Tanggal 21 Oktober 2011 yakni pertama kalinya saya menginjakan kaki keluar dari Indonesia. Dan negara pertama yang mendaratkan stempelnya di pasporku yakni Brunei Darussalam. Agak unik memang, alasannya Singapura, Malaysia ataupun Thailand jauh lebih populer dan lazim dikunjungi dibanding negara jiran yang satu ini. Aku menerima kesempatan untuk bekerja sebagai dokter di proyek Survey Migas dari BGP inc. CNPC yang lokasi kerjanya berada di West Jerudong. Aku tinggal di Kampung Kupang (sangat familiar dan menyenangkan mendengar kata Kupang) yang terletak di distrik Tutong.
Brunei terbagi menjadi 4 distrik, yaitu : Brunei-Muara, Tutong, Belait dan Temburong. Bandar Seri Begawan (BSB) terletak di Distrik Brunei Muara. Kota besar lainnya yakni Seria dan KB (alias Kuala Belait) di distrik Belait. Sedang distrik Temburong tampaknya cukup sepi alasannya hanya dihuni oleh 3% penduduk Brunei. Distrik Temburong dipisahkan oleh 3 distrik lainnya oleh Negara Bagian Serawak-Malaysia Timur.
Bandar Seri Begawan populer dengan mesjid-mesjid dengan kubah emas, layaknya di kisah 1001 malam. Namun banyak yang salah duga ihwal kota yang satu ini. Sebagai ibukota negara, bayanganku ihwal BSB yakni kota metropolitan yang besar dan padat layaknya Singapura. Namun dengan pengandaian berikut ini maka kita akan mengerti : Jika Jakarta mempunyai jumlah penduduk 9,5 juta; maka satu kota Jakarta sanggup menampung 24 kali Brunei yang penduduknya hanya kurang dari 400 ribu jiwa. Sedang jumlah penduduk di BSB sendiri hanya 50 ribuan.
BSB memang kecil dalam jumlah penduduk, namun sentuhan metropolitan dan suasana ala kota besar sanggup kita nikmati di beberapa sudut kotanya. Namun lupakanlah bila kita ingin mencari kawasan clubbing dan kawasan hiburan malam disini, alasannya mereka menerapkan Syariat Islam dengan cukup ketat.
Warna emas yakni warna yang cukup sering muncul di kota ini, warna yang melambangkan kemakmuran negeri ini alasannya kekayaan migas yang menjadi penopang utama perekonomian negara kerajaan ini. Negara ini dipimpin oleh Sultan Hassanal Bolkiah yang gelar lengkap nya yakni : Sultan Haji Hassanal Bolkiah Mu'Izzaddin Waddaulah Ibni Al-Marhum Sultan Haji Omar 'Ali Saifuddien Sa'adul Khairi Waddien, Sultan dan Yang Di-Pertuan Negara Brunei Darussalam. Aku terkagum sewaktu Pak Hasni mengucapkan nama yang kolam kereta api itu dengan impulsif dan mengalir lancar dari mulutnya. Nampaknya tokoh Sultan sangat dihormati dan lekat di antara masyarakat Brunei.
Hari ini saya mengunjungi salah satu mesjid berkubah emas di Brunei yaitu Masjid Sultan Omar Ali Saifudin. Nama masjid ini berasal dari nama sultan yang memimpin Brunei sebelum Sultan Hassanal Bolkiah (yang merupakan ayahnya sendiri). Masjid ini menjadi unik dan menjadi landmark kota Bandar Seri Begawan berkat kubah-kubah emasnya dan adanya sebuah bangunan ibarat bahtera di kolam Masjid yang menciptakan nya tampil beda.
Bangunan ini simpulan dibangun pada tahun 1958, Dengan warna dasar putih, dan mempunyai pelataran bergaya Yunani kuno dengan adanya formasi pilar-pilar spiral ala kuil-kuil Yunani kuno.
Bagian dalam mesjid ini tidak kalah indah, saya berkesempatan masuk ke dalamnya, namun sayang tidak diijinkan untuk memakai kamera dalam Mesjid Omar Ali Saifudin. Lantainya dialasi karpet tebal dan terasa empuk diinjak dengan kaki telanjang. konon karpetnya made in Arab. Lampu-lampu kristal menggantung indah di atasnya dan memberi kesan mewah, terutama lampu kristal besar di bawah kubah emas utama. Pada bab muka terdapat semacam panggung berbentuk rumah bergaya melayu (sepertinya kawasan imam berceramah) dan penuh dengan ukiran.
Related Articles :
Aerial Photography Part 5 : Bandar Seri Begawan
Brunei Cuisine : Ambuyat, Nasi Katok
Fakta Unik Tentang Brunei Darussalam
Bangunan ini simpulan dibangun pada tahun 1958, Dengan warna dasar putih, dan mempunyai pelataran bergaya Yunani kuno dengan adanya formasi pilar-pilar spiral ala kuil-kuil Yunani kuno.
Bagian dalam mesjid ini tidak kalah indah, saya berkesempatan masuk ke dalamnya, namun sayang tidak diijinkan untuk memakai kamera dalam Mesjid Omar Ali Saifudin. Lantainya dialasi karpet tebal dan terasa empuk diinjak dengan kaki telanjang. konon karpetnya made in Arab. Lampu-lampu kristal menggantung indah di atasnya dan memberi kesan mewah, terutama lampu kristal besar di bawah kubah emas utama. Pada bab muka terdapat semacam panggung berbentuk rumah bergaya melayu (sepertinya kawasan imam berceramah) dan penuh dengan ukiran.
Kampong Ayer, The Venice from the East |
Di salah satu sisi mesjid ini terdapat kolam yang dibelah oleh dua buah jembatan. Salah satu jembatan menghubungkan mesjid dengan bangunan serupa bahtera di tengah danau yang merupakan replika Perahu Mahligai Kerajaan milik Sultan Bolkiah yang memerintah pada kurun ke-16. Satu jembatan lainnya menghubungkan mesjid dengan Kampong Ayer (kampung Air).
Pada Katalog Pariwisata Brunei tertulis bahwa Kampong Ayer dijuluki Venice from the East. Katanya ada sekitar 30.000 penduduk yang tinggal di Kawasan Kampong Ayer yang menjadikannya perkampungan terbesar di dunia yang dibangun di atas air. nampak sedikit kumuh memang, tapi pemerintah Brunei mencoba melestarikan Kampong Ayer ini dengan membangun kemudahan penunjang mirip sekolah, kantor polisi, rumah sakit dan jalan masuk terhadap listrik dan air higienis untuk penduduk Kampong Ayer. Kampong Ayer sanggup jadi merupakan cikal bakal Bandar Seri Begawan, kota pelabuhan terbesar di pulau Kalimantan pada jamannya. (Bahkan sanggup jadi kata Borneo berasal dari kata Barunai)
Cukup menarik untuk menjelajahi BSB yang kolam "kota Aladdin" yang dipenuhi bangunan dengan atap atau kubah emas, seolah mereka ingin memamerkan kemakmuran negeri yang berpadu kontras dengan lebatnya hutan Kalimantan di sisi lainnya.
Masjid Omar Ali Saifudin dan Kampong Ayer |
Aerial Photography Part 5 : Bandar Seri Begawan
Brunei Cuisine : Ambuyat, Nasi Katok
Fakta Unik Tentang Brunei Darussalam
0 Komentar untuk "Journey To Brunei"