Makna dan Penggunaan Kata Sekolah, TPA, Masjid serta Catatan atas Tulisan Arik Riuh

Arik Fajar alias Arik Riuh menulis tentang 'keanehan kalimat' yang didengarnya di dalam kereta sore. Untungnya bukan kereta malam. Jika saja naiknya kereta malam, mungkin dia akan jugijak gijugijak gijug.....

Dalam tulisan itu dia 'mempermasalahkan' kalimat "Saya tidak TPA hari ini karena pergi ke Banyuwangi". Dia menggugat kata 'tidak' yang digunakan sebelum kata TPA. Menurutnya TPA adalah singkatan dari Taman Pembelajaran Alquran, padahal setahu saya singkatannya adalah Taman Pendidikan Alquran. TPA adalah kata benda alias nomina alias isim. 

Arik Riuh memberikan koreksi dan mengusulkan perbaikan: Saya tidak berangkat ke TPA hari ini. Saya tidak masuk TPA hari ini. Dua alternatif sekaligus. 

Usulan Arik Riuh terlihat benar, jika hanya dilihat dari segi sintaksis yang sempit. Seolah bentuk Saya tidak TPA hari ini adalah bentuk yang tidak berterima.  Padahal dalam bahasa --wabilkhusus Bahasa Indonesia-- banyak ragam penggunaan bahasa. Ada ragam lisan ada ragam tulis. Nah, percakapan dalam kereta Probowangi, adalah ragam lisan.  Lebih spesifik lagi, ragam lisan cakapan. 

Dalam memaknai -dan menganggap- sebuah kalimat yang berterima tidak semata menggunakan kacamata sintaksis yang hanya berlaku pada benar salahnya penggunaan tata bahasa. Arik Riuh tidak menggunakan sudut pragmatik.

Toh, pada dasarnya kita semua mafhum bahwa Saya tidak TPA hari ini maksudnya tentu bukan Saya sekarang adalah manusia, tidak TPA --nanti malam baru berubah wujud menjadi TPA dengan kekuatan ultramen tiga. Bukan begitu? Usulan perbaikan seperti yang ditulis oleh Arik Riuh menjadi tidak penting untuk disampaikan, toh penutur bahasa Indonesia paham begitulah maksudnya.

Pernyataan Arik Riuh tentang penyederhanaan yang keterlaluan oleh pemegang otoritas bahasa Indonesia dengan 'menambah makna' kata sekolah juga kurang tepat. Bukan otoritas bahasa tidak mau memperbaiki tata kalimat penuturnya. Tapi yang dikritik itu adalah kamus, bukan EyD atau Buku Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia.

Kamus adalah perekam zaman, berasal dari qawamus (Arab) yang juga bermakna samudera. Kamus menampung segala. Perkembangan bahasa menurut zamannya. Ki Hadjar Dewantara, pada Kongres Bahasa Indonesia I (bukan kongres-kongres seperti di Jember belakangan ini)  tahun 1938 telah mengungkapkan:

"Jang dinamakan 'Bahasa Indonesia' jaitoe bahasa Melajoe jang soenggoehpoen pokoknja berasal dari 'Melajoe Riaoe' akan tetapi jang soedah ditambah, dioebah ataoe dikoerangi menuroet keperloean zaman dan alama baharoe, hingga bahasa ituoe laloe moedah dipakai oleh rakjat diseloeroeh Indonesia; pembaharoean bahasa Melajoe hingga menjadi bahasa Indonesia itoe haroes dilakoekan oleh kaoem ahli jang beralam baharoe, ialah alam kebangsaan Indonesia"

Inti dari ungkapan tokoh pendidikan yang kelak menjadi Menteri Pengadjaran Republik Indonesia ini adalah: Bahasa Indonesia dapat berubah mengikuti perkembangan zaman. Buktinya tulisan beliau itu. Kalau dibaca oleh Arik Riuh mungkin dipersalahkan semua. Padahal memang hanya konteksnya yang berkembang.

Pun begitu dengan perkembangan arti 'sekolah' yang dipermasalahkan dalam tulisan Arik Riuh. Memang ada perubahan-perubahan. Ada peyorasi, ada ameliorasi, bahkan ada pula yang menjadi arkais, di satu sisi ada pula penyerapan baru. Ada pula penyerapan yang sangat unik antara kata --mengkaji dan mengaji-- padahal kata dasarnya berbentuk sama 'kaji'. 

Melihat fenomena 'saya tidak sekolah' dan 'saya tidak TPA' Arik Riuh mencoba menawarkan 'saya tidak masjid'. Sebegai penutur bahasa Indonesia, tentu saja dia punya hak untuk mengusulkan bentuk baru itu. Siapa tahu nanti benar-benar ada bentuk 'saya tidak masjid'. Namun perlu diingat, salah satu sifat bahasa adalah 'konvensional'. 

Penutur bahasa Indonesia sudah bersepakat bahwa bentuk saya tidak sekolah memilki makna:
saya tidak masuk ke lingkungan sekolah untuk mengikuti kegiatan belajar mengajar. Bukan sekadar, 'saya tidak masuk ke halaman sekolah'.

Pertanyaannya, bentuk 'saya tidak masjid' harus disepakati apa makna konvensionalnya. 

saya tidak mampir masjid sekadar numpang kencing;
saya tidak ke masjid untuk salah jumatan --yang memang harus di masjid;
saya tidak ke tempat sujud

atau yang mana?

Salam hormat dari juniormu di Kampus Tegalboto. Ditunggu debat terbukanya, tentunya dalam tulisan selanjutnya. Oh iya, tulisan Mas Arik Riuh ada di aarikriuh.id

Tabik!

Related : Makna dan Penggunaan Kata Sekolah, TPA, Masjid serta Catatan atas Tulisan Arik Riuh

0 Komentar untuk "Makna dan Penggunaan Kata Sekolah, TPA, Masjid serta Catatan atas Tulisan Arik Riuh"

DUKUNG KAMI

SAWER Ngopi Disini.! Merasa Terbantu Dengan artikel ini? Ayo Traktir Kopi Dengan Cara Berbagi Donasi. Agar Kami Tambah Semangat. Terimakasih :)
close
close