|
Kampung Bena, Kabupaten Ngada, Nusa Tenggara Timur |
Nama Kampung Bena mungkin absurd di indera pendengaran kita. Namun sebuah iklan minuman berenergi mencantumkan nama Kampung Bena dan Gunung Inerie dikala mempromosikan
"Ayo ke Labuan Bajo". Dan berawal dari iklan itu saya mulai ingin tau : "ada apa yang istimewa di Kampung Bena?"
Kampung Bena terletak di Kabupaten Ngada, yang masih memerlukan perjalanan beberapa jam dari Labuan Bajo. Kota terdekat ialah Bajawa yang berjarak 15 km. Aku sendiri berangkat dari Ende dikala itu untuk mencapai kampung Bena memakai kendaraan beroda empat carter dengan perjalanan sekitar 3 jam dari Ende.
Perjalanan dari Ende menuju Bajawa akan diawali dengan menyusur pesisir pantai Ende yang berpasir hitam, lalu naik ke wilayah pegunungan dengan pemandangan lembah, gunung yang elok dipandang mata. Indah, tapi tidak ada yang istimewa dan khas. hal-hal mirip itu lazim ditemui di daerah lain. Namun waktu seolah berhenti ketika kita datang di Kampung Bena. Tepat di sisi jalan kita sanggup menyaksikan deretan rumah-rumah susila dengan batu-batu gamping hitam besar kecil menjadi pagar dan undakan menuju sebuah kompleks kampung megalitikum yang masih sangat terpelihara sampai dikala ini.
|
Kampung Bena dilihat dari tepi jalan raya |
Seolah terlempar ke beberapa kurun sebelumnya, di kampung ini kita sanggup melihat batu-batu gamping runcing berukuran besar yang berdiri tegak ala menhir. Bukan hanya itu, deretan rumah susila tradisional beratap rumbia berjajar rapi di kiri dan kanan dalam deretan bertingkat. Di latar belakangnya tampak Gunung Inerie yang berwarna hijau dengan bentuk nyaris mirip segitiga utuh.
Bena merupakan kampung susila di Flores yang masih mempertahankan budaya dan gaya hidup tradisional. Formasi batu-batu megalitikum berusia 1200 tahun berjajar tegak di antara rumah-rumah panggung beratap rumbia dengan hiasan prajurit bersenjata di atas tiap atap. Formasi kerikil tersebut menjulang di tengah-tangah kampung dan beberapa di ataranya ibarat altar/meja. Batu-batu tersebut terletak di daerah serupa lapangan yang bertingkat. Lapangan tersebut terletak diantara 2 barisan rumah yang berderet sejajar. Di lapangan tersebut juga terdapat beberapa bangunan serupa payung yang nampak sering dipakai mirip daerah berteduh.
Di ujung lapangan tersebut yang merupakan simpulan dari deretan rumah tradisional, kita akan melihat sebuah Gua Maria. Ya, warga Bena merupakan penganut agama Kristen namun tetap mempertahankan dogma dari masa megalitikum yang masih terpelihara baik sampai dikala ini.
|
Menhir dan kerikil mendatar serupa altar yang terdapat di tengah kampung Bena |
|
Gunung Inerie dilihat dari Kampung Bena |
Kampung ini terletak di kaki Gunung Inerie yang masih dalam status aktif. Gunung ini nampak hijau kekuningan sebab sebagian besar berupa lahan gundul, walau masih menyisakan hutan di belahan puncaknya. Gunung ini akan tampak mirip segitiga tepat dengan sisi yang rapi jikalau kita melihatnya dari lokasi tertentu (persis mirip lukisan anak Taman Kanak-kanak yang biasa menggambar gunung berbentuk segitiga dengan penggaris). Inerie terakhir meletus pada tahun 1970. Gunung berapi ini menjadi penting bagi masyarakat Bena, sebab mereka meyakini bahwa Zeta-dewa pelindung mereka tinggal di gunung tersebut.
Nilai-nilai tradisi dan gaya hidup tradisional menjadi daya tarik kampung ini. Selama turun temurun mereka mewariskan susila dan tradisi nenek moyang termasuk mewariskan keahlian menenun bagi tiap perempuan yang tinggal di sana. Pemandangan perempuan menenun di teras rumah panggung di kampung Bena ialah pemandangan lazim yang kita temui. Mereka menenun memakai teknik tradisional dan menjual hasil tenunannya dangan menggantungkannya di muka rumah. Harganya yang ditawarkan sangat masuk akal jikalau kita memeriksa proses pengerjaannya yang masih handmade dan memakan waktu lama. Motif khas dari tenunan mereka ialah motif kuda.
|
Menenun ialah acara sehari-hari perempuan Bena dan mereka menggantungkan hasil tenunannya di muka rumah untuk dijual |
|
Berfoto bersama seorang perempuan Bena yang sedang menenun |
|
Motif kuda pada kain tenun yang berwarna merah ialah motif khas tenunan Bena |
Selain menhir dan tenunan. Penduduk Bena juga mengandalkan sektor perkebunan sebagai mata pencaharian mereka. Di lapangan di tengah kampung tersebut kita juga sanggup menemui cengkeh, kemiri yang sedang dijemur. Vanili juga merupakan salah satu hasil kebun mereka yang mereka jual dalam ikatan-ikatan kecil yang dipajang di pagar rumah.
|
Rahang babi yang tersusun rapi di sebuah rumah di Kampung Bena |
Jika anda berkunjung ke Flores, Kampung Bena merupakan salah satu objek wisata yang sayang anda lewatkan. Di kabupaten Ngada kita juga sanggup menemui objek wisata spektakuler lainnya yaitu Taman Laut Riung 17 Pulau, Mata Air Panas Soa dan rumah Retret yang indah di Mataloko.
|
Kampung susila lainnya di Flores : Kampung susila Koanara di sekitar Danau Kelimutu |
|
Taman Laut Nasional Riung 17 Pulau |
|
Rumah Retret Kristen Mataloko di jalan raya antara Ende-Bajawa |
|
Mata Air Panas Soa yang berwarna kehijauan |
Related Articles : Yang Unik dan Menarik di Kabupaten Ngada, Flores Pulau Kanawa, Mutiara di Laut Flores Nunbena, Traditional Highland Village of NTT Jadwal Festival Terbaik di NTT
0 Komentar untuk "Kampung Bena"