A Journey Through Aru Islands




Pantai Longgar
Kepulauan Aru, dari namanya kita sanggup sedikit membayangkan betapa bahari berkuasa disana dan menjadi susukan penting dalam sistem transportasi disana. Ada lebih dari 700 pulau besar kecil di kabupaten ini dengan 119 desa tersebar di pulau-pulaunya. Kalau dilihat di peta, secara umum dikuasai pulau-pulau tersebut tampak berkumpul menjadi satu dan hanya dipisahkan oleh sungai-sungai sempit yang membelah dari barat ke timur. Kenyataannya itu bukan sungai, namun selat alasannya celah itu berisi air asin dengan hamparan bakau sepanjang fatwa sungainya. Mayoritas desa-desa di Aru terletak di tepi bahari atau selat tersebut dan menciptakan kapal dan speedboat menjadi alat transportasi utama di Kabupaten ini.

Kota Dobo terletak di Pulau Wamar (sebuah pulau kecil di utara Aru).
Aku bertugas selama 1,5 tahun sebagai dokter Puskesmas Longgar-Apara terletak di Desa Longgar yang berada di Pulau Workai di tenggara Aru. Apara ialah desa tetangga Longgar. Letaknya yang bersebelahan  membuat kedua desa ini selalu disebut bersamaan : Longgar-Apara. Perlu berjalanan selama 14 jam dari Dobo untuk mencapai Longgar. 



Perjalanan dari Dobo menuju desa Longgar-Apara bukanlah sesuatu yang singkat dan menyenangkan. Perjalanan kadang memakan waktu sekitar 14 jam memakai bahtera kayu dan kadang diselingi dengan bermalam di tengah-tengah perjalanan apabila bahtera kandas dalam perjalanan melewati selat sempit antar pulau atau terjadi kerusakan mesin.

Perjalanan akan diawali dengan rute Dobo-Benjina selama 3 jam. Benjina ialah "Kota" terbesar kedua di Aru, terletak di Muara Sungai (Selat) dan merupakan tempat kapal-kapal pencari ikan bersandar. Rute pertama ini cukup berbahaya untuk dilewati ketika angin barat bertiup (Desember-Maret). Ombak di kawasan  ini populer sering memakan korban bila sedang musimnya, namun akan teduh dan menyenangkan ketika angin Timur bertiup (Mei-Oktober). 

Patung Yos Sudarso di Dobo
Pesisir sebelah barat Kepulauan Aru berkarakteristik pantai berpasir putih. Berbeda hal nya dengan pesisir timur dan bab tengah yang umumnya berawa-rawa. Selama 3 jam perjalanan dari Dobo ke Benjina kita akan melihat desa-desa berpasir putih tersebar di pesisir pantai barat Aru dan Pulau Babi yang menjadi titik menyendiri yang muncul di tengah bahari dan menjadi pola navigasi. 
Lobster, Salah satu hasil bahari dari Desa Tabarfane di Pesisir Barat Aru
Pantai Pulau Babi
Pulau Babi
Setelah melewati Benjina pemandangan akan berubah. Hamparan hutan bakau berderet bagai sabuk yang tak terputus hingga kita keluar di muara selat di sisi lainnya di kawasan Koba. Perjalanan selama kurang lebih 6 jam membelah pulau disuguhi dengan hijaunya hutan bakau, pulau-pulau kecil di tengah sungai, buaya yang sedang berjemur di batu.  Hutan Bakau dan Hutan di Aru menjadi rumah bagi Rusa, Babi Hutan, Kasuari, Kanguru, Ayam hutan dan bermacam-macam burung dengan cendrawasih sebagai primadona nya.
Burung Cendrawasih
Dari tampilannya secara fisik, selat-selat ini memang mirip sungai. Namun air di celah ini asin. Ada 4 selat sempit utama di Aru dan semuanya membelah tepat menghubungkan sisi barat dan timur Aru. 4 Selat itu ialah Sungai Kola di kawasan utara, Sungai Manumbai (yang terpanjang), Sungai Workai (sungai yang kulalui untuk menuju Longgar-Apara) dan Sungai Maekor. Ada juga sungai Lorang yang menghubungkan Sungai Maekor dan Workai.

Gereja di Desa Lorang
Selat-selat sempit ini menjadi suatu kekhasan bagi Aru dan menjadi solusi untuk menghubungkan pesisir barat dan timur. Selat ini berarus dan memerlukan pangemudi yang handal untuk sanggup lolos dari jebakan mirip kandas, menghindar dari watu besar di dasar sungai dan tersesat. Dari Benjina kita akan melewati Batu Bendera (salah satu titik pola navigasi) dan desa-desa sepanjang fatwa sungai mirip Wardakau, Lorang, Manjau, Kwarbola, Murai, Ponom dan lainnya. Keseluruhan desa tersebut terletak di tepi Sungai Workai. Bila telah melewati Ponom, maka selat sempit tersebut akan melebar dan pulau-pulau di bab tenggara Aru yang berhambur mulai sanggup terlihat alasannya kita telah berada di pesisir timur Kepulauan Aru. 

Desa-desa di muara sungai Workai bab Timur merupakan desa penghasil udang (desa Ponom, Wailay, Kaiwabar, Kwarbola, Murai, dll). Pada bulan-bulan tertentu udang akan melimpah ruah memenuhi sungai ini. Hal ini masuk akal mengingat masih terjaganya hutan bakau sepanjang sungai yang berfungsi sebagai tempat udang berkembang biak. Udang Tiger dan jenis lainnya sanggup diperoleh dengan gampang tanpa ditambak. Stok yang melimpah menciptakan Dobo kebanjiran udang kering ukuran besar pada waktu-waktu tertentu.

Setelah melewati muara sungai, perjalanan dilanjutkan ke Arah Koba. Perahu akan melewati celah sempit serupa gerbang dengan dua desa berhadapan : Desa Kobadangar dan Koba Seltimur. Dari kejauhan kita sanggup melihat menara gereja di Koba Seltimur berhadapan dengan kubah Mesjid di Kobadangar. Banyak peternakan rumput bahari disini. harus hati-hati jikalau melewati kawasan ini semoga baling-baling kapal tidak memotong tali pengikat rumput laut.

Kobadangar terletak di Pulau Baun. Terdapat area konservasi di Pulau Baun untuk melindungi burung-burung cendrawasih dan hewan-hewan liar semoga tetap terjaga dan seimbang.  Cendrawasih di Aru populer dengan warna bulu ekornya yang kuning cerah dan konon lebih manis tampilannya daripaada Cendrawasih di Papua. Cendrawasih ini dipakai sebagai hiasan kepala pada upacara-upacara susila dan penyambutan tamu kehormatan. Sayang memang, burung manis yang dilindungi ini memang masih terus diburu.

Setelah melewati Koba kita akan melihat Pulau Workai. Ada 4 Desa di Pulau Workai ini yaitu Mesiang, Longgar, Apara dan Bemun (3 desa terakhir merupakan wilayah kerja Puskesmasku). Longgar, Apara dan Bemun terletak di Selatan Pulau Workai, Sedang Mesiang terletak berhadapan dengan Gomo-gomo di Utara Pulau Workai. Mesiang mempunyai Puskesmas sendiri, namun saya cukup sering mengunjunginya alasannya teman dekatku yang bertugas disana.


Puskesmas Mesiang
UKS di Desa Bemun
Puskesmas Longgar-Apara
Longgar dan Apara bangun di tepi tebing-tebing karang berwarna putih, Longgar-Apara merupakan Desa terbesar di Wilayah Selatan Aru dan merupakan kota dagang bagi wilayah sekitar. Rumput laut, sirip hiu, teripang, mutiara, ikan segar, Kopra, merupakan penggagas roda perekonomian disini. Pada demam isu tertentu, nelayan dari Karey dan Gomar tiba ke Longgar untuk membawa Abalone  (sejenis tiram yang bernilai hemat tinggi)
Kerang Mutiara, salah satu hasil bahari andalan Longgar-Apara
Foto Bersama ibu Kader Posyandu Desa Longgar di Depan Puskesmas
Selain sebagai sentra perdagangan, desa dengan penduduk 3000an jiwa ini (Longgar dan Apara) merupakan sentra pemerintahan Kecamatan Aru Tengah Selatan. Terdapat 1 SMP, 2 SD di desa ini, 1 Puskesmas Rawat Jalan, 2 Gereja dan 2 Mesjid di Longgar dan Apara. Mendengar nama kedua desa ini sangat berarti bagiku, alasannya selama menjadi dokter disana saya berguru banyak perihal Manajemen Kesehatan (karena saya menjadi kepala Puskesmas disana), Ilmu medis, persahabatan dan berguru perihal kehidupan.


 dari namanya kita sanggup sedikit membayangkan betapa bahari berkuasa disana dan menjadi susukan A Journey Through Aru Islands
Desa Apara
Related Article :
Longgar & Apara ; 2 desa di tepian Indonesia
Salarem, Grand Canyon nya Maluku
17 Agustus 2009
Hymn to the Sea and Sky

Related : A Journey Through Aru Islands

0 Komentar untuk "A Journey Through Aru Islands"

DUKUNG KAMI

SAWER Ngopi Disini.! Merasa Terbantu Dengan artikel ini? Ayo Traktir Kopi Dengan Cara Berbagi Donasi. Agar Kami Tambah Semangat. Terimakasih :)
close
close