Ambuyat dan papeda memang sanggup diserupakan alasannya ialah kedua kuliner ini terbuat dari tepung sagu yang diseduh air mendidih dan diaduk sehingga mengental dan lengket ibarat lem. Yang membedakan Ambuyat dan Papeda ialah kuliner pendampingnya. Jika papeda umumnya berpasangan dengan ikan kuah asam, maka ambuyat berpasangan dengan set kuliner yang lebih lengkap dan dicelup dalam saus tempoyak (terbuat dari durian yang difermentasi, berbau harum dan sedikit menyengat).
Set ambuyat sesuai namanya hadir dalam bentuk hidangan lengkap dengan ikan kembung goreng atau bakar, daging (baik yang dalam bentuk tumisan atau berkuah santan dengan daun jeruk), tumisan sayur (bisa kangkung atau tauge) dan yang ketinggalan ialah kuah kental masam yang terbuat dari tempoyak yang akan mendominasi rasa pada ambuyat. Ambuyat sendiri tidak mempunyai rasa sama ibarat papeda. Makanan pelengkapnya lah yang akan menciptakan Ambuyat ini terasa istimewa dan lebih gampang tertelan.
Untuk memakan Ambuyat, diharapkan sumpit khusus berjulukan Chandas. Namun berbeda dengan sumpit, pangkal chandas menyatu dan tidak terbelah tepat layaknya sumpit, sehingga lebih ibarat penjepit makanan. Untuk mengambil Ambuyat, maka kita perlu mencelupkan chandas ke ambuyat dan memutar-mutar nya sampai segumpal sagu terangkat dari mangkuk. Setelah itu sagu tersebut dicelupkan ke saus tempoyak dan Happp!! Tekstur dan rasanya cukup unik; kenyal, sedikit masam dan berbau wangi ala durian. Jangan lupa untuk menyantap hidangan penyertanya dengan menjepitnya memakai chandas.
Filosofi ambuyat yang lengket ibarat lem bagi masyarakat Brunei dimaknai sebagai perekat yang memperkuat relasi kekeluargaan dan persaudaraan. Untuk yang satu ini aku setuju, alasannya ialah ambuyat memang lazimnya dimakan bahu-membahu sambil ngobrol dan santai mengingat porsi dan banyaknya kuliner yang disajikan salam set ambuyat. Ada pula akidah bahwa seseorang harus pantang menyantap ambuyat apabila ada kerabat dekatnya yang gres saja meninggal dan belum lewat 40 hari.
Harga set ambuyat untuk 2 orang ialah sekitar 16-20 Dollar Brunei (1 Dollar Brunei sekitar 7000 Rupiah). Namun pada kenyataannya porsi nya cukup besar untuk disantap oleh 3-4 orang. Menu ini sangat pas untuk disantap siang hari bersama kerabat atau teman sambil bersantai dalam waktu usang sambil ngobrol ala duduk di kedai-kedai kopi di Mall.
Ambuyat sanggup pula ditemui di Serawak dan Sabah, namun paling terkenal dan lebih gampang kita temui di Brunei daripada di Malaysia. Jika anda berkesempatan untuk mengunjungi Brunei, maka cobalah hidangan yang satu ini untuk mendapat keotentikan cita rasa Brunei dalam sebuah masakan.
Untuk memakan Ambuyat, diharapkan sumpit khusus berjulukan Chandas. Namun berbeda dengan sumpit, pangkal chandas menyatu dan tidak terbelah tepat layaknya sumpit, sehingga lebih ibarat penjepit makanan. Untuk mengambil Ambuyat, maka kita perlu mencelupkan chandas ke ambuyat dan memutar-mutar nya sampai segumpal sagu terangkat dari mangkuk. Setelah itu sagu tersebut dicelupkan ke saus tempoyak dan Happp!! Tekstur dan rasanya cukup unik; kenyal, sedikit masam dan berbau wangi ala durian. Jangan lupa untuk menyantap hidangan penyertanya dengan menjepitnya memakai chandas.
Filosofi ambuyat yang lengket ibarat lem bagi masyarakat Brunei dimaknai sebagai perekat yang memperkuat relasi kekeluargaan dan persaudaraan. Untuk yang satu ini aku setuju, alasannya ialah ambuyat memang lazimnya dimakan bahu-membahu sambil ngobrol dan santai mengingat porsi dan banyaknya kuliner yang disajikan salam set ambuyat. Ada pula akidah bahwa seseorang harus pantang menyantap ambuyat apabila ada kerabat dekatnya yang gres saja meninggal dan belum lewat 40 hari.
Harga set ambuyat untuk 2 orang ialah sekitar 16-20 Dollar Brunei (1 Dollar Brunei sekitar 7000 Rupiah). Namun pada kenyataannya porsi nya cukup besar untuk disantap oleh 3-4 orang. Menu ini sangat pas untuk disantap siang hari bersama kerabat atau teman sambil bersantai dalam waktu usang sambil ngobrol ala duduk di kedai-kedai kopi di Mall.
0 Komentar untuk "Ambuyat : Bruneian's Iconic Cuisine Heritage"