, katakan saja belum buat. Iya nanti saya akan lengkapi. Cukup memakai kalimat gila itu saja sudah kondusif alasannya ialah faktanya tidak ada tindaklanjut yang berarti. Jika saya kepala dinas, maka hal itu dihentikan terjadi lagi. Pembinaan harus dilakukan secara berkesinambungan dan terpola tanpa mengenal rasa bosan. Bahkan dijadwalkan secara rutin setiap bulan misalnya.
Ketujuhbelas, saya akan memastikan bahwa guru – guru bisa mengajar dengan damai tanpa bayang – bayang penjara pada ketika mendidik. Faktanya, tidak jarang guru harus berurusan dengan aturan pada ketika melaksanakan tugasnya dalam mendidik. Kedepan, proteksi aturan akan profesi pendidik harus ditingkatkan jangan alasannya ialah mendidik justru guru harus berurusan dengan pihak berwajib. Dinas pendidikan dalam hal ini berkewajiban memberi santunan aturan ketika guru terjerat kasus terkait pekerjaannya sebagai pendidik.
Demikian imajinasi tingkat tinggi saya sebagai kepala dinas pendidikan. Walaupun tidak terwujud, namanya juga khayalan. Lagipula tidak akan ada yang larang kita berimajinasi menyerupai apa. Hehe…
Tujuan saya menulis ini tidak lebih dari sekedar keisengan saya diwaktu luang, semoga tidak ada pihak - pihak yang tersinggung. Lagi pula ini cuma imajinasi dari seorang pegawai rendahan. Terima kasih buat yang sudah menyempatkan membaca goresan pena tidak penting ini. Maafkanlah kalau tulisannya kacau balau atau bahkan amburadul hahaha…
sumber gambar : nusantaranews.co
0 Komentar untuk "Jika Aku Jadi Kepala Dinas Pendidikan"