Pada waktu Tome Pires mengunjungi Banten tahun 1513, Banten merupakan pelabuhan kedua terbesar sesudah Sunda Kelapa di kerajaan Sunda. Hubungan dagang telah banyak dilakukan antara Banten dengan Sumatera dan banyak bahtera yang berlabuh di Banten. Pada waktu itu Banten sudah merupakan pelabuhan pengekspor beras, materi makanan, dan lada. Sedangkan sekitar tahun 1522 Banten sudah merupakan pelabuhan yang cukup berarti, di mana kerajaan Sunda Kelapa sudah mengekspor 1000 materi lada pertahun.
Ketika kerajaan Islam berdiri, sentra kekuasaan di wilayah ini yang semula berkedudukan di Banten Girang, dipindahkan ke keraton Surosowan di Banten Lama akrab pantai. Dari sudut politik dan ekonomi, pemindahan ini dimaksudkan untuk memudahkan kekerabatan antara pesisir utara Jawa dengan pesisir Sumatera melalui selat Sunda dan Samudera Indonesia. Situasi ini berkaitan dengan kondisi politik di Asia Tenggara masa itu di mana Malaka sudah jatuh di bawah kekuasaan Portugis, sehingga pedagang-pedagang mengalihkan jalur dagangnya melalui Selat Sunda.
Berdirinya keraton Surosowan sebagai ibu kota kerajaan Banten ialah atas petunjuk dan perintah Sunan Gunung Jati kepada putranya Hasanuddin yang kemudian menjadi raja Banten pertama. Kedatangan penguasa Islam ke tempat Banten terjadi kira-kira 1524-1525 pada saat tempat Banten masih berada dalam kekuasaan kerajaan Sunda dengan penguasanya berjulukan Rabu Pucuk Umum. Sunan Gunung Jati atau Syekh Syarif Hidayatullah yang menjadi penguasa pertama di Banten tidak mentasbihkan diri menjadi raja pertama tetapi menyerahkan kekuasaannya kepada putranya Maulana Hasanuddin. Sultan Hasanuddin dinobatkan menjadi raja Banten pada tahun 1552. Selain membangun Keraton Sunosowan, Hasanuddin juga membangun mesjid di sekitar Banten Lama sekarang.
Hasanuddin digantikan oleh Maulana Yusuf sebagai raja Banten yang kedua (1570-15 80). Ia telah memperluas wilayah kekuasaan kerajaan Banten hingga jauh ke pedalaman yang semula masih dikuasai kerajaan Sunda dan berhasil menduduki ibukota kerajaan di Pakuwan. Maulana Yusuf memperluas bangunan Mesjid Agung dengan menciptakan serambi dan juga telah membangun sebuah mesjid lain di Kasunyatan (selatan Banten Lama). Waktu Maulana Yusuf wafat yang berhak naik tahta ialah Pangeran Muhammad. Karena waktu itu pangeran Muhammad masih kecil maka yang bertindak sebagai wali raja ialah Pangeran Aria Japara.
Salah satu insiden penting dan masa pemerintahan Pangeran Muhammad ialah kedatangan - kapal-kapal Belanda pada tahun 1596 yang berlabuh dipelabuhan Banten dipimpin oleh Cornelis de Houtman. Dari merekalah kita menerima catatan-catatan tertulis yang sangat berharga perihal Banten. Dari catatan Jan Jansz Kaerel tertanggal 6 Agustus 1596 disebutkan bahwa kapal-kapal ajaib yang berlabuh di pelabuhan Banten harus menerima ijin Shyahbandar. Untuk masuk ke kota Banten dan pelabuhan terlebih dahulu harus melalui “‘tolhuis” atau kios pungut pajak.
Dari gambar kota Banten tahun 1596 sanggup dilihat bahwa di akrab pasar juga terdapat mesjid. Kota Banten sebagai ibukota kerajaan sudah memiliki pagar tembok dan kerikil bata, yang berfungsi sebagai pagar tembok keliling kota. Tentang pasar sebagai sentra perekonomian sanggup dibaca catatan dari Willem Lodewiycksz yang menggambarkan keadaan pasar Banten.
Barang perdagangan yang ada di pasar Banten terdiri dari barang-barang dari dalam dan luar negeri menyerupai sutera, beludru, porselin, sedangkan barang-barang dari tempat selempat ialah barang-barang untuk keperluan sehari-hari menyerupai buah-buahan, sayuran, cabe, gula, madu, gambir, bambu, keris, tombak dan lain-lain.
Untuk jual beli di pasar atau dalam transaksi perdagangan di Banten sudah digunakan mata uang sebagai alat pembayaran. Ketika Tome Pires (1513) mengunjungi beberapa pelabuhan di Jawa mata uang yang digunakan sebagai alat tukar ialah mata uang Cina yaitu Casha (Caxa). Namun sanggup juga disebutkan bahwa mata uang tersebut pada kala XVI merupakan alat tukar yang utama dalam perdagangan di Banten. Hal tersebut telah membuktikan bahwa Banten pada waktu itu telah menerima perhatian dan pedagang-pedagang internasional atau asing.
Mulai kala XVII kondisi sosial politik Banten ditandai adanya dampak Belanda dalam kehidupan tata pemenintahan dan perdagangan di kalangan kerajaan, sehinga kala ini merupakan puncak kemajuan kerajaan.
Catatan mengenai kota Banten pada kala XVII sanggup kita peroleh dan aneka macam sumber. Disebutkan bahwa pada tahun 1664 Banten sudah dikelilingi oleh tembok berpengaruh yang terbuat dari bata dan bermeriam, Pada masa pemenintahan Sultan Abu Nash Abdul Qahhar pembangunan benteng sekeliling dihentikan. Berdasarkan catatan Belanda, benteng ini dibentuk oleh Hendrik Lucaszoon Carded. Di mana ia juga membangun menara dan gedung tiyamah di pelataran halaman Mesjid Agung.
Pada kala XVII, Banten telah menerima kemajuan dalam bidang ekonomi dan perdagangan. Banyak orang ajaib terutama orang Asia, melaksanakan kekerabatan dagang dengan kerajaan Banten. Orang Gujarat merupakan penghubung antara pedagang ajaib dengan penguasa kerajaan. Pada waktu itu di Banten terdapat barang-barang glamor yang diperdagangkan hal tersebut menerangkan bahwa tingkat konsumsi masyarakat Banten cukup tinggi. Setiap tahunnya banyak pedagang-pedagang Cina yang berlabuh di Banten. Kebanyakan dari mereka menukarkan barang dagangan mereka dengan lada. Hal ini telah membuktikan bahwa Banten telah ramai dikunjungi orang asing.
Pada kala 18 rakyat Banten tidak mau bekerja sama dengan Belanda sehingga banyak pemimpin-pemimpin di Banten bangun melawan Belanda. Terutama ketika Banten diperintah oleh Sultan Fathi Muhammad Zainul Arifin banyak sekali terjadi perlawanan. Hal tersebut sebagai dampak kecerdikan Belanda yang sangat menekan Rakyat Banten, contohnya kerja paksa, dan lain-lain. Akibat dari ini, maka pada tahun 1735 Sultan Fathi Muhamammad Zainul Arifin ditangkap dan dibuang ke Ambon. Setelah itu kerajaan diperintah oleh Sultan Wasi Zainul Alimin yang hanya memerintah selama satu tahun dan kemudian digantikan oleh Sultan Muhammad Arif Zainul Asikin yang memerintah hingga tahun 1773. Selanjutnya diteruskan oleh Sultan lshak Zainul Muttaqin, Kemudian pada masa pemerintahan Sultan Muhammad Syafiuddin penduduk dipaksa bekerja utuk membangun sebuah pelabuhan besar di Labuhan. Proyek ini banyak memakan korban jiwa. Sultan Muhammad Syariuddin merasa prihatin atas insiden tersebut, ia tidak ingin mengorbankan rakyatnya dan kemudian pribadi menyuruh menghentikan proyek tersebut. Keadaan yang demikian mengakibatkan Daendels menjadi murka dan memerintahkan Du Puy untuk memperingatkan Sultan. Karena tindakan Du Puy yang dianggap tidak sopan terhadap Sultan, maka diapun dibunuh oleh masyarakat di depan keraton. Akibatnya, sebagai tindakan pembalasan, kemudian Sultan ditangkap dan dibuang ke Ambon.
Setelah itu wilayah Banten diduduki oleh Belanda, keraton Surosowan dihancurkan, lantainya dibongkar dan dibawa ke Serang untuk membangun kantor perwakilan Belanda. Walaupun Sultan Muhammad Rafiuddin masih memerintah, namun kekuasaannya sudah tidak berarti apa-apa lagi. Waktu itu sentra kerajaan telah dipindahkan ke keraton Kaibon. Pada tahun 1816, tiba utusan dari Belanda di bawah pimpinan Gubernur Van Der Capellen dan mengambil alih kekuasaan dan tangan Sultan Muhammad Rafiudin. Oleh Belanda wilayah kekuasaan kerajaan dibagi menjadi tiga kabupaten yaitu Serang, Lebak dan Caringin. Maka dengan ini berakhirlah masa kesultanan di Banten.
0 Komentar untuk "Sejarah Banten (Banten Lama)"