Ada hal yang unik yang admin temukan di sebuah grup facebook guru. Seorang guru honor yang menuliskan surat terbuka bagi guru honorer yang sedang berdemo di Jakarta. Lewat akun "Dunia Hanya Sementara" Berikut petikannya.
Link orisinil sanggup dibuka di sini
SURAT TERBUKA DARI MANTAN GURU HONOR BUAT PARA GURU HONOR YANG SEDANG DEMO DI ISTANA NEGARA ;
Selamat pagi bapak dan ibu guru honor yg sedang panas2an.
Saya Ali Antoni, pernah menyerupai kalian juga, menjadi guru honor juga, dan walau hanya mengajar selama SEMBILAN tahun, saya rasa sudah cukup untuk tahu apa itu sekolah dan habit guru2nya.
Sebagai catatan, saya mengajar di tiga Sekolah Menengah kejuruan terbesar di Jogja. Jam mengajar saya pernah hingga 50jam satu minggu. Dua kali lebih banyak dr guru sertifikasi. Mengajar semenjak jam tujuh pagi hingga maghrib pun pernah saya jalani. Dan honor satu bulan hanya 800ribu. Itu di kota Budaya dan kota pendidikan, padahal.
Makara tdk usah pamer derita di depan saya. Namun, walau begitu, saya yaitu guru Seni Budaya yg pertama kali menerima akta TOT, akta paling bergengsi, yg guru Seni PNS dan bukan di Jogja waktu itu belum ada yg punya. Saya juga pernah sejajar menang lomba menulis bersama guru Sekolah Menengan Atas De Britto. Pun saya masuk dalam Finalis lomba lukis di Galeri Nasional kala itu.
Ini pamer, pasti. Biar kalian yg berdemo, tdk cuma demo, tapi prestasi kalian apa?
Belum lagi prestasi non akademik, saya menemani anak2 mabok di sekolah, mengobati yg kerasukan pake otak, bukan pake jompa jampi tai kucing, dan membebaskan anak yg ditangkap satpol PP.
Puncaknya, saya melaporkan kasus penyelewengan dana ke Ombudsman, dan terbongkar tiga kasus kejahatan sekolah.
Lalu saya dikeluarkan oleh penguasa sekolah.
Pertanyaan saya, bapak dan ibu niscaya kualitasnya lebih baik dr saya sehingga pede banget melaksanakan demo. Sebab seumur hidup saya, tak pernah demo2 minta diangkat jadi PNS, walau sebareg prestasi sy punya.
Jangankan demo, ikut tes CPNS jadi guru saja, haram saya lakukan. Sebab bagi saya, jd guru honor itu yaitu dharma, miskin yaitu resikonya. Kalau jd guru PNS sertifikasi itu bukan dharma, itu cuma sekumpulan orang berseragam yg cari uang. Begitupun saat saya dipecat, saya tdk menggugat. Malah enak, masa bertapa saya sudah usai, saya boleh kembali ke'istana' lagi.
Begitu prinsip saya.
Kalau tak mau miskin ya berhentilah jd guru honor. Apa bapak dan ibu tdk aib mengemis2 pada negara untuk diangkat jadi PNS? Mungkin bapak ibu menganggap itu hak kalian, tapi bagi saya tidak. Sebab bila bicara hak, itu para kiai, para guru ngaji, yg mengajar banyak orang, lebih berhak diangkat negara. Tapi tdk mereka lakukan.
Bapak dan ibu terang marah, tak mau disamakan dengan kiai. Sebab bapak dan ibu kuliah. Sudah banyak keluar uang.
Pertanyaan saya, kok sudah kuliah masih tdk cerdas juga? Kan bapak ibu menuntut kesejahteraan. Tinggal keluar saja, cari kesejahteraan di kawasan lain.
Kalau mau mengajar, ya mengajar saja. Bahkan saya pernah hanya digaji 85ribu, dan saya pun pernah memperlihatkan pada kepala sekolah saya, tdk usah honor saya. Saya cari uang di luar sekolahan, bukan di sini, di sekolah ini.
Maka, saran saya, perbaiki dulu niat, kuatkan mental, pelan2 berbisnislah di luar tembok sekolahan, dan barulah jadi guru honor. Sehingga bila tak diangkat jd PNS tdk marah2 dan demo. Kalau diangkat ya kebetulan, mau disyukuri juga boleh. Makara ndak ngarep2 menyerupai itu.
Memalukan!!!!
Link orisinil sanggup dibuka di sini
0 Komentar untuk "Guru Demo, Memalukan! Surat Terbuka Seorang Mantan Guru Honorer"