Gejala-Gejala Stres, Faktor-Faktor Penyebab Stres Dan Cara Mengelola Stres

GEJALA-GEJALA STRES, FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB STRES DAN CARA MENGELOLA STRES


Pada umumnya, pelaksanaan kiprah selalu mengandung permasalahan dan tantangan. Masalah dan tantangan ini seringkali mengakibatkan stres yang bisa mengganggu pencapaian tujuan. Oleh sebab itu, para pengawas satuan pendidikan harus pula mempunyai kemampuan mengelola stres.

Stres yaitu suatu kondisi tegangan (tension) baik secara faal maupun psikologis yang diakibatkan oleh tuntutan dari lingkungan yang dipersepsi sebagai ancaman.  Stres merupakan cuilan dari kondisi manusiawi. Dalam batas tertentu, stres membantu kita supaya tetap termotivasi (eustres). Tetapi kadang-kadang kita terlalu banyak mendapat stres sehingga menurunkan kualitas kinerja kita (distres). Oleh sebab itu, kita perlu mempunyai kemam- puan mengelola stres.
Untuk bisa mengelola stres, maka langkah yang  harus kita lakukan adalah: mengenali gejala-gejala stres, memahami faktor-faktor penyebab stres, dan melatih diri melaksanakan prosedur penanganannya (coping mechanism).

A.   Gejala-gejala Stres
Stres mempengaruhi seluruh diri kita. Kondisi stres sanggup diamati dari gejala-gejalanya, baik tanda-tanda emosional/kognitif maupun tanda-tanda fisik. Jika kita sanggup menandai gejala-gejalanya, maka kita akan sanggup mengelolanya.
Seseorang yang stres tidak berarti harus memiliki/menampakkan seluruh tanda-tanda ini, bahkan satu tanda-tanda pun sudah bisa kita curigai sebagai menandakan bahwa seseorang mengalami stres. Namun kita juga perlu menyadari bahwa gejala-gejala ini bisa juga merupakan indikator dari duduk kasus lain, contohnya sebab memang benar ada gangguan kesehatan secara fisik.
Tabel berikut menggambarkan gejala-gejala stres:
GEJALA EMOSIONAL/KOGNITIF
GEJALA FISIK
ΓΌ  Mudah merasa ingin marah
ΓΌ  Merasa frustasi ketika harus menunggu sesuatu
ΓΌ  Merasa gelisah
ΓΌ  Tidak sanggup berkonsentrasi
ΓΌ  Sulit berkonsentrasi
ΓΌ  Jadi gampang bingung
ΓΌ  Bermasalah dengan ingatan (mudah lupa, susah mengingat)
ΓΌ  Setiap ketika memikirkan hal-hal negatif
ΓΌ  Berpikir negatif wacana diri sendiri
ΓΌ  Mood naik turun (mood gampang berubah-ubah, contohnya merasa bangga tapi tak usang kemudian merasa bosan dan ingin marah)
ΓΌ  Makan terlalu banyak
ΓΌ  Makan padahal tidak lapar
ΓΌ  Merasa tidak mempunyai cukup energi untuk menuntaskan sesuatu
ΓΌ  Merasa tidak  mampu mengatasi masalah
ΓΌ  Sulit menciptakan keputusan
ΓΌ  Emosi suka meluap-luap (baik gembira, sedih, marah, dan sebagai- nya)
ΓΌ  Biasanya merasa murka dan bosan
ΓΌ  Kurang mempunyai sense of humor
ΓΌ  Otot-otot tegang
ΓΌ  Sakit punggung cuilan bawah
ΓΌ  Sakit di pundak atau leher
ΓΌ  Sakit dada
ΓΌ  Sakit perut
ΓΌ  Kram otot
ΓΌ  Iritasi atau ruam kulit yang tidak sanggup dijelaskan kategorinya
ΓΌ  Denyut jantung cepat
ΓΌ  Telapak tangan berkeringat
ΓΌ  Berkeringat padahal tidak melaksanakan kegiatan fisik
ΓΌ  Perut terasa bergejolak
ΓΌ  Gangguan pencernaan dan cegukan
ΓΌ  Diare
ΓΌ  Tidak sanggup tidur atau tidur berlebihan
ΓΌ  Napas pendek
ΓΌ  Menahan napas


B. Faktor-Faktor Penyebab Stres
Secara umum, faktor penyebab stres meliputi:
C.   Ancaman.
Persepsi wacana adanya bahaya menciptakan seseorang merasa stres, baik bahaya fisik, sosial, finansial, maupun bahaya lainnya. Keadaan akan menjadi jelek jika orang yang mempersepsikan wacana adanya bahaya ini merasa bahwa dirinya tidak sanggup melaksanakan tindakan apa pun yang akan bisa mengurangi bahaya tersebut.
2. Ketakutan
Ancaman bisa mengakibatkan ketakutan. Ketakutan menciptakan orang membayangkan akan terjadinya akhir yang tidak menyenangkan, dan hal ini menciptakan orang menjadi stres.
3. Ketidakpastian
Saat kita merasa tidak yakin wacana sesuatu, maka kita akan sulit menciptakan prediksi. Akibatnya kita merasa tidak akan sanggup mengendalikan situasi. Perasaan tidak bisa mengendalikan situasi akan mengakibatkan ketakutan. Rasa takut mengakibatkan kita merasa stres.
4. Disonansi kognitif
Bila ada kesenjangan antara apa yang kita lakukan dengan apa yang kita pikirkan, maka dikatakan bahwa kita mengalami disonansi kognitif, dan hal ini akan dirasakan sebagai stres. Sebagai contoh, jika kita merasa bahwa kita yaitu orang yang baik, namun ternyata menyakiti hati orang lain, maka kita akan mengalami disonansi dan merasa stres. Disonansi kognitif juga terjadi jika kita tidak sanggup menjaga komitmen. Kita yakin bahwa diri kita jujur dan sempurna janji, namun adakalanya situasi/lingkungan tidak mendukung kita untuk jujur atau sempurna janji. Hal ini akan menciptakan kita merasa stres sebab kita terancam dengan sebutan tidak jujur atau tidak bisa menepati janji.
Faktor lain yang bisa mengakibatkan stres yaitu kehidupan sehari-hari, seperti:
a.    Kematian, baik final hidup pasangan, keluarga, maupun teman
b.    Kesehatan: kecelakaan, sakit, kehamilan
c.    Kejahatan: penganiayaan seksual, perampokan, pencurian, pencopetan.
d.    Penganiayaan diri: penyalahgunaan obat, alkoholisme, melukai diri sendiri
e.    Perubahan keluarga: perpisahan, perceraian, kelahiran bayi, perkawinan.
f.     Masalah seksual
g.    Pertentangan pendapat: dengan pasangan, keluarga, teman, rekan kerja, pimpinan
h.    Perubahan fisik: kurang tidur, jadual kerja baru.
i.      Tempat baru: berlibur, pindah rumah
j.      Keuangan: kekurangan uang, mempunyai uang, menginvestasikan uang.
k.    Perubahan lingkungan: di sekolah, di rumah, di daerah kerja, di kota, masuk penjara.
l.      Peningkatan tanggung jawab: adanya tanggungan baru, pekerjaan baru.
Di daerah kerja, selain faktor penyebab yang bersifat umum di atas, ada 6 kelompok faktor utama penyebab stres, yaitu:
a.    Tuntutan tugas
b.    Pengendalian terhadap pegawai, yang bekerjasama dengan bagaimana para pegawai melaksanakan pekerjaannya
c.    Dukungan yang didapatkan dari rekan kerja dan pimpinan
d.    Hubungan dengan rekan kerja
e.    Pemahaman pegawai wacana kiprah dan tanggung jawab
f.     Seberapa jauh instansi daerah bekerja berunding dengan pegawai baru.

C. Reaksi Adaptasi Terhadap Stres
Seberapa banyak, lama, dan berat keberadaan gejala-gejala stres menggambarkan pada tahap mana reaksi seseorang terhadap stres yang dialaminya. Menurut Hans Selye (1974), ada 3 tahap reaksi pembiasaan seseorang terhadap stres, yaitu:
-       Tahap 1: Alarm Reaction.
Gejala muncul sebagai respons permulaan terhadap adanya stres, contohnya sebab harus menyusun Persiapan Mengajar Harian, seorang guru gres mendadak sakit perut/mulas-mulas.
-       Tahap 2: Resistance
Seseorang yang sudah terbiasa menghadapi stres pada balasannya akan lebih tahan (resisten) terhadap stres. Pada tahap ini, seseorang menemukan pembiasaan yang baik terhadap situasi yang mengakibatkan stres, sehingga alarm reaction menurun. Namun adakalanya pada tahap ini timbul diseases of adaptation, yaitu suatu keadaan dimana seakan-akan seseorang sudah mengikuti keadaan dengan situasi yang mengakibatkan stres, padahal bersama-sama adaptasinya tidak sempurna sehingga timbul penyakit-penyakit ibarat darah tinggi, maag, eksem, dan sebagainya.
-       Tahap 3: Exhaustion.
Tahap ini yaitu suatu keadaan dimana seseorang benar-benar sakit, yang terjadi jika stres terus menerus dialami dan orang tersebut tidak sanggup mengatasinya. Pada tahap ini tanda-tanda sudah lebih berat, contohnya seseorang menjadi benar-benar putus asa, mengalami halusinasi, delusi, dan bahkan kematian.


D.   Mengelola Stres
Manusia yaitu makhluk kompleks yang berada dalam kehidupan yang kompleks pula. Kompleksitas kehidupan berpotensi mengakibatkan stres, dan  menuntut seseorang untuk mengatasinya.
Cara seseorang mengatasi stres sanggup dikelompokkan menjadi dua kategori.
Pertama, cara ini merupakan cara yang impulsif dan tidak disadari, dimana pengelolaan stres berpusat pada emosi yang dirasakan. Dalam istilah psikologi diklasifikasikan sebagai defense mechanism. Beberapa sikap yang tergolong kedalam kelompok ini adalah:
1.    Acting out, yaitu menampilkan tindakan yang justru tidak mengatasi masalah. Perilaku ini lebih sering terjadi pada orang yang kurang bisa mengendalikan/menguasai diri, contohnya merusak barang-barang di sekitarnya.
2.    Denial, yaitu menolak mengakui keadaan yang sebenarnya. Hal ini bisa bermakna positif, bisa pula bermakna negatif. Sebagai contoh, seseorang guru menyadari bahwa dirinya mempunyai kelemahan dalam berbahasa Inggris, namun ia terus berupaya untuk mempelajarinya; bisa bermakna positif jika dengan usahanya tersebut terjadi peningkatan kemampuan; bermakna negatif jika kemampuannya tidak meningkat sebab memang potensinya sangat terbatas, namun ia tetap berusaha hingga mengabaikan pengembangan potensi lain yang ada dalam dirinya.
3.    Displacement, yaitu memindahkan/melampiaskan perasaan/emosi tertentu pada pihak/objek lain yang benar-benar tidak ada hubungannya namun dianggap lebih aman. Contohnya: Seorang guru merasa aib sebab ditegur oleh Kepala Sekolah di depan guru-guru lain, maka ia melampiaskan perasaan kesalnya dengan cara memarahi murid-murid di kelas.
4.    Rasionalisasi, yaitu menciptakan alasan-alasan logis atas sikap buruk. Contohnya: Seorang Kepala Sekolah yang tidak menegur guru yang membolos selama 3 hari menyampaikan bahwa ia tidak menegur guru tersebut sebab pada ketika itu ia sedang mengikuti training untuk kepala sekolah di ibukota provinsi.
Kedua, cara yang disadari, yang disebut sebagai direct coping, yaitu seseorang secara sadar melaksanakan upaya untuk mengatasi stres. Makara pengelolaan stres dipusatkan pada duduk kasus yang mengakibatkan stres. Ada dua seni administrasi yang bisa dilakukan untuk mengatasi stres, yaitu:
1.        Meningkatkan toleransi terhadap stres, dengan cara meningkatkan keterampilan/kemampuan diri sendiri, baik secara fisik maupun psikis, misalnya:
o   Secara psikis: menyadarkan diri sendiri bahwa stres memang selalu ada dalam setiap aspek kehidupan dan dialami oleh setiap orang, walaupun dalam bentuk dan intensitas yang berbeda.
o   Secara fisik: mengkonsumsi masakan dan minuman yang cukup gizi, menonton acara-acara hiburan di televisi, berolahraga secara teratur, melaksanakan tai chi, yoga, relaksasi otot, dan sebagainya.
2.        Mengenal dan mengubah sumber stres, yang sanggup dilakukan dengan tiga macam pendekatan, yaitu:
o   Bersikap asertif, yaitu berusaha mengetahui, menganalisis, dan mengubah sumber stres. Misalnya: jika ditegur pimpinan, maka respon yang ditampilkan bukan marah, melainkan menganalisis mengapa hingga ditegur.
o   Menarik diri/menghindar dari sumber stres. Tindakan ini biasanya dilakukan jika sumber stres tidak sanggup diatasi dengan baik. Namun cara ini sebaiknya tidak dipilih sebab akan menghambat pengembangan diri. Kalaupun dipilih, lebih bersifat sementara, sebagai masa penangguhan sebelum mengambil keputusan pemecahan masalah.
o   Kompromi, yang bisa dilakukan dengan konformitas (mengikuti tuntutan sumber stres, pasrah) atau perundingan (sampai batas tertentu menurunkan intensitas sumber stres dan meningkatkan toleransi terhadap stres)             

Demikian psoting wacana Gejala Stres, Faktor-Faktor Penyebab Stres dan Cara Mengelola Stres.





= Baca Juga =



Related : Gejala-Gejala Stres, Faktor-Faktor Penyebab Stres Dan Cara Mengelola Stres

0 Komentar untuk "Gejala-Gejala Stres, Faktor-Faktor Penyebab Stres Dan Cara Mengelola Stres"

DUKUNG KAMI

SAWER Ngopi Disini.! Merasa Terbantu Dengan artikel ini? Ayo Traktir Kopi Dengan Cara Berbagi Donasi. Agar Kami Tambah Semangat. Terimakasih :)