Mengapa Nilai Ulangan Semester Siswa Rendah?

Dalam beberapa kesempatan mengikuti ulangan semester, banyak diantara siswa selalu menerima skor nilai rata - rata rendah. Terkait hal ini, muncul beberapa spekulasi wacana penyebab rendahnya nilai siswa tersebut antara  :

1. Siswa malas atau enggan belajar
2. Guru belum maksimal memberikan bahan yang di ajarkan
3. Tingkat kesulitan soal yang tinggi
4. Kurangnya bimbingan orang bau tanah dirumah
5. Pembelajaran yang tidak efektif di sekolah

Terlepas dari beberapa penyebab yang disebutkan di atas, saya melihat rendahnya nilai siswa terkait dengan sistem pelaksanaan ulangan  semester itu sendiri. Beberapa fakta terkait dengan sistem pelaksanaan ulangan semester di lingkungan kerja saya ialah sebagai berikut :

1. Soal ulangan disusun oleh kelompok kerja guru berupa KKG atau MGMP
2. Tidak seluruh anggota kelompok tersebut dilibatkan atau berpartisipasi dalam penyusunan soal
3. Soal yang dihasilkan diserahkan kepada dinas pendidikan untuk dicetak atau diperbanyak
4. Sekolah mendapatkan soal dari dinas pendidikan  untuk diujikan kepada siswa di sekolahnya

Lalu apa yang salah dengan sistem tersebut?  

Seperti diuraikan dalam permendikbud nomor 23 tahun 2020 wacana standar penilaian, penilaian ialah proses pengumpulan dan pengolahan informasi untuk mengukur pencapaian  hasil berguru penerima didik. Sedangkan ulangan ialah proses yang dilakukan untuk mengukur pencapaian kompetensi penerima didik secara berkelanjutan dalam proses pembelajaran untuk memantau kemajuan dan perbaikan hasil berguru penerima didik. Ulangan sendiri berbeda dengan ujian. Ujian biasanya terkait dengan penyelesaian dari suatu satuan pendidikan. 

Selanjutnya, masih dari permendikbud yang sama, penilaian pendidikan dasar dan menengah terdiri atas penilaian oleh pendidik, penilaian oleh satuan pendidikan, dan penilaian oleh pemerintah. Pada posisi penilaian hasil berguru oleh pendidik atau satuan pendidikan, penilaian disebut sebagai ulangan. Sedangkan penilaian yang dilakukan oleh pemerintah akan disebut ujian, semisal Ujian Nasional. Maka dalam konteks ulangan semester, pendidiklah yang seharusnya berperan melaksanakan penilaian atas hasil berguru penerima didiknya, supaya ia sanggup memantau kemajuan berguru penerima didik dan melaksanakan tindak lanjut yang diperlukan. Namun, jikalau soal yang disusun dalam mengukur pencapaian kompetensi dibentuk oleh dinas pendidikan, ini berarti bahwa penilaian pendidikan dilakukan oleh pemerintah, bukan oleh pendidik.

Terkait dengan prinsip penilaian, terdapat beberapa prinsip yang harus dijadikan pola dalam melaksanakan penilaian antara lain :
1. Shahih
2. Objektif
3. Adil
4. Terpadu
5. Terbuka
6. Menyeluruh
7. Sistematis
8. Beracuan Kriteria
9. Akuntabel

Dari beberapa prinsip tersebut, jikalau mengacu sistem menyerupai di atas, tampaknya akan terbentur pada prinsip shahih, objektivitas dan keadilan. Faktanya, penyusunan soal ulangan semester yang ada tidak diujikan terlebih dahulu untuk mengukur validitas dan reliabilitasnya - atau mungkin saya tidak tahu. Terkait hal ini, saya menyangsikan bahwa soal yang dipakai benar - benar mengukur apa yang seharusnya diukur.

Terkait prinsip objektif dan adil, jikalau soal disusun oleh dinas pendidikan dengan meminta sumbangan hanya pada beberapa perwakilan unsur guru dalam kelompok kerja guru yang ada untuk menyusunnya, maka soal yang dibentuk niscaya akan sangat subjektif dan tidak adil bagi guru atau siswa di sekolah lain. Saya coba ilustrasikan menyerupai ini :

Bayangkan seorang guru akan menjelaskan wacana gajah. Guru pada sekolah A memfokuskan pembelajaran terkait unsur fisik gajah menyerupai belalai, gading, indera pendengaran dan sebagainya . Sedangkan pada sekolah B, guru justru tidak memfokuskan pada ciri fisik gajah, ia memperlihatkan pembelajaran terkait aneka macam jenis gajah dan asal gajah tersebut. Pada sekolah C, guru lebih memfokuskan pada aneka macam makanan gajah. Dan pada sekolah D yang populer dengan kemudahan yang lengkap, siswa diarahkan untuk mempelajari aneka macam aspek dari gajah mulai dari ciri fisik, jenis, makanan dan sebagainya wacana gajah walau terbentur dengan waktu yang minim. Suatu ketika, guru dari sekolah C diminta oleh dinas pendidikan untuk menciptakan soal ulangan. Sudah sanggup dipastikan, soal yang dibentuk akan terkait dengan aneka macam jenis makanan gajah. Jika soal menyerupai itu yang digunakan, bagaimana nasib penerima didik dari sekolah A atau B yang belum pernah mempelajarinya. Mungkin bagi penerima didik di sekolah D masih sanggup untuk menjawab walau tidak sesempurna yang ada di sekolah C.

Memang benar setiap guru seharusnya beracuan pada kompetensi dasar yang telah dirumuskan dalam standar isi. Tapi perlu disadari, pembagian terstruktur mengenai dari kompetensi dasar oleh satu guru dengan guru lain tidak akan pernah sama persis. Kompetensi dasar cakupannya masih sangat luas. Setiap indikator pencapaian kompetensi yang disusun satu guru niscaya akan berbeda dengan yang disusun oleh guru lain. Dalam pelaksanaan pembalajaran yang dilakukan untuk pencapain kompetensi itu pun niscaya sangat beragam. Pun demikian dengan fokus bahan dalam pembelajaran yang dilakukan. Beberapa perbedaan inilah yang kemudian menjadi duduk masalah dikala soal yang diberikan kepada penerima didik diseragamkan oleh dinas pendidikan.

Dari uraian di atas, saya coba ingin menyampaikan bahwa rendahnya nilai siswa pada ulangan semester tidak sepenuhnya salah siswa atau pembelajaran yang dilakukan guru - walau keduanya sangat mensugesti hasil belajar. Sistem penilaian yang dilakukan pun ternyata mempunyai andil sebagai penyebab rendahnya nilai siswa. Instrumen soal yang diseragamkan untuk proses pembelajaran yang berbeda dengan daya dukung yang berbeda pula menjadikan instrumen tersebut kehilangan prinsip kesahihannya, objektivitas serta keadilannya. Maka sudah sepatutnya sistem penilaian pada ulangan semester yang selama ini dilakukan untuk di penilaian kembali.

Seharusnya, penilaian yang menjadi ranah kiprah pendidik dilakukan oleh pendidik itu sendiri. Artinya, instrumen disusun oleh pendidik sesuai dengan pembelajaran beracuan kompetensi dasar yang ia lakukan di sekolah. Dan seandainya penilaian tetap diseragamkan antara satu sekolah dengan sekolah lain pada ulangan semester, hendaknya instrumen yang disusun melibatkan seluruh unsur pendidik yang berkepentingan dengan tidak lupa menguji validitas serta reliabilitas dari instumen itu sendiri. Namun jikalau tidak sanggup melibatkan semua unsur yang berkepentingan, sanggup saja instrumen disusun perwakilan pendidik dengan kisi - kisi soal yang bersifat spesifik telah diketahui oleh pendidik lainnya sebelum melaksanakan pembelajaran sehingga pembelajaran selain berfokus dalam pencapaian kompetensi, pembelajaran juga tidak meluas kepada hal lain yang tidak akan diujikan. 

Namun jikalau ulangan semester tetap mengacu pada sistem yang ada, maka guru harus lebih bekerja keras untuk sanggup melaksanakan pembelajaran dengan mengacu pada kompetensi dasar secara lebih mendalam dan luas sehingga semua indikator pencapaian kompetensi yang ada tercapai. Guru juga harus jeli meramu pembelajaran yang ia lakukan supaya tidak fokus hanya pada beberapa indikator pencapaian kompetensi saja.

Demikian goresan pena wacana mengapa nilai ulangan semester siswa rendah. Mohon maklum jikalau masih terdapat persepsi yang salah dengan goresan pena sederhana ini. Silahkan berikan komentarnya pada kolom komentar dibawah.



Related : Mengapa Nilai Ulangan Semester Siswa Rendah?

0 Komentar untuk "Mengapa Nilai Ulangan Semester Siswa Rendah?"

DUKUNG KAMI

SAWER Ngopi Disini.! Merasa Terbantu Dengan artikel ini? Ayo Traktir Kopi Dengan Cara Berbagi Donasi. Agar Kami Tambah Semangat. Terimakasih :)