Seperti yang kita ketahui, terdapat dua format sistem waktu yaitu sistem 24 jam dan sistem 12 jam. Sistem waktu 24 jam biasanya digunakan di Eropa dan beberapa negara lain. Sedangkan jam dinding yang ada di rumah - rumah Indonesia biasanya memakai sistem waktu 12 jam. Mengapa sehari 24 jam atau mengapa terdapat dua sistem format pembagian waktu 24 jam dan 12 jam?
Untuk menjawab mengapa sehari 24 jam, kita sanggup mempelajari dari sejarah awal jam itu sendiri. Awal mula, orang memakai matahari sebagai patokan waktu. Untuk memudahkan pembagian waktu, dibuatlah jam matahari oleh bangsa Mesir. Jam matahari tersebut memakai palang yang merupakan cikal bakal jam atau arloji. Karena pada malam hari tidak terdapat matahari, mereka memakai 12 bintang sebagai penanda langit gelap. Kemudian mereka mencoba membagi waktu menjadi dua periode yaitu periode terperinci (siang) dan periode gelap (malam). Pada setiap periode lalu mereka mencoba membagi kedalam beberapa periode waktu lagi. Dihasilkanlah 12 pembagian waktu untuk periode terperinci dan 12 pembagian waktu untuk periode gelap. Dari sinilah konsep 24 jam mulai terbentuk.
Selanjutnya astronom Yunani, Hipparchus, mengajukan seruan untuk membagi waktu setiap hari menjadi 24 jam berdasarkan hitungan equinox. Equinox yaitu kejadian melintasnya matahari sempurna pada garis equator atau khatulistiwa. Pada hari - hari equinox ternyata pembagian antara periode gelap dan periode terperinci sama persis 12 jam. Maka semenjak ketika itu, pembagian waktu setiap hari resmi menjadi 24 jam.
Penggunaan format sistem 24 jam atau sistem 12 jam bersama-sama bukan suatu hal berbeda secara prinsipil alasannya yaitu dua - dua nya tetap menyepakati bahwa sehari terdiri dari 24 jam. Hanya saja pada sistem 24 jam, hitungan jam dalam sehari dimulai dari pukul 00.00 hingga dengan 24.00. Sedangkan pada sistem format 12 jam, waktu 24 jam sehari dibagi menjadi dua periode waktu yaitu AM (anti - meridiem) dan PM (post meridiem) sehingga hitungan jam dimulai dari pukul 00.00 hingga 12.00. Anti - merideim (AM) digunakan untuk waktu sebelum siang atau sebelum tengah hari, sedangkan post meridiem (PM) digunakan untuk waktu sehabis tengah hari atau sebelum tengah malam.
Walau pun sehari terdiri dari 24 jam, untuk di Indonesia kita jarang sekali melihat jam analog yang menghitung dari pukul 00.00 hingga 24.00, kebanyakan jam yang kita miliki hanya terdiri dari 12 pembagian waktu. Berbeda halnya dengan jam digital pada beberapa barang elektronik yang kita miliki, biasanya pembagian waktu memakai sistem 24 jam.
Namun tahukah anda, pada jam digital sistem pembagian waktu 24 jam, kita tidak akan pernah melihat jam tersebut mengambarkan angka pada pukul 24.00. Hitungan waktu biasanya dimulai dari pukul 00.00 dan berakhir pada pukul 23.59. Begitu juga pada sistem 12 jam, kita tidak akan pernah melihat jam mengambarkan angka pada pukul 12.00. Hitungan dimulai dari pukul 00.00 dan berakhir pukul 11.59.
Pada jam analog atau bukan digital, kita masih sanggup melihat jarum jam menunjuk angka 24.00 atau 12.00. Hal ini berdasarkan aku membingungkan alasannya yaitu pada ketika jarum mengambarkan pukul 24.00 apakah ini berarti bahwa hari telah berakhir, ataukah awal dimulainya hari. Seperti yang kita ketahui, pukul 24.00 sama dengan pukul 00.00. Begitu juga pukul 12.00 dalam sistem 12 jam akan membingungkan untuk memilih apakah masih waktu AmMataukah sudah memasuki waktu PM.
Sebagai contoh, jikalau kita diminta mengumpulkan kiprah paling lambat pukul 24.00 tanggal 1 September 2020. Apakah ini berarti kiprah harus dikumpulkan paling lambat sebelum awal tanggal 1 atau selesai tanggal 1 alasannya yaitu harus diingat bahwa pukul 24.00 sama dengan pukul 00.00.
Maka dari itu, aku sendiri setuju dengan sistem jam digital yang menghilangkan angka 24.00 dan menggantinya menjadi pukul 00.00. Bagaimana dengan anda?
Referensi :
http://nationalgeographic.co.id/berita/2020/09/dari-mana-datangnya-perhitungan-24-jam-dalam-sehari
0 Komentar untuk "Ternyata Tidak Ada Pukul 24.00, Ini Penjelasannya ..."