Netralitas Dan Larangan Asn/Pns Dalam Pemilu

 Berdasarkan Memorandum Badan Pengawas Pemilu Republik Indonesia  Netralitas dan Larangan ASN/PNS Dalam Pemilu

Netralitas dan Larangan ASN/PNS Dalam Pemilu - Berdasarkan Memorandum Badan Pengawas Pemilu Republik Indonesia (BAWASLU RI) tanggal 23 Januari 2020  dalam hal : Analisis Hukum Atas Pemaknaan Pasal 70 dan Pasal 71 UU Nomor 10 Tahun 2020, menjelaskan bahwa Dalam rangka memperlihatkan kejelasan bagi Pengawas Pemilihan terkait pemaknaan Pasal 70 dan Pasal 71 UU No. 10 Tahun 2020 dalam penyelenggaraan Pemilihan Kepala Daerah Tahun 2020, maka perlu dipertegas dan diperjelas hal-hal sebagai berikut :

A. Pemaknaan Netralitas ASN


1. Bahwa netralitas Aparatur Sipil Negara (ASN) merupakan salah satu asas penting dalam penyelenggaraan kiprah pelayanan publik, kiprah pemerintahan dan kiprah pembangunan. Oleh lantaran itu, soal netralitas ASN berada pada rezim manajemen pemerintahan yang pengaturannya diatur dalam suatu undang-undang tersendiri yang bersifat khusus, yaitu Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2020 perihal ASN (UU ASN).

2. Dalam Pasal 2 abjad f jo Pasal 9 ayat (2) UU ASN ditentukan “Setiap Pegawai ASN tidak berpihak dari segala bentuk imbas manapun dan tidak memihak kepada kepentingan siapapun” dan “Pegawai ASN harus bebas dari imbas dan intervensi semua golongan dan partai politik”. Kedua pasal ini mengandung prinsip bahwa penyelenggaraan kebijakan dan manajemen ASN dilakukan menurut pada asas netralitas.

Artinya setiap pegawai ASN tidak berpihak dari segala bentuk imbas manapun dan tidak memihak kepada kepentingan siapapun.

3. Bahwa sebagai suatu pengaturan dalam rezim manajemen pemerintahan, soal netralitas ASN diatur juga dalam Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2004 perihal Pembinaan Jiwa Korps dan Kode Etik PNS (PP 42/2004) dan Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 perihal Disiplin PNS (PP 53/2010).

4. Bahwa setidaknya ada 7 (tujuh) larangan bagi PNS yang dikonstruksikan dalam PP 42/2004 :

  • (1) melaksanakan pendekatan kepada Partai Politik (Parpol) terkait rencana pengusulan dirinya atau orang lain sebagai bakal calon;
  • (2) memasang spanduk/baliho yang mempromosikan dirinya atau orang lain;
  • (3) mendeklarasikan dirinya sebagai bakal calon;
  • (4) menghadiri deklarasi bakal pasangan calon, dengan atau tanpa atribut;
  • (5) mengunggah foto atau menanggapi (like, share, komentar dan sejenisnya) semua hal yang terkait dengan pasangan calon di media online dan media sosial;
  • (6) berfoto bersama dengan pasangan calon; dan
  • (7) menjadi pembicara/narasumber pada acara pertemuan parpol.

5. Bahwa dalam Pasal 4 ayat (15) PP 53/2010 ditentukan bahwa PNS dihentikan memperlihatkan pertolongan kepada calon Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah, dengan cara:
  • (1) terlibat dalam acara kampanye untuk mendukung calon Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah;
  • (2) memakai kemudahan yang terkait dengan jabatan dalam acara kampanye;
  • (3) menciptakan keputusan dan/atau tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu pasangan calon selama masa kampanye; dan
  • (4) mengadakan acara yang mengarah kepada keberpihakan terhadap pasangan calon yang menjadi penerima pemilu sebelum, selama, dan setelah masa kampanye mencakup pertemuan, ajakan, imbauan, seruan, atau pemberian barang kepada PNS dalam lingkungan unit kerjanya, anggota keluarga, dan masyarakat.

6. Bahwa oleh lantaran itu, untuk menjamin asas netralitas dalam penyelenggaraan fungsi-fungsi pemerintahan, maka konsekuensi hukumnya setiap ASN dihentikan menjadi anggota dan/atau pengurus partai politik, ikut serta sebagai pelaksana kampanye pemilu/pemilihan, memperlihatkan pertolongan kepada calon penerima pemilu/pemilihan, dan wajib mengundurkan diri dari jabatan negeri bila dicalonkan sebagai pejabat politik.

7. Dengan lain perkataan, setiap ASN dihentikan memberi pertolongan atau melaksanakan acara yang mengarah pada politik simpel khusus pada kontestasi Pilkada. ASN dituntut untuk tetap profesional dan tidak berpihak dari segala bentuk imbas manapun dan tidak memihak kepada kepentingan siapapun.

8. Bahwa oleh lantaran soal netralitas ASN berada pada rezim manajemen pemerintahan yang secara khusus diatur dalam undang-undang tersendiri, maka semua penormaan terkait netralitas ASN yang ada di luar UU No. 5 Tahun 2020 ibarat UU No. 7 Tahun 2020 perihal Pemilu dan UU No. 10 Tahun 2020 perihal Pilkada, mutatis mutandis merujuk pada penormaan netralitas ASN yang ada di UU No. 5 Tahun 2020.

9. Hanya saja jikalau dibandingkan dengan UU Pemilu maupun UU Pilkada, terdapat perbedaan keduanya dari sisi penerapan sanksi. Pelanggaran netralitas ASN dalam UU No. 5 Tahun 2020 dikenakan hukuman hanya sebatas hukuman administratif. Sementara dalam UU Pemilu maupun Pilkada mengandung dua jenis sanksi, yaitu hukuman administratif dan hukuman pidana, yang kedua hukuman tersebut dijatuhkan oleh instansi yang berwenang.

10. Inilah sebabnya pelanggaran netralitas ASN yang diproses di Bawaslu dikategorikan sebagai pelanggaran aturan lainnya, yang produk hukumnya hanya sebatas rekomendasi untuk ditindaklanjuti instansi yang berwenang untuk memperlihatkan hukuman administrative atas pelanggaran tersebut.

11. Bahwa dalam desain UU Pemilu dan UU Pilkada, Bawaslu berperan dalam memastikan terpeliharanya netralitas ASN dalam penyelenggaraan pemilu maupun pilkada.

12. Sedikitnya ada 4 pasal yang mengatur perihal netralitas ASN di dalam UU No. 7 Tahun 2020, yakni:
  • Pasal 280 ayat (2) abjad f, g dan h 

“Pelaksana dan/atau tim kampanye dalam acara kampanye pemilu dihentikan mengikutsertakan ASN, Anggota TNI, Polri, Kades, perangkat desa”. Pelanggaran atas ketentuan tersebut dikenakan hukuman 2 Tahun penjara dan 24 juta denda sebagaimana disebutkan dalam Pasal 521. 
  • Pasal 280 ayat (3)

“Setiap orang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ASN, Anggota Tentara Nasional Indonesia dan Polisi Republik Indonesia dihentikan ikut serta sebagai pelaksana dan tim kampanye Pemilu”  Setiap orang tersebut diantaranya ASN, Anggota TNI-Polri, dan Kepala Desa serta perangkat desa. Pelanggaran terhadap larangan tersebut merupakan tindak pidana yang diancam dengan eksekusi penjara selama 1 (satu) tahun dan denda 12 juta, sebagaimana dimaksud Pasal 494.
  • Pasal 282

“Pejabat negara, pejabat struktural, dan pejabat fungsional dalam jabatan negeri, serta kepala desa dihentikan menciptakan keputusan dan/atau melaksanakan tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu Peserta Pemilu selama masa Kampanye”.
Khusus bagi kepada desa yang melanggar larangan tersebut, dipidana dengan pidana penjara paling usang 1 (satu) tahun dan denda paling banyak 12 juta sebagaimana dimaksud Pasal 490. Sementara bagi pejabat sanggup dikonstruksikan dengan Pasal 547.
  • Pasal 283 ayat (1)

“Pejabat negara, pejabat stuktural dan pejabat fungsional dalam jabatan negeri serta aparatur sipil negara lainnya dihentikan mengadakan acara yang mengarah kepada keberpihakan terhadap Peserta pemilu sebelum, selama, dan setelah masa Kampanye”.
Selanjutnya pada ayat (2) ditentukan “Larangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mencakup pertemuan, ajakan, imbauan, seruan atau pemberian barang kepada aparatur sipil Negara dalam lingkungan unit kerjanya, anggota keluarga, dan masyarakat”.
Pelanggaran ketentuan Pasal 282 dan Pasal 283 ayat (1) dan ayat (2) merupakan tindak pidana yang diancam penjara paling usang 3 tahun dan denda paling banyak 36 juta, sebagaimana dimaksud Pasal 547.

13. Sementara dalam UU Pilkada, sedikitnya hanya ada 2 pasal yang mengatur perihal netralitas ASN, yaitu :
  • Pasal 70 ayat (1) 

“Dalam kampanye, pasangan calon dihentikan melibatkan Aparatur Sipil Negara, anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia, dan anggota Tentara Nasional Indonesia”.
Pelanggaran atas ketentuan tersebut dikenakan hukuman pidana paling usang 6 (enam) bulan penjara dan denda paling banyak 6 juta sebagaimana disebutkan dalam Pasal 189.
  • Pasal 71 ayat (1) 

“Pejabat negara, pejabat aparatur sipil negara, dan Kepala Desa atau sebutan lain/Lurah dihentikan menciptakan keputusan dan/atau tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu calon selama masa Kampanye”.
Pelanggaran atas ketentuan tersebut dikenakan hukuman pidana paling usang 6 (enam) bulan penjara dan denda paling banyak 6 juta sebagaimana disebutkan dalam Pasal 188.

Bagi rekan-rekan yang ingin mempelajarinya silahkan baca selengkapnya Memorandum tersebut melalui file  PDF yang sanggup di unduh pada link dibawah ini.

Unduh Memorandum (BAWASLU RI) tanggal 23 Januari 2020  dalam hal : Analisis Hukum Atas Pemaknaan Pasal 70 dan Pasal 71 UU Nomor 10 Tahun 2020. (DISINI)


Demikian admin sampaikan mengenai Netralitas dan Larangan Bagi ASN/PNS dalam Pemillu, supaya bermanfaat . . .*)

Related : Netralitas Dan Larangan Asn/Pns Dalam Pemilu

0 Komentar untuk "Netralitas Dan Larangan Asn/Pns Dalam Pemilu"

DUKUNG KAMI

SAWER Ngopi Disini.! Merasa Terbantu Dengan artikel ini? Ayo Traktir Kopi Dengan Cara Berbagi Donasi. Agar Kami Tambah Semangat. Terimakasih :)