Netralitas Dan Larangan Asn/Pns Pada Pemilu Dan Pilkada

 Berdasarkan Memorandum Badan Pengawas Pemilu Republik Indonesia  Netralitas dan Larangan ASN/PNS Pada Pemilu dan Pilkada

Netralitas dan Larangan ASN/PNS Dalam Pemilu - Berdasarkan Memorandum Badan Pengawas Pemilu Republik Indonesia (BAWASLU RI) tanggal 23 Januari 2020  dalam hal : Analisis Hukum Atas Pemaknaan Pasal 70 dan Pasal 71 UU Nomor 10 Tahun 2016, menerangkan bahwa Dalam rangka menampilkan kejelasan bagi Pengawas Pemilihan terkait pemaknaan Pasal 70 dan Pasal 71 UU No. 10 Tahun 2016 dalam penyelenggaraan Pemilihan Kepala Daerah Tahun 2020, maka perlu dipertegas dan diperjelas hal-hal selaku berikut :

A. Pemaknaan Netralitas ASN


1. Bahwa netralitas Aparatur Sipil Negara (ASN) ialah salah satu asas penting dalam penyelenggaraan kiprah pelayanan publik, kiprah pemerintahan dan kiprah pembangunan. Oleh lantaran itu, soal netralitas ASN berada pada rezim tata kelola pemerintahan yang pengaturannya dikelola dalam sebuah undang-undang tersendiri yang bersifat khusus, yakni Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 mengenai ASN (UU ASN).

2. Dalam Pasal 2 abjad f jo Pasal 9 ayat (2) UU ASN diputuskan “Setiap Pegawai ASN tidak berpihak dari segala bentuk imbas manapun dan tidak memihak terhadap kepentingan siapapun” dan “Pegawai ASN mesti bebas dari imbas dan intervensi semua kalangan dan partai politik”. Kedua pasal ini mengandung prinsip bahwa penyelenggaraan kebijakan dan tata kelola ASN dilaksanakan menurut pada asas netralitas.

Artinya setiap pegawai ASN tidak berpihak dari segala bentuk imbas manapun dan tidak memihak terhadap kepentingan siapapun.

3. Bahwa selaku sebuah pengaturan dalam rezim tata kelola pemerintahan, soal netralitas ASN dikelola juga dalam Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2004 mengenai Pembinaan Jiwa Korps dan Kode Etik PNS (PP 42/2004) dan Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 mengenai Disiplin PNS (PP 53/2010).

4. Bahwa setidaknya ada 7 (tujuh) larangan bagi PNS yang dikonstruksikan dalam PP 42/2004 :

  • (1) mengerjakan pendekatan terhadap Partai Politik (Parpol) terkait rencana pengusulan dirinya atau orang lain selaku bakal calon;
  • (2) memasang spanduk/baliho yang mengiklankan dirinya atau orang lain;
  • (3) mendeklarasikan dirinya selaku bakal calon;
  • (4) menghadiri deklarasi bakal pasangan calon, dengan atau tanpa atribut;
  • (5) mengunggah foto atau menyikapi (like, share, komentar dan sejenisnya) semua hal yang terkait dengan pasangan kandidat di media online dan media sosial;
  • (6) berfoto bareng dengan pasangan calon; dan
  • (7) menjadi pembicara/narasumber pada kegiatan konferensi parpol.

5. Bahwa dalam Pasal 4 ayat (15) PP 53/2010 diputuskan bahwa PNS dihentikan menampilkan pertolongan terhadap kandidat Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah, dengan cara:
  • (1) terlibat dalam kegiatan kampanye untuk mendukung kandidat Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah;
  • (2) menggunakan akomodasi yang terkait dengan jabatan dalam kegiatan kampanye;
  • (3) menghasilkan keputusan dan/atau langkah-langkah yang menguntungkan atau merugikan salah satu pasangan kandidat selama masa kampanye; dan
  • (4) mengadakan kegiatan yang mengarah terhadap keberpihakan terhadap pasangan kandidat yang menjadi penerima pemilu sebelum, selama, dan sesudah masa kampanye termasuk pertemuan, ajakan, imbauan, seruan, atau pemberian barang terhadap PNS dalam lingkungan unit kerjanya, anggota keluarga, dan masyarakat.

6. Bahwa oleh lantaran itu, untuk menjamin asas netralitas dalam penyelenggaraan fungsi-fungsi pemerintahan, maka konsekuensi hukumnya setiap ASN dihentikan menjadi anggota dan/atau pengelola partai politik, berpartisipasi selaku pelaksana kampanye pemilu/pemilihan, menampilkan pertolongan terhadap kandidat penerima pemilu/pemilihan, dan wajib mengundurkan diri dari jabatan negeri bila dicalonkan selaku pejabat politik.

7. Dengan lain perkataan, setiap ASN dihentikan memberi pertolongan atau mengerjakan kegiatan yang mengarah pada politik gampang khusus pada kontestasi Pilkada. ASN dituntut untuk tetap profesional dan tidak berpihak dari segala bentuk imbas manapun dan tidak memihak terhadap kepentingan siapapun.

8. Bahwa oleh lantaran soal netralitas ASN berada pada rezim tata kelola pemerintahan yang secara khusus dikelola dalam undang-undang tersendiri, maka semua penormaan terkait netralitas ASN yang ada di luar UU No. 5 Tahun 2014 menyerupai UU No. 7 Tahun 2017 mengenai Pemilu dan UU No. 10 Tahun 2016 mengenai Pilkada, mutatis mutandis merujuk pada penormaan netralitas ASN yang ada di UU No. 5 Tahun 2014.

9. Hanya saja jikalau daripada UU Pemilu maupun UU Pilkada, terdapat perbedaan keduanya dari segi penerapan sanksi. Pelanggaran netralitas ASN dalam UU No. 5 Tahun 2014 dikenakan hukuman cuma sebatas hukuman administratif. Sementara dalam UU Pemilu maupun Pilkada mengandung dua jenis sanksi, yakni hukuman administratif dan hukuman pidana, yang kedua hukuman tersebut dijatuhkan oleh instansi yang berwenang.

10. Inilah sebabnya pelanggaran netralitas ASN yang diproses di Bawaslu dikategorikan selaku pelanggaran aturan lainnya, yang produk hukumnya cuma sebatas rekomendasi untuk ditindaklanjuti instansi yang berwenang untuk menampilkan hukuman administrative atas pelanggaran tersebut.

11. Bahwa dalam desain UU Pemilu dan UU Pilkada, Bawaslu berperan dalam menentukan terpeliharanya netralitas ASN dalam penyelenggaraan pemilu maupun pilkada.

12. Sedikitnya ada 4 pasal yang menertibkan mengenai netralitas ASN di dalam UU No. 7 Tahun 2017, yakni:
  • Pasal 280 ayat (2) abjad f, g dan h 

“Pelaksana dan/atau tim kampanye dalam kegiatan kampanye pemilu dihentikan mengikutsertakan ASN, Anggota TNI, Polri, Kades, perangkat desa”. Pelanggaran atas ketentuan tersebut dikenakan hukuman 2 Tahun penjara dan 24 juta denda sebagaimana disebutkan dalam Pasal 521. 
  • Pasal 280 ayat (3)

“Setiap orang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ASN, Anggota Tentara Nasional Indonesia dan Polisi Republik Indonesia dihentikan berpartisipasi selaku pelaksana dan tim kampanye Pemilu”  Setiap orang tersebut diantaranya ASN, Anggota TNI-Polri, dan Kepala Desa serta perangkat desa. Pelanggaran terhadap larangan tersebut ialah tindakan melawan hukum yang diancam dengan eksekusi penjara selama 1 (satu) tahun dan denda 12 juta, sebagaimana dimaksud Pasal 494.
  • Pasal 282

“Pejabat negara, pejabat struktural, dan pejabat fungsional dalam jabatan negeri, serta kepala desa dihentikan menghasilkan keputusan dan/atau mengerjakan langkah-langkah yang menguntungkan atau merugikan salah satu Peserta Pemilu selama masa Kampanye”.
Khusus bagi terhadap desa yang melanggar larangan tersebut, dipidana dengan pidana penjara paling usang 1 (satu) tahun dan denda paling banyak 12 juta sebagaimana dimaksud Pasal 490. Sementara bagi pejabat sanggup dikonstruksikan dengan Pasal 547.
  • Pasal 283 ayat (1)

“Pejabat negara, pejabat stuktural dan pejabat fungsional dalam jabatan negeri serta aparatur sipil negara yang lain dihentikan mengadakan kegiatan yang mengarah terhadap keberpihakan terhadap Peserta pemilu sebelum, selama, dan sesudah masa Kampanye”.
Selanjutnya pada ayat (2) diputuskan “Larangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) termasuk pertemuan, ajakan, imbauan, seruan atau pemberian barang terhadap aparatur sipil Negara dalam lingkungan unit kerjanya, anggota keluarga, dan masyarakat”.
Pelanggaran ketentuan Pasal 282 dan Pasal 283 ayat (1) dan ayat (2) ialah tindakan melawan hukum yang diancam penjara paling usang 3 tahun dan denda paling banyak 36 juta, sebagaimana dimaksud Pasal 547.

13. Sementara dalam UU Pilkada, minimal cuma ada 2 pasal yang menertibkan mengenai netralitas ASN, yakni :
  • Pasal 70 ayat (1) 

“Dalam kampanye, pasangan kandidat dihentikan melibatkan Aparatur Sipil Negara, anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia, dan anggota Tentara Nasional Indonesia”.
Pelanggaran atas ketentuan tersebut dikenakan hukuman pidana paling usang 6 (enam) bulan penjara dan denda paling banyak 6 juta sebagaimana disebutkan dalam Pasal 189.
  • Pasal 71 ayat (1) 

“Pejabat negara, pejabat aparatur sipil negara, dan Kepala Desa atau istilah lain/Lurah dihentikan menghasilkan keputusan dan/atau langkah-langkah yang menguntungkan atau merugikan salah satu kandidat selama masa Kampanye”.
Pelanggaran atas ketentuan tersebut dikenakan hukuman pidana paling usang 6 (enam) bulan penjara dan denda paling banyak 6 juta sebagaimana disebutkan dalam Pasal 188.

Bagi rekan-rekan yang ingin mempelajarinya silahkan baca selengkapnya Memorandum tersebut lewat file  PDF yang sanggup di unduh pada link dibawah ini.

Unduh Memorandum (BAWASLU RI) tanggal 23 Januari 2020  dalam hal : Analisis Hukum Atas Pemaknaan Pasal 70 dan Pasal 71 UU Nomor 10 Tahun 2016. (DISINI)


Demikian admin sampaikan mengenai Netralitas dan Larangan Bagi ASN/PNS dalam Pemillu, supaya berharga . . .*)

Related : Netralitas Dan Larangan Asn/Pns Pada Pemilu Dan Pilkada

0 Komentar untuk "Netralitas Dan Larangan Asn/Pns Pada Pemilu Dan Pilkada"

DUKUNG KAMI

SAWER Ngopi Disini.! Merasa Terbantu Dengan artikel ini? Ayo Traktir Kopi Dengan Cara Berbagi Donasi. Agar Kami Tambah Semangat. Terimakasih :)