Pahlawan Revolusi A.H. Nasution



A. H. Nasution

Nama Lengkap            : A. H. Nasution
Profesi                         : -
Agama                         : Islam
Tempat Lahir               : Kotanopan, Tapanuli Selatan, Sumatera Utara
Tanggal Lahir               : Selasa, 3 Desember 1918
Zodiac                         : Sagittarius
Hobby                         : Membaca | Bermain tenis
Warga Negara             : Indonesia

BIOGRAFI
Jenderal Besar Tentara Nasional Indonesia Purn. Abdul Haris Nasution dipahami selaku peletak dasar perang gerilya dalam perang melawan penjajahan Belanda yang tertuang dalam buku yang dia tulis berjudul "Strategy of Guerrilla Warfare". Buku yang sekarang sudah diterjemahkan ke dalam banyak sekali bahasa gila dan menjadi buku wajib perguruan tinggi militer di sejumlah negara, tergolong sekolah elite bagi militer dunia, West Point Amerika Serikat.
Meski pernah menuai kecaman atas kiprahnya selaku konseptor Dwi Fungsi ABRI yang dikutuk di kala reformasi, jasa besar dia tak sanggup dilepaskan dari usaha menjaga kemerdekaan RI hingga masa Orde Baru. Dwi Fungsi ABRI jadinya dihapus alasannya yaitu desakan gerakan reformasi tahun 1998. Dwi Fungsi ABRI dianggap sebagai  legalitas prajurit untuk campur tangan dengan permasalahan politik di Indonesia sehingga menimbulkan pemerintahan adikara dan represif.
Sejak kecil, Pak Nas bahagia membaca dongeng sejarah. Anak kedua dari tujuh bersaudara ini melahap buku-buku sejarah, dari Nabi Muhammad SAW hingga perang kemerdekaan Belanda dan Prancis. Lulus dari AMS-B (SMA Paspal) pada 1938, dia menjadi guru di Bengkulu dan Palembang. Tetapi kemudian dia terpesona masuk Akademi Militer. Dalam Revolusi Kemerdekaan I (1946-1948), dia diberi wewenang untuk memimpin Divisi Siliwangi. Ketika itulah timbul ilham mengenai perang gerilya selaku bentuk perang rakyat. Metode perang ini dikembangkan sehabis Pak Nas menjadi Panglima Komando Jawa dalam masa Revolusi Kemerdekaan II (948-1949).


Tahun 1948, Pak Nas memimpin pasukan Siliwangi yang menumpas pemberontakan PKI di Madiun. Ia hampir tewas bareng mendiang putrinya, Ade Irma yang tewas tertembak di rumahnya dikala pemberontakan PKI (G-30-S) meletus kembali tahun 1965. Meskipun sungguh mengagumi Bung Karno, kedua tokoh besar itu nyatanya sering bertikai paham. Pak Nas menilai Bung Karno intervensi dan bias dikala terjadi pergolakan internal Angkatan Darat tahun 1952. Dalam "Peristiwa 17 Oktober”, yang menuntut pembubaran DPRS dan pembentukan dewan perwakilan rakyat baru, Pak Nas dituding hendak melakukan perebutan kekuasaan kepada presiden RI yang berujung Bung Karno memberhentikannya selaku KSAD.
Setelah akur kembali, Pak Nas diangkat selaku KSAD pada tahun 1955 sehabis meletusnya pemberontakan PRRI/Permesta. Pak Nas diandalkan Bung Karno selaku co-formatur pembentukan Kabinet Karya dan Kabinet Kerja. Keduanya tidak akur lagi usai pembebasan Irian Barat karena perilaku politik Bung Karno yang condong pro-PKI. Dia ialah salah satu tokoh yang menjadi sasaran dalam insiden Gerakan 30 September, tetapi yang menjadi korban yaitu putrinya Ade Irma Suryani Nasution dan ajudannya, Letnan Satu Pierre Tendean


Usai kiprah memimpin MPRS tahun 1972, jenderal besar yang pernah 13 tahun duduk di posisi kunci Tentara Nasional Indonesia ini, menepi dari panggung kekuasaan. pak Nas kemudian merepotkan diri menulis memoar. Sampai pertengahan 1986, lima dari tujuh jilid memoar usaha dia sudah beredar. Kelima memoarnya, Kenangan Masa Muda, Kenangan Masa Gerilya, Memenuhi Panggilan Tugas, Masa Pancaroba, dan Masa Orla. Selain itu dia juga menulis buku dan memoar berjudul Masa Kebangkitan Orba dan Masa Purnawirawan, Pokok-Pokok Gerilya, Tentara Nasional Indonesia (dua jilid), dan Sekitar Perang Kemerdekaan (11 jilid). Jenderal Besar Nasution menghembuskan nafas terakhir di RS Gatot Subroto, pukul 07.30 WIB (9/9-2000), pada bulan yang serupa ia masuk daftar PKI untuk dibunuh.
Jendral yang ialah salah satu dari tiga jendral yang berpangkat bintang lima di Indonesia ini sedari kecil hidup sederhana, dan dia tak mewariskan harta pada keluarganya, kecuali kekayaan pengalaman dalam usaha dan idealisme. Rumahnya di Jalan Teuku Umar, Jakarta, tetap terlihat kusam, hingga sekarang tak pernah direnovasi. Riset dan evaluasi oleh Swasti Prawidya Mukti

PENDIDIKAN
  • HIS, Yogyakarta (1932)
  • HIK, Yogyakarta (1935)
  • AMS Bagian B, Jakarta (1938)
  • Akademi Militer, Bandung (1942)
  • Doktor HC dari Universitas Islam Sumatera Utara, Medan (Ilmu Ketatanegaraan, 1962)
  • Universitas Padjadjaran, Bandung (Ilmu Politik, 1962)
  • Universitas Andalas, Padang (Ilmu Negara 1962)
  • Universitas Mindanao, Filipina (1971)
KARIR
  • Guru di Bengkulu (1938)
  • Guru di Palembang (1939-1940)
  • Pegawai Kotapraja Bandung (1943)
  • Dan Divisi III TKR/TRI, Bandung (1945-1946)
  • Dan Divisi I Siliwangi, Bandung (1946-1948)
  • Wakil Panglima Besar/Kepala Staf Operasi MBAP, Yogyakarta (1948)
  • Panglima Komando Jawa (1948-1949)
  • KSAD (1949-1952 dan 1955-1962)
  • Ketua Gabungan Kepala Staf (1955-1959)
  • Menteri Keamanan Nasional/Menko Polkam (1959-1966)
  • Wakil Panglima Besar Komando Tertinggi (1962-1963 dan 1965)
  • Ketua MPRS (1966-1972
PENGHARGAAN
  • 1997 dianugerahi pangkat Jendral Besar bintang lima


Sumber http://rudyherianto.blogspot.com

Related : Pahlawan Revolusi A.H. Nasution

0 Komentar untuk "Pahlawan Revolusi A.H. Nasution"

DUKUNG KAMI

SAWER Ngopi Disini.! Merasa Terbantu Dengan artikel ini? Ayo Traktir Kopi Dengan Cara Berbagi Donasi. Agar Kami Tambah Semangat. Terimakasih :)
close
close