Di Desa Cilayang Kecamatan Cikeusal Kabupaten Serang, tersebutlah seorang tokoh dengan kesaktiannya yang berjulukan Ki Buyut Radi. Kesaktiannya cukup tersohor di sekitaran desa.
Suatu ketika, desa di hebohkan dengan banyaknya anak hilang. Setelah beberapa hari, anak itu ditemukan ditempat – kawasan yang tidak masuk akal menyerupai di atas pohon, di kebun singkong, dihutan dan kawasan lainnya. Penduduk desa percaya bahwa itu yakni ulah Kelong Wewe. Kelong wewe yakni mahluk mistik dengan wujud yang sangat menyeramkan. Wajahnya angker dengan buah dada yang menjulur ke perut. Namun penduduk desa percaya, ketika melaksanakan aksinya, Kalong Wewe merubah wujudnya selayaknya orang renta si anak sehingga anak akan mau mengikuti keinginannya.
Mendengar kehebohan yang terjadi disekitar desanya, Ki Buyut Radi tidak tinggal diam. Saat segerombolan mahluk mistik mendatangi desa itu, Ki Buyut Radi mengadangnya.
“Hai manusia, beraninya engkau menghadang kami!” teriak salah satu mahluk yang berwujud tinggi besar hitam dengan mata merah menyala yang ternyata yakni Genderuwo.
“Saya tidak ingin mengganggu kalian, kalau kalian tidak mulai berbuat ulah di desa kami” jawab Ki Buyut Radi. Sesosok mahluk lainnya yang ternyata kalong wewe menghampiri Ki Buyut Radi
“Weww…weweew…. Hai manusia, pergilah kamu dari jalan kami, atau kami akan menghajarmu” ujar Kalong Wewe.
“Saya tidak akan pergi dari sini, kalianlah yang harus meninggalkan desa kami, jangan ganggu warga kami!” jawab Ki Buyut Radi.
Mendengar balasan itu, para mahluk itu murka. Mereka serentak menghajar Ki Buyut Radi. Namun diluar dugaan, ternyata Ki Buyut Radi cukup sakti untuk mereka kalahkan. Bahkan para mahluk itu harus bersusah payah menyelamatkan diri.
“Ampun, anda terlalu sakti untuk kami lawan, ampun…ampun…” Genderuwo tampak menyerah.
“Kami menyerah, kami tak akan mengganggu desa ini lagi” timpal Kalong Wewe.
“Baiklah, kalian akan saya ampuni, tapi dengan satu syarat, kalian harus segera meninggalkan desa ini!” jawab Ki Buyut Radi. “Kalian juga dilarang mengganggu penduduk di desa lain, kalau itu dilakukan, maka kalian akan berhadapan lagi dengan saya!” lanjut Ki Buyut Radi.
“Baiklah, kami tidak akan mengganggu penduduk desa, tapi kini kemana kami harus pergi?” tanya Genderuwo.
“Pergilah kalian ke hutan di ujung desa, dan jangan pernah kembali lagi!” jawab Ki Buyut Radi.
“Baiklah, kami akan pergi ke hutan, tapi kami memiliki satu syarat, penduduk desa dilarang memasuki wilayah kami, kalau terdapat diantara mereka berani memasuki wilayah kami, maka kami akan mengganggunya” ujar para mahluk itu. Maka semenjak ketika itu, desa kondusif dari gangguan mahluk halus. Begitu juga dengan penduduk desa tidak pernah ada yang berani memasuki hutan kawasan para mahluk itu tinggal.
Beberapa puluh tahun kemudian, dengan aneka macam kemajuan yang ada, penduduk desa seolah melupakan kisah Ki Buyut Radi. Banyak diantara mereka yang berani memasuki hutan kawasan mahluk halus itu tinggal. Hutan itu kini memang mulai tidak terlalu luas walau masih terlihat begitu menyeramkan. Hutan yang kini berada di Desa Cimaung Kecamatan Cikeusal tersebut masih dipenuhi pohon – pohon besar. Termasuk semak bambu yang ujung batangnya saling bersatu sebab begitu rapatnya.
Terdapat sebuah jalan setapak di dalam hutan tersebut. Jalan tersebut berupa lorong yang menembus watu cadas dengan sisi kiri kanannya berupa dinding curam yang dipenuhi aneka macam jenis pepohonan. Diatasnya tertutup rimbunnya ujung pohon bambu yang saling menyatu sehingga lorong tersebut tampak gelap. Kondisi tersebut menyebagkan aroma mistis begitu terasa.
Konon katanya, kalau melewati hutan tersebut seorang diri, maka akan terdengar bunyi – bunyi aneh. Mulai dari tangisan lirih seorang wanita yang sedih, yang sesekali diselingi bunyi burung hantu, juga aneka macam bunyi lainnya yang menyeramkan. Dan yang paling sering terdengar yakni bunyi keek dan kook. Suara ini biasanya muncul mengikuti irama langkah kaki seseorang yang melewati hutan tersebut. Setiap langkah diikuti dengan bunyi tersebut. Saat langkah lambat, bunyi keek dan kook pun melambat. Begitu pula sebaliknya ketika langkah dipercepat. Mungkin yakni ulah mahluk halus yang dulu diusir oleh Ki Buyut Radi. Karena seringnya mendengar bunyi keek dan kook ketika melintas hutan, maka penduduk desa memberi nama hutan tersebut dengan sebutan “Leweung Bakekok” (Hutan Bakekok).
Kisah perihal mistisnya Leweung Bakekok tidak terhenti hanya pada bunyi – bunyi asing dan menyeramkan. Dikisahkan pada tahun 1940-an, seorang laki – laki setengah baya yang berjulukan “Kiming” berprofesi sebagai pembuat sapu ijuk, berani masuk ke dalam hutan tersebut untuk mengambil ijuk dari pohon aren. Saat sedang asik mengambil ijuk di atas pohon aren, sayup – sayup terdengar bunyi “weeeeww …weeeewww…weewww..” bersahut – sahutan. Semula tidak ia hiraukan sebab sedang asik menuntaskan pekerjaannya. Namun tak usang berselang, bunyi tersebut terdengar semakin terperinci dari arah belakang dan berbaur dengan bunyi lengking tonggeret. Ketika ia menoleh ke arah bunyi tersebut, betapa kagetnya ia. Dua sosok mahluk bertubuh tinggi besar dengan mata merah menyala bangun dan menatap ke arahnya. Seolah memberi arahan bahwa mereka terganggu dengan kehadiran Kiming. Kedua mahluk itu bagaikan raksasa, berambut gimbal berwajah angker. Satu diantaranya lebih menyeramkan dengan buah dada yang sangat besar menjulur ke arah perut. Mungkin inilah genderuwo dan kalong wewe yang dulu dikalahkan Ki Buyut Radi.
Kiming begitu terkejut dengan kehadiran dua mahluk itu. Baru kali ini ia bertemu mahluk halus yang menyeramkan. Hampir saja ia terjatuh dari pohon aren. Sejenak ia menoleh ke arah pijakan. Ketika menoleh ke arah mahluk tadi, ternyata dua mahluk itu sudah menghilang.
Kiming bergegas pulang. Setibanya di rumah, bayangan menakutkan dua mahluk tersebut terus menghantuinya. Seakan terngiang bunyi mahluk tersebut ditelingnya. Ia pun menceritakan insiden tersebut kepada anak dan tetangganya. Untuk memperoleh citra betapa seramnya mahluk yang ia lihat, dibantu anak dan tetangganya, dibuatlah model genderuwo sebesar yag ia lihat. Model tersebut ia buat dari anyaman bamboo yang didalamnya sanggup dimasuki orang sampaumur sehingga sanggup dimainkan menyerupai layaknya mahluk tersebut. Wajah model genderuwo tersebut terbuat dari topeng kayu lame dan di cat merah gelap. Model di buat sepasang, satu menggambarkan genderuwo dan satu lagi kalong wewe. Mahluk buatan Kiming pun amat menarik perhatian penduduk desa. Tidak hanya penduduk sekitar yang ingin melihat, banyak penduduk desa lain yang dating sebab ingin melihat mahluk buatan Kiming tersebut. Sejak ketika itu, mahluk buatan Kiming menjadi terkenal, dan orang – orang menyebutnya dengan sebutan Wewe Ki Kiming sebab dibentuk oleh Kiming.
Pada perkembangannya, Wewe Ki Kiming dijadikan sebagai tontonan pada beberapa bazar atau arakan – arakan menyerupai pesta ijab kabul atau khitanan. Namun ketika ini, Wewe Ki Kiming sudah jarang dijumpai masyarakat Cikeusal sebab tergerus oleh jaman. Sedangkan misteri Leweung Bakekok dengan ragam mistisnya, masih terasa sampai sekarang.
Suatu ketika, desa di hebohkan dengan banyaknya anak hilang. Setelah beberapa hari, anak itu ditemukan ditempat – kawasan yang tidak masuk akal menyerupai di atas pohon, di kebun singkong, dihutan dan kawasan lainnya. Penduduk desa percaya bahwa itu yakni ulah Kelong Wewe. Kelong wewe yakni mahluk mistik dengan wujud yang sangat menyeramkan. Wajahnya angker dengan buah dada yang menjulur ke perut. Namun penduduk desa percaya, ketika melaksanakan aksinya, Kalong Wewe merubah wujudnya selayaknya orang renta si anak sehingga anak akan mau mengikuti keinginannya.
Ilustrasi Kalong Wewe. Sumber gambar : hantupedia.com |
Mendengar kehebohan yang terjadi disekitar desanya, Ki Buyut Radi tidak tinggal diam. Saat segerombolan mahluk mistik mendatangi desa itu, Ki Buyut Radi mengadangnya.
“Hai manusia, beraninya engkau menghadang kami!” teriak salah satu mahluk yang berwujud tinggi besar hitam dengan mata merah menyala yang ternyata yakni Genderuwo.
“Saya tidak ingin mengganggu kalian, kalau kalian tidak mulai berbuat ulah di desa kami” jawab Ki Buyut Radi. Sesosok mahluk lainnya yang ternyata kalong wewe menghampiri Ki Buyut Radi
“Weww…weweew…. Hai manusia, pergilah kamu dari jalan kami, atau kami akan menghajarmu” ujar Kalong Wewe.
“Saya tidak akan pergi dari sini, kalianlah yang harus meninggalkan desa kami, jangan ganggu warga kami!” jawab Ki Buyut Radi.
Mendengar balasan itu, para mahluk itu murka. Mereka serentak menghajar Ki Buyut Radi. Namun diluar dugaan, ternyata Ki Buyut Radi cukup sakti untuk mereka kalahkan. Bahkan para mahluk itu harus bersusah payah menyelamatkan diri.
“Ampun, anda terlalu sakti untuk kami lawan, ampun…ampun…” Genderuwo tampak menyerah.
“Kami menyerah, kami tak akan mengganggu desa ini lagi” timpal Kalong Wewe.
“Baiklah, kalian akan saya ampuni, tapi dengan satu syarat, kalian harus segera meninggalkan desa ini!” jawab Ki Buyut Radi. “Kalian juga dilarang mengganggu penduduk di desa lain, kalau itu dilakukan, maka kalian akan berhadapan lagi dengan saya!” lanjut Ki Buyut Radi.
“Baiklah, kami tidak akan mengganggu penduduk desa, tapi kini kemana kami harus pergi?” tanya Genderuwo.
“Pergilah kalian ke hutan di ujung desa, dan jangan pernah kembali lagi!” jawab Ki Buyut Radi.
“Baiklah, kami akan pergi ke hutan, tapi kami memiliki satu syarat, penduduk desa dilarang memasuki wilayah kami, kalau terdapat diantara mereka berani memasuki wilayah kami, maka kami akan mengganggunya” ujar para mahluk itu. Maka semenjak ketika itu, desa kondusif dari gangguan mahluk halus. Begitu juga dengan penduduk desa tidak pernah ada yang berani memasuki hutan kawasan para mahluk itu tinggal.
Beberapa puluh tahun kemudian, dengan aneka macam kemajuan yang ada, penduduk desa seolah melupakan kisah Ki Buyut Radi. Banyak diantara mereka yang berani memasuki hutan kawasan mahluk halus itu tinggal. Hutan itu kini memang mulai tidak terlalu luas walau masih terlihat begitu menyeramkan. Hutan yang kini berada di Desa Cimaung Kecamatan Cikeusal tersebut masih dipenuhi pohon – pohon besar. Termasuk semak bambu yang ujung batangnya saling bersatu sebab begitu rapatnya.
Terdapat sebuah jalan setapak di dalam hutan tersebut. Jalan tersebut berupa lorong yang menembus watu cadas dengan sisi kiri kanannya berupa dinding curam yang dipenuhi aneka macam jenis pepohonan. Diatasnya tertutup rimbunnya ujung pohon bambu yang saling menyatu sehingga lorong tersebut tampak gelap. Kondisi tersebut menyebagkan aroma mistis begitu terasa.
Konon katanya, kalau melewati hutan tersebut seorang diri, maka akan terdengar bunyi – bunyi aneh. Mulai dari tangisan lirih seorang wanita yang sedih, yang sesekali diselingi bunyi burung hantu, juga aneka macam bunyi lainnya yang menyeramkan. Dan yang paling sering terdengar yakni bunyi keek dan kook. Suara ini biasanya muncul mengikuti irama langkah kaki seseorang yang melewati hutan tersebut. Setiap langkah diikuti dengan bunyi tersebut. Saat langkah lambat, bunyi keek dan kook pun melambat. Begitu pula sebaliknya ketika langkah dipercepat. Mungkin yakni ulah mahluk halus yang dulu diusir oleh Ki Buyut Radi. Karena seringnya mendengar bunyi keek dan kook ketika melintas hutan, maka penduduk desa memberi nama hutan tersebut dengan sebutan “Leweung Bakekok” (Hutan Bakekok).
Kisah perihal mistisnya Leweung Bakekok tidak terhenti hanya pada bunyi – bunyi asing dan menyeramkan. Dikisahkan pada tahun 1940-an, seorang laki – laki setengah baya yang berjulukan “Kiming” berprofesi sebagai pembuat sapu ijuk, berani masuk ke dalam hutan tersebut untuk mengambil ijuk dari pohon aren. Saat sedang asik mengambil ijuk di atas pohon aren, sayup – sayup terdengar bunyi “weeeeww …weeeewww…weewww..” bersahut – sahutan. Semula tidak ia hiraukan sebab sedang asik menuntaskan pekerjaannya. Namun tak usang berselang, bunyi tersebut terdengar semakin terperinci dari arah belakang dan berbaur dengan bunyi lengking tonggeret. Ketika ia menoleh ke arah bunyi tersebut, betapa kagetnya ia. Dua sosok mahluk bertubuh tinggi besar dengan mata merah menyala bangun dan menatap ke arahnya. Seolah memberi arahan bahwa mereka terganggu dengan kehadiran Kiming. Kedua mahluk itu bagaikan raksasa, berambut gimbal berwajah angker. Satu diantaranya lebih menyeramkan dengan buah dada yang sangat besar menjulur ke arah perut. Mungkin inilah genderuwo dan kalong wewe yang dulu dikalahkan Ki Buyut Radi.
Kiming begitu terkejut dengan kehadiran dua mahluk itu. Baru kali ini ia bertemu mahluk halus yang menyeramkan. Hampir saja ia terjatuh dari pohon aren. Sejenak ia menoleh ke arah pijakan. Ketika menoleh ke arah mahluk tadi, ternyata dua mahluk itu sudah menghilang.
Kiming bergegas pulang. Setibanya di rumah, bayangan menakutkan dua mahluk tersebut terus menghantuinya. Seakan terngiang bunyi mahluk tersebut ditelingnya. Ia pun menceritakan insiden tersebut kepada anak dan tetangganya. Untuk memperoleh citra betapa seramnya mahluk yang ia lihat, dibantu anak dan tetangganya, dibuatlah model genderuwo sebesar yag ia lihat. Model tersebut ia buat dari anyaman bamboo yang didalamnya sanggup dimasuki orang sampaumur sehingga sanggup dimainkan menyerupai layaknya mahluk tersebut. Wajah model genderuwo tersebut terbuat dari topeng kayu lame dan di cat merah gelap. Model di buat sepasang, satu menggambarkan genderuwo dan satu lagi kalong wewe. Mahluk buatan Kiming pun amat menarik perhatian penduduk desa. Tidak hanya penduduk sekitar yang ingin melihat, banyak penduduk desa lain yang dating sebab ingin melihat mahluk buatan Kiming tersebut. Sejak ketika itu, mahluk buatan Kiming menjadi terkenal, dan orang – orang menyebutnya dengan sebutan Wewe Ki Kiming sebab dibentuk oleh Kiming.
Pada perkembangannya, Wewe Ki Kiming dijadikan sebagai tontonan pada beberapa bazar atau arakan – arakan menyerupai pesta ijab kabul atau khitanan. Namun ketika ini, Wewe Ki Kiming sudah jarang dijumpai masyarakat Cikeusal sebab tergerus oleh jaman. Sedangkan misteri Leweung Bakekok dengan ragam mistisnya, masih terasa sampai sekarang.
0 Komentar untuk "Cerita Rakyat : Misteri Leweung Bakekok"